Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah melarang mudik.
Politikus PDI Perjuangan dituntut 10 tahun.
Di tengah wabah corona, ancaman kebebasan pers meningkat.
KRISIS tenaga medis terjadi di sejumlah rumah sakit di tengah penanganan wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Kondisi itu dipicu banyaknya dokter ataupun perawat yang tertular virus corona.
Krisis tenaga medis umumnya terjadi di rumah sakit rujukan utama pasien Covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor, sebanyak 51 tenaga medis dinyatakan positif corona. “Mereka harus diisolasi,” ujar Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Rabu, 22 April lalu.
Menurut Dedie, menambah tenaga medis dalam situasi saat ini bukan perkara mudah. Tenaga medis yang tersisa pun difokuskan untuk menangani pasien Covid-19. Direktur Utama RSUD Bogor Ilham Chaidir mengatakan sejumlah layanan operasional dihentikan sementara. Misalnya poliklinik mata, telinga-hidung-tenggorokan, dan gigi.
RSUD Kota Depok juga mulai keteteran dalam soal jumlah tenaga medis. Penanganan pasien hanya dilayani oleh 20 dokter dan 10 perawat. Jumlah pasien Covid-19 tercatat 192 orang dan cenderung bertambah. Direktur RSUD Kota Depok Devi Maryori mengatakan dibutuhkan tambahan 15 dokter dan 35 perawat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya menilai krisis tenaga perawat juga dipicu minimnya alat pelindung diri (APD). Padahal perlengkapan itu merupakan modal utama untuk menghindari penetrasi virus. “APD yang mereka gunakan masih banyak yang belum memenuhi standar,” ucapnya.
Mengantisipasi penularan terhadap pekerja medis, sejumlah pemerintah daerah memfasilitasi mereka dengan hunian sementara. Pemerintah DKI Jakarta menyiapkan penginapan di empat hotel milik badan usaha milik daerah. Pemerintah juga berencana mengubah sejumlah sekolah menjadi tempat menginap. Di Ibu Kota, setidaknya 188 tenaga medis dari 41 rumah sakit terkena corona. Adapun Kabupaten Tangerang menyiapkan satu hotel sebagai tempat tinggal sementara bagi 48 tenaga medis di RSUD Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merawat Lalu Dirawat
TENAGA medis menjadi salah satu kelompok paling rentan tertular virus corona. Hingga Senin, 20 April lalu, tercatat 42 tenaga medis meninggal terkait dengan penanganan Covid-19.
• Sebanyak 57 pegawai Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, dinyatakan positif corona, 34 di antaranya dokter.
• Rumah Sakit Tentara Ciremai, Kota Cirebon, mengisolasi 21 tenaga medis yang sempat berinteraksi dengan pasien Covid-19.
• Setelah menjalani rapid test, sebanyak 51 tenaga medis di RSUD Kota Bogor positif Covid-19.
• Pemerintah Kabupaten Bekasi menutup dua pusat kesehatan masyarakat setelah lima tenaga medis terdeteksi positif terjangkit corona.
• Badan Nasional Penanggulangan Bencana memperkirakan Indonesia membutuhkan sukarelawan sekitar 1.500 dokter dan 2.500 perawat.
• Jumlah sukarelawan medis yang mendaftar sebanyak 4.401 orang (20 persen dari total sukarelawan). Sisanya, 23.472 orang, merupakan sukarelawan nonmedis.
SUMBER: ARSIP TEMPO, KEMENTERIAN KESEHATAN
Ancaman Kebebasan Pers Meningkat
SEKRETARIS Jenderal Reporters Without Borders, organisasi pemantau kebebasan pers, Christophe Deloire, mengatakan pandemi virus corona ikut memperburuk kebebasan pers. Pandemi itu mendorong para penguasa bertindak represif terhadap pers. “Langkah-langkah itu tidak mungkin diadopsi dalam waktu normal,” ujarnya, Selasa, 21 April lalu.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Abdul Manan mengatakan kondisi itu juga terjadi di Indonesia. Misalnya, Dewan Perwakilan Rakyat tetap melanjutkan revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang tidak sejalan dengan kebebasan pers. Salah satunya tentang pasal penghinaan presiden dan wakil presiden.
Menurut survei Reporters Without Borders, tahun ini Indonesia menempati posisi 119 dalam hal kebebasan pers, naik lima peringkat dari 2019. Namun Manan menilai kenaikan itu tak berarti kondisi kebebasan pers membaik. “Terjadi kekerasan terhadap jurnalis. Mayoritas pelakunya polisi dan tak diproses hukum,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdakwa mantan anggota DPR RI Komisi VI, I Nyoman Dhamantra, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 22 April 2020. TEMPO/Imam Sukamto
Politikus PDIP Dituntut 10 Tahun
JAKSA penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, I Nyoman Dhamantra, 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Nyoman diduga menerima suap Rp 3,5 miliar untuk pengurusan kuota impor bawang putih di Kementerian Perdagangan. “Kami juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Nyoman selama lima tahun,” ujar jaksa KPK, Takdir Suhan, Rabu, 22 April lalu.
Duit yang diterima Nyoman diduga berasal dari tiga pengusaha yang mengincar kuota impor bawang putih pada 2019. Nyoman meminta orang kepercayaannya, Mirawati Basri, mengurus jatah impor tersebut. Mirawati dituntut pidana 7 tahun penjara.
Nyoman dalam sidang sebelumnya membantah dakwaan menerima suap. “Saya tidak paham dan tidak tahu adanya transaksi seperti yang dikatakan jaksa,” ucapnya, Februari lalu.
Dosen Unsyiah Divonis 3 Bulan
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Saiful Mahdi, dengan hukuman 3 bulan penjara dalam kasus pencemaran nama. “Disertai denda Rp 10 juta,” tutur ketua majelis hakim, Eti Astuti, Selasa, 21 April lalu.
Kasus ini bermula ketika Saiful mengkritik hasil tes calon pegawai negeri sipil untuk posisi dosen Fakultas Teknik Unsyiah dalam sebuah grup WhatsApp pada 2018. Dekan Fakultas Teknik Unsyiah melaporkan Saiful ke kepolisian.
Kuasa hukum Saiful, Syahrul, menyatakan akan mengajukan permohonan banding. “Itu merupakan kritik dan bukan pencemaran nama baik,” katanya. SAFEnet, organisasi yang memperjuangkan hak digital warga di Asia Tenggara, mengkritik putusan tersebut. Menurut Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto, putusan itu menjadi ancaman bagi kebebasan berekspresi.
Penumpang bus Antarkota Antarprovinsi di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, 1 April 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pemerintah Melarang Mudik
PRESIDEN Joko Widodo melarang masyarakat mudik pada Ramadan dan Lebaran 2020 mulai Jumat, 24 April lalu, untuk mencegah penularan corona. “Masih ada angka besar yang ingin mudik. Karena itu, kami larang,” tuturnya pada Selasa, 21 April lalu. Meski demikian, pemerintah baru akan menerapkan sanksi pada 7 Mei mendatang.
Vice President Corporate Secretary PT Angkasa Pura I Handy Heryudhitiawan mengatakan perusahaannya menghentikan layanan penerbangan pesawat komersial penumpang hingga 1 Juni mendatang. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus Purnomo menyebutkan layanan kapal penumpang juga dihentikan.
Hermawan Saputra dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia mengatakan seharusnya larangan itu muncul saat virus corona terdeteksi pada awal Maret lalu. “Hampir 1 juta orang sudah mudik sebelum ada larangan itu,” kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Agus Taufik Mulyono.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo