SIDANG ke-25 Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, setelah bekerja
hampir 4 bulan, 27 Juli lalu memutuskan: Bekas Kepala Sub Dolog
Tanjung Pinang, drs T. Suryatno, dihukum penjara 4 tahun. Ia
dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan kejahatan korupsi.
Yaitu: menyelewengkan beras Bulog lebih dari 825 ton. Merugikan
negara, yaitu Bulog, sekitar Rp 91 juta.
Cara penyelewengannya mudah dibuktikan. Ka Sub Dolog ini, antara
tahun 1972 sampai tiga tahun berikutnya, telah mengeluarkan
surat perintah penyerahan barang (DO) sementara dan
mengkreditkannya kepada para distributor. Celakanya: uang hasil
penjualannya sendiri tak pernah distorkan ke bank yang ditunjuk
Bulog.
Sejumlah hasil korupsi Suryatno memang tak semata-mata masuk
kantong pribadi. Berapa yang diupetikannya ke atas, tak sempat
diungkapkannya di pengadilan. Hanya ada dana, Rp 4 juta, yang
nyata-nyata digunakannya untuk kepentingan orang lain. Yaitu
untuk membangun gedung stasiun SSB dan biaya pengaspalan jalan
di gudang Bulog Tanjung Unggat. Selebihnya, Rp 8 juta, diterima
oleh terhukum sebagai tanggung jawab pribadinya.
Keputusan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Mahyuddin SH,
agaknya, dapat diterima oleh jaksa maupun tertuduh sendiri.
Sebelumnya, akhir Juni lalu, jaksa telah menuntut hukuman 5
tahun penjara. "Hukuman itu sudah cukup berat," kata jaksa
Ibrahim Laconi SH. Jaksa ini membandingkannya dengan putusan
pengadilan atas perkara Dolog Lahat (Sumatera Selatan). Ka Sub
Dolog Lahat, dengan jumlah dan nilai penyelewengan hampir sama
dengan di Tanjung Pinang, kena hukuman 5 tahun penjara.
Terlalu Kecil?
Namun yang melegakan kejaksaan di sana, barangkali, keputusan
hakim kali ini dapat dianggap menjaga muka korps kejaksaan.
Karena, ketika perkara ini sedang asyik diperiksa pengadilan,
sorotan tajam dan berbagai pertanyaan banyak dialamatkan kepada
kerja para jaksa. Yaitu seputar angka-angka, jumlah dan nilai,
penyelewengan yang tercantum dalam surat tuduhan jaksa yang
banyak dianggap terlalu kecil dari semestinya.
Dalam surat tuduhannya jaksa menyatakan: beras yang
diselewengkan oleh Ka Sub Dolog cuma sekitar 645 ton. Angka ini
memang bukan hasil mengada-ada dari pihak pemeriksa. Jumlah ini
diambil dari hasil pemeriksaan jaksa atas saksi Kepala Bagian
Penyalur Dolog Riau, Margono SH, dan dari Ka Dolog Riau sendiri,
HO Tasno. Dan ternyata, setelah 21 saksi -- termasuk saksi ahli
dari Bulog (Jakarta) - didengar keterangannya, angka yang
dikemukakan jaksa itu merupakan jumlah penyelewengan yang
terkecil.
Imron Lubis, Inspektur Muda Dolog Riau, dalam awal pemeriksaan
hingga dalam persidangan tetap pada keterangannya: Yang telah
diselewengkan oleh Suryatno ialah sekitar 817 ton beras. Sedang
kesaksian yang dibuat oleh Sub Dolog, SM Hutauruk dan Anwar HAS,
menyatakan angka penyelewengan beras sekitar 791 ton. Nah orang
jadi bertanya: Mengapa jaksa tak memakai saja angka-angka yang
memberatkan Suryatno?
Apalagi jika ternyata angka klaim dari pihak Bulog, yang
diajukan oleh saksi ahli drs. Ombak Siregar, lebih hebat lagi:
lebih dari 815 ton beras yangdimainkan di Tanjung Pinang. Itu,
menurut saksi, merupakan angka yang logis. Yaitu hasil
perhitungan akhir oleh Sub Dolog Tanjung Pinang setelah semua
partai penjualan beras yang harus dipertanggungjawabkan Suryatno
habis dikeluarkan: 791.568,5 Kg. Angka ini kemudian ditambah
dengan toleransi susut yang tak diberikan -- karena cara
pengeluarannya dari gudang tidak melalui prosedur yang wajar.
Nilai
Itu baru soal jumlah. Soal nilai juga agak ruwet. Jaksa,
mula-mula, mengikuti keterangan saksi Margono. Harga beras
dipukul rata cuma Rp 83 per Kg. Sehingga nilai korupsi Suryatno
cuma mencapai Rp 53 juta lebih saja. Ini sebenarnya masih
lumayan jika dibanding keterangan Ka Bulog sebelum proses
pengadilan berlangsung. Korupsi di Tanjung Pinang, menurut Ka
Bulog waktu itu, cuma menyangkut sekitar 165 ton beras dengan
nilai Rp 20 juta saja.
Untungnya, dalam sidang penuntutan, jaksa cepat-cepat bergerak
mengikuti keadaan -- sehingga dapat menopang muka sendiri dari
kecaman umum. Jaksa Ibrahim tak lagi berpegang pada jumlah dan
nilai beras pada surat tuduhan. Dalam tuntutannya jaksa sudah
berpegang pada keterangan saksi: Beras yang diselewengkan
Suryatno lebih dari 825 ton dengan harga Rp 110 per Kg.
Apa sebelumnya ada permainan angka antara kejaksaan dengan para
pegawai Sub Dolog? Belum tentu begitu. Namun diakui "ada angka
yan tercecer," kata Idrus Said SH, Ass. II/OPS Kejati Riau,
kepada TEMPO. Tapi, kilahnya: "Perkara ini tidak berdasarkan
pengaduan Bulog." Kejaksaan hanya mengembangkan informasi. Tanpa
bantuan yang jujur dari para yang diperiksa, para pegawai Sub
Dolog sendiri, pengumpulan data dan fakta bisa saja meleset.
Namun bagaimana tuntutannya kemudian, setelah memperhatikan
perkembangan dalam sidang, itulah yang penting.
Buktinya tak segan-segan jaksa mengenyampingkan surat tuduhan
dan bersandar pada fakta yang terungkap di pengadilan.
Tuntutannya pun lumayan: 5 tahun penjara.
Suryatno, 38, tak banyak menggunakan waktu untuk membela diri.
Ia cuma membutuhkan waktu tak lebih dari 15 menit untuk
menyatakan: penyelewengannya itu tidak semata-mata untuk
kepentingan pribadi. Kebijaksanaannya, mengeluarkan DO Sementara
dan mengkreditkannya kepada para distributor, "cocok dengan
sistem perekonomian di Riau sehingga Bulog dapat berperanan,"
katanya. Sialnya: penagihan yang dilakukannya kepada para
distributor gagal. "Saya merasa tertipu," katanya. Dan "saya
menyesal karena terlalu bodoh."
Apakah benar Suryatno tidak bekerja untuk diri sendiri. Belum
ada tanda-tanda dari jaksa untuk meringkus mata rantai korupsi
eks Ka Sub Dolog ini jika memang ada. Apalagi Suryatno sendiri
tampaknya menyerah: "Yang penting cepat selesai -- masuk penjara
dan kumpul kembali dengan anak dan isteri," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini