Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harun Masiku tercatat menjabat direktur sebuah perusahaan.
Ia memiliki dua kartu tanda penduduk di Jakarta dan Gowa.
Pernah menawarkan pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
LAHAN seluas 100 meter persegi di Jalan Hayam Wuruk Nomor 103H, Jakarta Barat, itu dikelilingi pagar seng berkarat. Rumput dan beberapa pohon pepaya menjadi penghuninya. Lima tahun lalu, di lahan itu berdiri bangunan rumah toko tiga lantai. “Dulu tempat ini kantornya PT Cahayafirman Terang,” kata Faisal Hakam, juru parkir yang juga warga di sekitar kawasan itu, Jumat, 21 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Faisal, PT Cahayafirman berkantor di sana sejak 2010. Ia cukup familier dengan perusahaan ini karena kerap nongkrong di sana bersama anggota satuan pengamanannya. “Dulu rame, banyak mobil dan motor keluar-masuk,” ujarnya. Ia mendengar bangunan tersebut diratakan karena telah dijual. Sejak itu, PT Cahayafirman tak ketahuan rimbanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di perusahaan tersebut, Harun Masiku menjadi salah satu direkturnya. Ia masuk setelah perusahaan berdiri selama 17 tahun. Awalnya PT Cahayafirman didirikan di Pekanbaru pada 1993. Perusahaan bergerak di bidang pembangunan, perindustrian, perkebunan, hingga jasa. Setelah menjadi buron Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 9 Januari lalu, masa lalu Harun sedikit demi sedikit terkuak.
Mobil Harun Masiku yang disegel KPK di apartemen Thamrin Residence. TEMPO/Linda Trianita
Harun masuk daftar pencarian orang setelah diduga menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, Rp 850 juta agar terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui pergantian antarwaktu di daerah pemilihan Sumatera Selatan I. KPK sempat mendeteksi Harun bersama Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto berada di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di kawasan Blok M, Jakarta, pada hari Wahyu ditangkap. Hasto telah membantah berada di PTIK pada saat itu.
Sebagaimana keberadaannya saat ini yang masih menjadi teka-teki, masa lalu pria yang lahir di Makassar pada 21 Maret 1971 itu juga samar-samar. Dalam dokumen perusahaan PT Cahayafirman Terang, Harun beralamat di Kompleks Aneka Tambang IV, Jalan Limo Nomor 8, RT 8 RW 2, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ketua RT 8 Kebayoran Lama, Nashrullah, mengatakan Harun membuat kartu tanda penduduk dan kartu keluarga (KK) pada 2011. “Di KK-nya dia sendirian,” ucap pria yang menjabat Ketua RT 8 sejak 2012 itu.
Meski Harun mencatatkan diri sebagai warga Kompleks Aneka Tambang IV, Nashrullah tak pernah melihatnya. Rumah yang menjadi alamatnya di kompleks itu tidak berpenghuni sejak tujuh tahun lalu. “Dia enggak pernah tinggal di sini,” ujar Nashrullah.
Penelusuran Tempo menemukan Harun juga memiliki KTP di kampung asalnya di Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Ia mencantumkan pekerjaannya sebagai karyawan swasta. Dalam kartu keluarga, putra almarhum hakim Johannes Masiku itu mencantumkan Hildawati Djamrin dengan keterangan sebagai istri. Dalam dokumen tersebut, status e-KTP Harun tercatat belum direkam.
Mobil Winda Y di kediamannya, Jakarta Selatan, yang pelatnya diduplikat Harun Masiku. TEMPO/Linda Trianita
Saat ditemui Tempo pada Januari lalu, Hildawati mengaku menikah dengan Harun pada 2017. Mereka meresmikan perkawinannya di Singapura karena beda agama. Harun menganut Kristen, sedangkan Hildawati memeluk Islam. Setelah menikah, Harun lebih banyak tinggal di Apartemen Thamrin Residences di Jakarta. Adapun Hildawati menetap di Gowa, Sulawesi Selatan, bersama orang tuanya. “Sesekali saya ke Jakarta. Terakhir ke sana tahun lalu,” kata perempuan kelahiran Takalar, Sulawesi Selatan, pada 1993 itu.
Selain dua kartu identitasnya, mobil Harun yang disegel KPK di Apartemen Thamrin Residences janggal. Toyota Camry hitam metalik berpelat nomor B-8351-WB itu atas nama Winda Y. dengan alamat di Jakarta Utara. Suatu saat, menurut seorang pegawai di apartemen itu, Harun pernah bersungut-sungut karena mobilnya baret ketika ditinggalkan di tempat parkir apartemen tersebut.
Ditemui Tempo, Winda membenarkan memiliki mobil Toyota Camry hitam dengan pelat nomor B-8351-WB. Mobil yang ia beli dua tahun lalu itu hingga saat ini terparkir di garasinya. Winda heran pelat mobil Harun sama dengan mobilnya. “Kok, bisa pelatnya sama? Dia memalsukan pelatnya memakai data saya?” Winda bertanya. Ia mengklaim tak pernah mengenal Harun Masiku.
Seorang pengusaha Jakarta menceritakan sebagian aktivitas Harun di masa lalu. Pria paruh baya yang enggan disebutkan namanya ini sempat berurusan dengan Harun pada 2017-2018. Ia diperkenalkan kepada Harun oleh mantan petinggi Pengadilan Negeri Toraja. “Harun disebut sebagai advokat dan anak hakim senior yang bisa membantu proses hukum,” ucapnya. Ia bertemu langsung dengan Harun di sebuah restoran di Grand Indonesia, Jakarta Pusat. “Yang bayar makanannya Harun,” ujarnya.
Pengusaha ini mengaku cukup terpukau oleh riwayat Harun. Bergelar sarjana hukum dari Universitas Hasanuddin setelah lulus pada 1989, Harun bekerja di Dimhart and Association Law Firm Jakarta pada 1994-1995. Ia kemudian melanjutkan studi magister hukum ekonomi internasional di University of Warwick, Inggris, setelah mendapat beasiswa British Chevening Scholarship pada 1998.
Harun Masiku. Facebook
Sepulang dari Inggris, Harun terjun ke dunia politik. Ia menjadi anggota tim sukses pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam pemilihan presiden 2009 di Sulawesi Tengah. Ia pun bekerja sebagai anggota staf ahli anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat hingga 2011. Pada Pemilihan Umum 2014, Harun mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari Partai Demokrat di daerah pemilihan Sulawesi III, yang meliputi Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Sidrap, Pinrang, dan Kota Palopo. Tapi langkahnya kandas. Ia kemudian menekuni dunia advokat setelah dilantik sebagai pengacara pada 2015.
Dengan latar belakang Harun di bidang hukum dan politik tersebut, pengusaha itu makin kepincut. Saat itu, si pengusaha sedang membantu koleganya yang bersengketa usaha dengan rekanan. Menurut dia, Harun sempat menjanjikan akan mempertemukannya dengan petinggi Mahkamah Agung untuk membantu pengurusan perkara. Tapi janji itu tak kunjung dipenuhi Harun. Perkara tersebut kalah di pengadilan.
Menurut dia, Harun ketika itu beralasan sedang sibuk mondar-mandir Jakarta-Sumatera Selatan untuk urusan pencalonannya sebagai legislator dari PDIP. Meski janji itu tak terealisasi, Harun masih meminta dia membelikan tiket pesawat Jakarta-Makassar menjelang Natal 2018. “Tiket balik ke Jakarta minta lagi,” ujarnya.
Ihwal data Harun yang ganjil tersebut, KPK enggan berkomentar. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan anak buahnya terus memonitor keberadaan Harun. “Belum ada progres yang disampaikan ke pimpinan. Mungkin penyidik sudah ada titik yang harus dimonitor, tapi belum disampaikan,” kata Alexander.
LINDA TRIANITA, ROSSENO AJI, DIDIT HARIYADI (MAKASSAR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo