Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan Maqdir Ismail, kuasa hukum terpidana kasus korupsi lahan sawit Surya Darmadi. Maqdir menyebut Kejagung terlalu banyak menyita harta kliennya. Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, membantah hal tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harli menegaskan penyitaan aset Surya Darmadi tidak berlebihan. “Karena pertimbangan dalam keputusan menyebutkan terdapat hasil kejahatan yang dinikmati oleh korporasi. Oleh karena itu, dilakukan penyidikan terhadap korporasi yang menikmati hasil kejahatan dimaksud. Dan aset tersebut akan dipergunakan dalam perkara korporasi,” ujar Harli kepada Tempo pada Jumat, 14 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kata Harli, penyitaan aset tersebut akan dipergunakan untuk perkara korporasi. “Jadi akan disita kembali untuk perkara korporasi. Jelas ya, jadi tidak berlebihan,” tuturnya. Dia pun meminta untuk menunggu hasil penyidikan yang dilakukan.
Sebelumnya, pengacara Surya Darmadi, Maqdir Ismail, mempersoalkan penyitaan aset oleh Kejaksaan Agung yang dianggapnya terlalu banyak. Dia menyebut aset yang disita melebihi kewajiban yang harus dibayar atau diganti oleh kliennya. "Secara nyata, cukup banyak harta dan kekayaan klien kami yang telah disita oleh Kejaksaan Agung, bahkan melebihi kewajiaban klien kami untuk membayar uang pengganti," kata Maqdir dalam keterangan resminya pada Kamis, 6 Juni 2024.
Maqdir merincikan, harta tersebut terdiri atas:
- uang tunai sebanyak Rp 1,5 triliun, USD 11,4 juta atau sekitar Rp 185,7 miliar, serta SGD 646,04 atau setara 7,8 juta atas nama nasabah Aset Pacific dan Darmex Plantation;
- uang sejumlah Rp 544 juta di Bank BNI di beberapa rekening atas nama Asset Pasific dan Darmex Plantation;
- uang sejumlah Rp 3 miliar atas nama Aset Pacific Edited yang tersimpan di beberapa rekening Bank BRI.
Dengan demikian, kata Maqdir, seluruh uang perusahaan Surya Darmadi yang telah disita oleh Kejaksaan Agung adalah sebesar Rp 5.123.189.064.979 atau Rp 5,12 triliun. Di sisi lain, Mahkamah Agung telah mengkorting uang pengganti yang harus dibayar oleh Bos PT Darmex Group itu dari Rp 39,7 triliun menjadi Rp 2,2 triliun atau sesuai dengan nilai harta benda dari tindak pidana korupsi Surya.
"Sehingga kalau dikurangkan dengan uang perusahaan klien kami yang telah disita dengan kewajiban membayar uang pengganti, masih ada kelebihan sebesar Rp 2,4 triliun, USD 11,4 juta, dan SGD 646,04," ujar Maqdir.
Sebelumnya, kasus korupsi yang menjerat Surya Darmadi bermula saat Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Tamsir Rachman, menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan PT Duta Palma Group. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Banyu Bening Utama pada tahun 2003, seta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur pada tahun 2007. Total lahan yang dikuasai empat perusahaan itu mencapai lebih dari 37 ribu hektare.
Pemberian izin tersebut dilakukan secara ilegal dan berpotensi mengakibatkan kerugian pada negara. Sebab, lokasi tempat penerbitan izin itu berada dalam kawasan hutan yang tidak disertai adanya pelepasan kawasan hutan. Dalam kasus ini, Raja Thamsir Rachman telah divonis 7 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Kasus ini juga menyeret Gubernur Riau Annas Maamun.
Annas disebut menerima suap sebesar Rp 3 miliar dari Surya Darmadi melalui Gulat Medali Emas Manurung. Dia pun telah divonis hukuman 1 tahun penjara, namun bebas setelah mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi.
DEFARA DHANYA | AMELIA RAHIMA