BETULKAH menjadi rakyat kecil masih serba susah? "Mengikuti
perintah begini salah, tidak ikut begitu juga salah." Begitu
keluh warga Banjar Teguan di desa Bongkasa (Bali). Mereka,
berjumlah 40 orang, beramai-ramai dihadapkan ke meja pengadilan.
Mereka dituduh dan dituntut telah melakukan perampokan dan
pengrusakan atas rumah warga sebanjar: Wayan Tegal dan Sena.
Padahal perbuatan mereka itu seperti yang mereka akui di muka
Hakim, hanya sekedar mengikuti perintah pemimpin banjar mereka:
Kelihan Dinas Banjar Teguan yang bernama I Wayan Sukun (45).
Akhirnya, awal bulan ini, Hakim Anak Agung Ayu Mirah SH
memutuskan: Wayan Sukun sendiri, sang kelihan, dihukum 8 bulan
penjara. Ia dinyatakan terbukti: telah memerintahkan warga
banjarnya mtuk merusak dan merampok rumah Wayan Tegal dan Sena.
Ia lepas dari tuntutan jaksa, yang meminta kepada hakim agar
menghukumnya setahun penjara, untuk kejahatan melakukan tindakan
kekerasan. Ia hanya terbukti untuk tuntutan yang kedua:
mengerahkan orang lain untuk berbuat kekerasan -- dengan
pengaruh kekuasaannya sebagai pemimpin banjar.
Terdakwa lain, orang dekat kelihan yang ikut dalam pengerahan
massa, dihukum 6 bulan penjara. Mereka itu: Ketut Jemet, Made
Kadet dan Pan Runtung. Kecuali terdakwa Pan Untung, yang
beruntung dibebaskan dari segala macam hukuman, terdakwa lainnya
dihukum 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan.
Untuk menjelaskan arti hukuman dengan masa percobaan -- yang
berarti mereka tak harus masuk bui jika tak berbuat jahat selama
masa percobaan -hakim menggunakan bahasa daerah. Karena, begitu
palu diketokkan, para terdakwa yang didampingi para isteri dan
anak mereka semua menangis. Tapi, setelah hakim menjelaskan
dengan bahasa Bali, semua hadirin langsung menerima keputusan
hakim: "Setuju .... " teriak mereka gembira.
Namun begitu, seusai sidang pengadilan, kini mereka
terasa-mempunyai beban batin: Adakah mengikuti perintah pimpinan
banjar - seperti kewajiban mentaati perintah kelihan seperti
selama ini -- merupakan perbuatan yang dapat dihukum? Pertanyaan
ini hanya milik orang Bali saja -- dan warga daerah lain yang
masih polos.
Ganti Rugi
Warga Banjar Teguan, beberapa hari setelah pemilu, telah
dikerahkan oleh Kelihan Wayan Sukun untuk merampok dan merusak
rumah Wayan Tegal dan Sena. Peristiwa itu, pertengahan Mei lalu,
merupakan hukuman banjar yang ditetapkan sendiri oleh sang
kelihan. Karena, menurut Sukun, kedua warga banjar ini telah
menyalahi kesepakatan: mereka dan keluarga tidak mencoblos tanda
gambar Golkar dalam pemilu lalu. Padahal, menurut kelihan, semua
warga banjar telah berikrar setia - malah dilakukan surpah
setia di hadapan Bethari Durga yang bersemayam di Pura Dalem --
untuk memilih Golkar. Tapi, begitu kenyataannya, keluarga Tegal
dan Sena (semuanya 6 suara) telah memberikan suaranya kepada
partai PDI.
Oleh rasa malu, kesal dan takut ditegur 'atasannya', Wayan Sukun
lalu menghukum warga banjarnya dengan hukuman berat: rampok dan
rusak. Warga banjar sendiri, kepada pengadilan, memang mengakui
segala perbuatan mereka. Hakim tak sulit memperoleh pengakuan
dari orang Bali. Kecuali Pan Untung, semua terdakwa mengacungkan
jarinya ke atas, ketika hakim bertanya siapa-siapa saja yang
terlibat peristiwa Bongkasa (TEMPO, 23 Juli).
Wayan Sukun dan jaksa penuntutnya menerima keputusan hakim. Juga
ke 38 warga banjar beramai-ramai menyetujui hukuman yang
dijatuhkan. Tapi tibatiba korban peristiwa Bongkasa, Wayan Sena,
mengangkat jari mohon perhatian ibu hakim. Ia meminta keadilan:
bagaimana ganti rugi untuk rumahnya yang rusak? "Tanpa ganti
rugi saya tak mungkin dapat memperbaiki rumah," kata Sena dengan
bahasa daerah. Hakim agak terkejut. Lama ia memberikan
penjelasan kepada Sena bahwa: tuntutan ganti ruginya harus
diajukan dalam perkara perdata sendiri. Sebab tentu saja,
perkara kriminil yang baru diputus oleh Mirah SH memang bukan
alamat untuk minta ganti rugi segala.
Hanya saja, jika Hakim Mirah -- di luar acara sidang dan tanpa
menyalahi wewenangnya -- memberikan nasehat agar warga banjar
bergotong royong membangun kembali rumah Tegal dan Sena, mungkin
orang Bali akan menyetujui nasehatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini