Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kembalinya si anak hilang

Pengadilan dordrecht memutuskan: Samantha deborah Ochtman,4, tetap berada di bawah perwalian Erna Wouthuyzen,26. pengacara ny Ochtman naik banding. pengadilan dianggap berat sebelah.

4 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMANTHA, yang dipisahkan secara paksa dari ibu kandungnya oleh pihak Imigrasi Indonesia, kembali ke pangkuan ibunya, Erna Wouthuyzen, Kamis pekan lalu. Si ibu, yang mencari kembali si anak hilang dengan segala upaya, memang sudah sampai di Belanda sehari sebelumnya, menyusul putusan hakim Dordrecht, dekat Rotterdam, yang mengembalikan Samantha kepada ibunya. "Erna sudah berkumpul kembali dengan Samantha di rumah keluarga kami," tutur pengacara Erna, Paulus C van Houten. "Keduanya tampak gembira. Dalam waktu dekat, mereka akan kembali ke Indonesia," tambahnya. Musim semi baru saja mulai di Belanda ketika Samantha Deborah Ochtman, 4 tahun, diambil oleh petugas Dewan Perlindungan Anak dari basisschool (sekolah dasar) Krispijn, Dordrecht, Senin pekan lalu. Dua petugas, pria dan wanita, bersama polisi, menjemput anak tersebut, menyusul jatuhnya vonis Pengadilan Dordrecht, yang memutuskan Samantha berada di bawah pengawasan Dewan Perlindungan Anak (Raad van Kinderbescherming) sampai ibunya, yang berhak memelihara, datang menjemputnya dari Indonesia. Bagi Erna, putusan itu merupakan klimaks yang membahagiakan. "Saya sangat bahagia mendengar putusan itu. Rasanya perjuangan saya selama ini tidak siasia," ujar Erna kepada TEMPO, sesaat menjelang keberangkatannya ke Belanda Selasa pekan lalu di Bandar Udara SoekarnoHatta, Jakarta. Pengacara Erna di Indonesia, Mohamad Assegaf, menyatakan, putusan yang melegakan pihaknya itu diperoleh dari pengacara Erna di Belanda, Mr Paulus van Houten, lewat telepon pada Senin pekan lalu, beberapa jam setelah vonis hakim dijatuhkan. Alasan hakim mengembalikan anak itu kepada Erna, karena sebelumnya pengadilan yang sama telah memutuskan bahwa Samantha memang berada di bawah perwalian Erna. Hakim juga melihat keberadaan Samantha di Belanda itu akibat dari pengambilan secara tidak sah yang dilakukan oleh nenek Samantha, Nyonya Cornelia Ochtman, dari kekuasaan Erna. Sehubungan dengan itu, hakim memerintahkan kepada Erna untuk segera memboyong Samantha ke Indonesia. Dan selama urusan administrasi belum beres, Samantha ditempatkan di bawah Dewan Perlindungan Anak Belanda. Nama Samantha beberapa pekan terakhir ini menjadi perbincangan di Indonesia, menyusul "penculikan" anak itu dari tangan ibu kandungnya, Ny. Erna Wouthuyzen. Dengan bantuan petugas imigrasi Bandung, pada 16 November lalu, Nyonya Cornelia Ochtman -- ibu kandung bekas suami Erna, Arnold Jan Ochtman -- berhasil membawa kabur Samantha, yang kebetulan habis izin tinggalnya di Indonesia. Samantha dilahirkan dari pasangan Erna, 26 tahun, warga negara Indonesia, dan Arnold Jan Ochtman, 38 tahun, warga negara Belanda. Pasangan itu bercerai pada Februari 1989 di Pengadilan Dordrecht, Belanda. Erna, yang diputuskan pengadilan menjadi wali Samantha, pada November 1990 membawa bocah itu ke Indonesia. Karena anak itu warga negara Belanda, ia dilengkapi visa kunjungan sosial budaya, yang berlaku sampai Februari 1991. Kesalahan Erna, sampai berbulanbulan kemudian ia tak mengurus perpanjangan visa anaknya. Akhirnya, petugas imigrasi menyatakan bahwa Samantha harus meninggalkan Indonesia. Erna setuju dan sudah siapsiap membawa anaknya ke Singapura untuk mendapatkan visa baru. Ketika itulah, 15 November lalu, Imigrasi menahan anak itu. Ternyata petugas Imigrasi menyerahkan anak tersebut kepada neneknya, Nyonya Ochtman, yang saat itu datang ke Bandung. Si nenek segera memboyong cucunya itu ke negerinya. Peristiwa itu segera mengundang reaksi. Banyak yang bersimpati pada nasib Erna dan menyalahkan pihak Imigrasi. Sedangkan Erna, dengan bantuan pengacaranya Mohammad Assegaf, berusaha merebut kembali Samantha lewat Pengadilan Dordrecht. Hasilnya, seperti disebutkan di atas, hakim memutuskan agar Samantha dikembalikan lagi pada putusan hakim terdahulu, yakni: di bawah perwalian Erna. Putusan itu sangat memukul dan mengecewakan nenek Samantha, Nyonya Cornelia Ochtman. Maka, begitu mendengar putusan hakim yang menetapkan agar Samantha tetap di bawah perwalian Erna, Ny. Ochtman menangis histeris. "Hakim tidak fair dan memihak Erna!" teriaknya. Ia menganggap hakim hanya mempertimbangkan kepentingan Erna. Sedangkan kepentingan ayah, seperti hak tengok anak, diabaikan. "Kalau Samantha dibawa ke Indonesia, bagaimana kami bisa menengok dan mengawasi perkembangan anak itu?" Nyonya Ochtman mengaku amat sayang pada Samantha. Menjelang vonis dalam persidangan kort geding (pengadilan singkat), Nyonya Ochtman, yang seperti sudah mendapat firasat akan kalah, telah membeli pakaian, tas, dan sepatu untuk Samantha. "Kalau pulang ke Indonesia, saya ingin Samantha mengenakan pakaian itu agar kelihatan lebih cantik," kata Nyonya Ochtman. Agaknya, keinginan itu tak akan terkabul. Karena sejak Samantha dibawa oleh petugas Dewan Perlindungan Anak ke rumah keluarga Van Houten, Nyonya Ochtman tak diperbolehkan menengok. "Saya selalu menangis, karena tak diberi kesempatan bertemu untuk afscheid nemen (berpisah) dengan cucu saya satusatunya," tutur Nyonya Ochtman. "Saya ingin mengantar cucu saya sampai ke Indonesia, bahkan sampai ke rumah Erna," lanjut nenek itu sendu. Pengacara Nyonya Ochtman, Mr. J.P. van Maurik, tetap akan naik banding atas putusan hakim itu. "Saya sudah tidak percaya lagi kepada Pengadilan di Dordrecht, karena terlalu berat sebelah!" tudingnya, kesal. Kamis pekan depan, van Maurik, yang tinggal di Nieuwegen, dekat Utrecht, akan mengajukan permintaan pengasuhan Samantha. Ia ingin mengubah status perwalian (custody) dari Erna ke Arnold. Untuk itu ia akan membuktikan bahwa kehidupan dan cara hidup Samantha di Indonesia tidak sebaik dan sesuai dengan ukuran Belanda. Aries Margono, Sri Wahyuni (Jakarta), dan Asbari N. Krisna (Belanda)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus