Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik di UU TPKS Diancam 4 Tahun Penjara

Pasal 14 Ayat (1) UU TPKS menyebutkan tiga hal yang termasuk dalam perbuatan kekerasan seksual berbasis elektronik.

13 April 2022 | 13.02 WIB

Sejumlah anggota DPR bertepuk tangan usai disahkannya RUU TPKS dalam rapat paripurna ke-19 masa persidangan IV tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 April 2022. Dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI, terdapat delapan fraksi yang menyetujui RUU TPKS, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, F-Golkar, F-Gerindra, F-NasDem, F-PKB, F-PAN, F-Demokrat, dan F-PPP. Sedangkan satu fraksi, yaitu F-PKS menolak pengesahan RUU TPKS dengan alasan menunggu pengesahan revisi KUHP. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Sejumlah anggota DPR bertepuk tangan usai disahkannya RUU TPKS dalam rapat paripurna ke-19 masa persidangan IV tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 April 2022. Dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI, terdapat delapan fraksi yang menyetujui RUU TPKS, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, F-Golkar, F-Gerindra, F-NasDem, F-PKB, F-PAN, F-Demokrat, dan F-PPP. Sedangkan satu fraksi, yaitu F-PKS menolak pengesahan RUU TPKS dengan alasan menunggu pengesahan revisi KUHP. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur jenis tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam salinan UU TPKS yang diperoleh Tempo, Pasal 14 Ayat (1) menyebutkan tiga hal yang termasuk dalam perbuatan kekerasan seksual berbasis elektronik, yakni melakukan perekaman dan atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi obyek perekaman atau gambar atau tangkapan layar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua, mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual.

Ketiga, melakukan penguntitan dan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi atau dokumen elektronik untuk tujuan seksual.

Bagi setiap orang yang melakukan ketiga hal tersebut dapat dipidana dengan jerat melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik.

"Dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan atau denda paling banyak Rp 200 juta," beleid tersebut.

Sementara itu, bila perbuatan yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa, atau menyesatkan dan memperdaya, seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, ancaman hukuman diperberat menjadi pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp300 juta.

Adapun pada ayat 3 dijelaskan, kekerasan seksual berbasis elektronik merupakan delik aduan, kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas.

Berikutnya, bila melakukan perekaman dan mentransmisikan informasi elektronik dilakukan untuk kepentingan umum atau untuk membela diri, maka tidak dapat dipidana.

"Dalam hal korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan anak atau penyandang disabilitas, adanya kehendak atau persetujuan korban tidak menghapuskan tuntutan pidana," begitu bunyi aturan tersebut.

DEWI NURITA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus