Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kementerian PPPA Minta Polisi Gunakan UU SPPA untuk Pelaku Anak Bunuh Bapak dan Nenek

Kementerian PPPA meminta kepolisian menangani kasus anak bunuh bapak dan nenek serta lukai ibu dengan gunakan Sistem Peradilan Anak (UU SPPA).

2 Desember 2024 | 18.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) berkoordinasi dengan kepolisian dalam menangani kasus anak bunuh bapak dan nenek yang diduga dilakukan remaja berusia 14 tahun berinisial MAS di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. KPPA mendesak agar kepolisian dapat segera mengungkap motif kasus ini dengan peradilan anak. 

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, meminta kepolisian menangani kasus ini menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Sebab, pelaku kasus ini masih berusia anak.

“Harus diungkap motifnya, dan ditangani secara tepat, baik pelaku maupun korbannya,” kata Nahar, pada 30 November 2024, seperti diberitakan Antara.

Pemeriksaan Sidang Peradilan Anak

Anak yang berhadapan di depan hukum ditangani dengan mengutamakan peradilan anak seperti tercantum dalam UU SPPA yang mewajibkan upaya utama diversi berlandaskan keadilan restoratif. Selama 30 hari, diversi dilakukan untuk mencapai kesepakatan. Namun, jika diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.

Dilansir bphn.go.id, berdasarkan UU SPPA, anak disidangkan dalam ruang sidang khusus anak. Selain itu, ruang tunggu sidang anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa dan waktu sidang juga didahulukan. Sementara itu, hakim yang memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.

Pada sidang Anak, hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping, advokat atau pemberi bantuan hukum lain, dan pembimbing kemasyarakatan mendampingi anak. Namun, jika hakim tidak melaksanakan ketentuan ini, sidang anak dibatalkan demi hukum. Setelah  surat dakwaan dibacakan, pembimbing kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian

  1. Data pribadi anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial;
  2. Latar belakang tindak pidana;
  3. Keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa;
  4. Hal lain yang dianggap perlu;
  5. Berita acara diversi; dan
  6. Kesimpulan dan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan.

Saat memeriksa anak dalam peradilan anak, hakim dapat memerintahkan agar anak dibawa keluar ruang sidang, tetapi tetap didampingi para pendamping. Namun, jika anak tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di sidang pengadilan, hakim dapat memerintahkan anak korban atau saksi didengar keterangannya di luar sidang atau melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual disertai pendampingan. Kemudian, sidang anak dilanjutkan usai anak diberitahukan mengenai keterangan dari korban atau saksi. 

Sebelum membacakan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali, atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak. Selain itu, hakim juga harus mempertimbangkan laporan kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan dalam peradilan anak. Setelah itu, hakim membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri anak. Namun, identitas anak tetap harus dirahasiakan oleh media massa hanya menggunakan inisial tanpa gambar.

Pilihan Editor: Kasus Hukum Sepekan: Polisi Tembak Siswa SMK, Praperadilan Tom Lembong, hingga Anak Bunuh Bapak dan Nenek

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus