Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok -Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Depok telah mengumpulkan informasi dugaan pungutan liar (Pungli) di SMKN 3 Depok, Jawa Barat. Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok M. Arief Ubaidillah menyatakan segera menyerahkan laporan tersebut ke Pidana Khusus (Pidsus).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat dikonfirmasi, Ubadillah mengungkapkan timnya telah mengumpulkan dan mengkaji informasi penahanan ijazah dan pungli di SMKN 3 Depok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam waktu dekat akan kami limpahkan ke seksi tindak pidana khusus untuk dilakukan penanganan,” ungkap Ubaidillah, Minggu, 26 Januari 2025.
Namun Ubaidillah belum mau memberi keterangan detail soal informasi pungli dan kajiannya lantaran masih perlu didalami. “Intinya, Seksi Intel Kejari akan menyerahkan ke pidsus untuk menindaklanjuti informasi yang kami dapatkan,” ucapnya.
Sebelumnya, puluhan orang tua alumni Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 3 Depok mendatangi sekolah tersebut untuk mengambil ijazah yang sempat ditahan karena belum melunasi pungutan sekolah itu.
Kasus dugaan pungli itu terungkap setelah pegiat media sosial Ronald Sinaga mendatangi sekolah yang beralamat di Jalan Merdeka Kelurahan Abadiijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok beberapa waktu lalu dan diunggah ke Instagram @brorondm.
Berdasarkan informasi yang didapat Tempo, ada 41 ijazah alumni SMKN 3 Depok yang ditahan pihak sekolah dengan dalih belum menyelesaikan kewajiban. Orang tua alumni SMKN 3 Depok berinisial R mengatakan ijazah anaknya ditahan pihak sekolah, karena dia belum bisa membayar tunggakan Rp 6 juta.
"Ada anak lain juga yang perlu sekolah, apa lagi yang anaknya banyak," kata R.
Dia kaget ketika mendapat informasi ada tunggakan Rp6 juta ketika hendak mengambil ijazah anaknya tahun lalu. Dia baru membayar Rp100 ribu ketika anaknya masuk kelas 1 di SMKN 3 Depok.
"Akhirnya pas mau ngambil, Rp6 juta katanya. Waduh, enggak bisa saya kalau Rp6 juta, yang Rp2 juta saja saya enggak bisa," ujar R.
L, orang tua alumni SMKN 3 Depok yang lain, juga belum bisa mengambil ijazah karena dianggap masih berutang Rp2,8 juta. Uang itu disebut sebagai dana sumbangan masuk SMKN 3 Depok. "Sebenarnya sih enggak ada nominal buat ke SPP ya, cuma waktu pas pertama itu masuk SMK ini memang obrolannya itu sumbangan," ujarnya.
Menurut L, ada orang tua alumni lain yang utangnya mencapai Rp8,4 juta. Uang itu untuk biaya praktik kerja lapangan (PKL), wisuda dan lainnya. "Pokoknya seragam sudah semua segitu. Cuma emang bisa dicicil," ujar L.
Alumni SMKN 3 Depok berinisial J mengungkap sebenarnya dia pernah mendapat dana Program Indonesia Pintar (PIP) ketika masih bersekolah. "Duitnya pas tahun terakhir, kelas 3 ya. Kelas 3 itu kan enggak dapat, cuma ada beberapa yang dapat. Pas kelas 2 kan dapat, nah pas dapat itu disuruh, dimintain pihak sekolah, disuruh bayar ke pihak sekolah buat bayaran gedung katanya uang PIP itu," kata J.
Dana PIP setahun sekali senilai Rp1 juta itu hanya diterimanya Rp500 ribu. Semua siswa SMKN3 Depok yang lain juga hanya menerima Rp 500.000. "Ada beberapa anak yang dibayarin Rp500 ribunya. Itu di-chat sama sekolah, suruh setor ke sekolah Rp500 ribu itu. Ada beberapa teman sekelas yang setor ke sekolah," katanya.
Ketika Tempo mendatangi SMKN 3 Depok pada Kamis lalu, belum ada pihak sekolah yang bersedia dimintai keterangan tentang penahanan ijazah dan dugaan pungli tersebut.
Pilihan Editor: Kronologi Penangkapan Buron E-KTP Paulus Tannos, Terdeteksi di Singapura