Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kepala sub dolog di tanjung ...

Kepala sub dolog tanjung pinang, drs t suryatno, dihukum penjara, dituduh menyelewengkan beras bulog 825 ton. dia telah mengeluarkan do sementara dan mengkreditkannya pada para distributor. (hk)

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG ke-25 Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, setelah bekerja hampir 4 bulan, 27 Juli lalu memutuskan: Bekas Kepala Sub Dolog Tanjung Pinang, drs T. Suryatno, dihukum penjara 4 tahun. Ia dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan kejahatan korupsi. Yaitu: menyelewengkan beras Bulog lebih dari 825 ton. Merugikan negara, yaitu Bulog, sekitar Rp 91 juta. Cara penyelewengannya mudah dibuktikan. Ka Sub Dolog ini, antara tahun 1972 sampai tiga tahun berikutnya, telah mengeluarkan surat perintah penyerahan barang (DO) sementara dan mengkreditkannya kepada para distributor. Celakanya: uang hasil penjualannya sendiri tak pernah distorkan ke bank yang ditunjuk Bulog. Sejumlah hasil korupsi Suryatno memang tak semata-mata masuk kantong pribadi. Berapa yang diupetikannya ke atas, tak sempat diungkapkannya di pengadilan. Hanya ada dana, Rp 4 juta, yang nyata-nyata digunakannya untuk kepentingan orang lain. Yaitu untuk membangun gedung stasiun SSB dan biaya pengaspalan jalan di gudang Bulog Tanjung Unggat. Selebihnya, Rp 8 juta, diterima oleh terhukum sebagai tanggung jawab pribadinya. Keputusan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Mahyuddin SH, agaknya, dapat diterima oleh jaksa maupun tertuduh sendiri. Sebelumnya, akhir Juni lalu, jaksa telah menuntut hukuman 5 tahun penjara. "Hukuman itu sudah cukup berat," kata jaksa Ibrahim Laconi SH. Jaksa ini membandingkannya dengan putusan pengadilan atas perkara Dolog Lahat (Sumatera Selatan). Ka Sub Dolog Lahat, dengan jumlah dan nilai penyelewengan hampir sama dengan di Tanjung Pinang, kena hukuman 5 tahun penjara. Terlalu Kecil? Namun yang melegakan kejaksaan di sana, barangkali, keputusan hakim kali ini dapat dianggap menjaga muka korps kejaksaan. Karena, ketika perkara ini sedang asyik diperiksa pengadilan, sorotan tajam dan berbagai pertanyaan banyak dialamatkan kepada kerja para jaksa. Yaitu seputar angka-angka, jumlah dan nilai, penyelewengan yang tercantum dalam surat tuduhan jaksa yang banyak dianggap terlalu kecil dari semestinya. Dalam surat tuduhannya jaksa menyatakan: beras yang diselewengkan oleh Ka Sub Dolog cuma sekitar 645 ton. Angka ini memang bukan hasil mengada-ada dari pihak pemeriksa. Jumlah ini diambil dari hasil pemeriksaan jaksa atas saksi Kepala Bagian Penyalur Dolog Riau, Margono SH, dan dari Ka Dolog Riau sendiri, HO Tasno. Dan ternyata, setelah 21 saksi -- termasuk saksi ahli dari Bulog (Jakarta) - didengar keterangannya, angka yang dikemukakan jaksa itu merupakan jumlah penyelewengan yang terkecil. Imron Lubis, Inspektur Muda Dolog Riau, dalam awal pemeriksaan hingga dalam persidangan tetap pada keterangannya: Yang telah diselewengkan oleh Suryatno ialah sekitar 817 ton beras. Sedang kesaksian yang dibuat oleh Sub Dolog, SM Hutauruk dan Anwar HAS, menyatakan angka penyelewengan beras sekitar 791 ton. Nah orang jadi bertanya: Mengapa jaksa tak memakai saja angka-angka yang memberatkan Suryatno? Apalagi jika ternyata angka klaim dari pihak Bulog, yang diajukan oleh saksi ahli drs. Ombak Siregar, lebih hebat lagi: lebih dari 815 ton beras yangdimainkan di Tanjung Pinang. Itu, menurut saksi, merupakan angka yang logis. Yaitu hasil perhitungan akhir oleh Sub Dolog Tanjung Pinang setelah semua partai penjualan beras yang harus dipertanggungjawabkan Suryatno habis dikeluarkan: 791.568,5 Kg. Angka ini kemudian ditambah dengan toleransi susut yang tak diberikan -- karena cara pengeluarannya dari gudang tidak melalui prosedur yang wajar. Nilai Itu baru soal jumlah. Soal nilai juga agak ruwet. Jaksa, mula-mula, mengikuti keterangan saksi Margono. Harga beras dipukul rata cuma Rp 83 per Kg. Sehingga nilai korupsi Suryatno cuma mencapai Rp 53 juta lebih saja. Ini sebenarnya masih lumayan jika dibanding keterangan Ka Bulog sebelum proses pengadilan berlangsung. Korupsi di Tanjung Pinang, menurut Ka Bulog waktu itu, cuma menyangkut sekitar 165 ton beras dengan nilai Rp 20 juta saja. Untungnya, dalam sidang penuntutan, jaksa cepat-cepat bergerak mengikuti keadaan -- sehingga dapat menopang muka sendiri dari kecaman umum. Jaksa Ibrahim tak lagi berpegang pada jumlah dan nilai beras pada surat tuduhan. Dalam tuntutannya jaksa sudah berpegang pada keterangan saksi: Beras yang diselewengkan Suryatno lebih dari 825 ton dengan harga Rp 110 per Kg. Apa sebelumnya ada permainan angka antara kejaksaan dengan para pegawai Sub Dolog? Belum tentu begitu. Namun diakui "ada angka yan tercecer," kata Idrus Said SH, Ass. II/OPS Kejati Riau, kepada TEMPO. Tapi, kilahnya: "Perkara ini tidak berdasarkan pengaduan Bulog." Kejaksaan hanya mengembangkan informasi. Tanpa bantuan yang jujur dari para yang diperiksa, para pegawai Sub Dolog sendiri, pengumpulan data dan fakta bisa saja meleset. Namun bagaimana tuntutannya kemudian, setelah memperhatikan perkembangan dalam sidang, itulah yang penting. Buktinya tak segan-segan jaksa mengenyampingkan surat tuduhan dan bersandar pada fakta yang terungkap di pengadilan. Tuntutannya pun lumayan: 5 tahun penjara. Suryatno, 38, tak banyak menggunakan waktu untuk membela diri. Ia cuma membutuhkan waktu tak lebih dari 15 menit untuk menyatakan: penyelewengannya itu tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi. Kebijaksanaannya, mengeluarkan DO Sementara dan mengkreditkannya kepada para distributor, "cocok dengan sistem perekonomian di Riau sehingga Bulog dapat berperanan," katanya. Sialnya: penagihan yang dilakukannya kepada para distributor gagal. "Saya merasa tertipu," katanya. Dan "saya menyesal karena terlalu bodoh." Apakah benar Suryatno tidak bekerja untuk diri sendiri. Belum ada tanda-tanda dari jaksa untuk meringkus mata rantai korupsi eks Ka Sub Dolog ini jika memang ada. Apalagi Suryatno sendiri tampaknya menyerah: "Yang penting cepat selesai -- masuk penjara dan kumpul kembali dengan anak dan isteri," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus