Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan menuntut Supriyani, terdakwa kasus dugaan kekerasan terhadap anak, untuk dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Hal ini diungkapkan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Andoolo pada Senin, 11 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna yang menjadi ketua tim JPU menyampaikan tuntutan agar Supriyani dilepaskan dari dakwaan utama Pasal 80 Ayat (1) juncto Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak Tuntutan ini mencakup pembebasan terdakwa dari seluruh tuduhan ihwal kekerasan terhadap anak muridnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Dody, mengatakan, “Kami menuntut agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan, mengingat hasil pertimbangan hukum yang ada," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 11 November 2024.
Menurut dia, JPU berpendapat bahwa unsur-unsur dalam dakwaan terhadap Supriyani tidak terpenuhi, sehingga ia layak dibebaskan. Selain itu, lanjut Dody, JPU juga mengusulkan agar barang bukti berupa sepasang baju seragam sekolah dasar dan sapu ijuk dikembalikan kepada para saksi, yaitu Nur Fitriana, dan Sanaali. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 14 November 2024, dengan agenda pembelaan atau pledoi dari penasihat hukum terdakwa.
Supriyani terseret ke meja hijau setelah diadukan Aipda Wibowo Hasyim ke Polsek Baito. Wibowo menuding guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, itu melakukan penganiayaan terhadap anaknya.
Kepala SD Negeri 4 Baito, Sanaali, menyatakan tak ada saksi yang menyatakan melihat Supriyani menganiaya murid tersebut. Menurut dia, Supriyani hanya pernah menegur muridnya tersebut karena kurang disiplin.
Bupati Konawe Selatan turun tangan dengan memediasi Supriyani dengan Wibowo hingga mencapai kesepakatan damai. Namun perempuan yang telah bertahun-tahun menjadi guru honorer tersebut mengeluarkan surat yang menyatakan dia mencabut kesepakatan damai tersebut pada 6 November 2024.
“Dengan ini menyatakan mencabut tanda tangan dan persetujuan saya dalam surat kesepakatan damai yang ditandatangani di Rujab (Rumah Jabatan) Bupati Konsel pada tanggal 05 November 2024, karena saya dalam kondisi tertekan dan terpaksa dan tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan tersebut,” tulis Supriyani.