KISAH Kurniati, anak Indonesia yang diculik oleh seseorang dan
kemudian diadopsi keluarga Belanda, mengilhami Sophan Sophiaan
untuk membuat film. Melalui penulisan Putu Wijaya dan skenario
Sophan sendiri, PT Sanggar Film memproduksi Bunga Bangsa yang
sampai pekan ini beredar di Jakarta dan daerah lain. Tapi semua
yang terlibat dalam film itu mendapat sentilan tidak enak:
digugat Yus Amir, ayah si anak.
Hakim Hartomo, yang memeriksa kasus itu, Rabu lalu tidak
menerima tuntutan Yus Amir. Pengadilan membenarkan dalil para
tergugat karena pihak yang digugat tidak lengkap. Seharusnya,
menurut tergugat, Departemen Penerangan dan Badan Sensor Film
yang mengizinkan produksi dan peredaran film itu, juga digugat.
Akhir pekan lalu pengacara Yus Amir, Sunarto Sarwono, memutuskan
untuk tidak apel ke pengadilan yang lebih tinggi. "Saya ingin
menggugat kembali dari awal dengan melengkapi nama para
tergugat," ujarnya.
Kurniati, 7 tahun, yang diadopsi Pieter Frederick de Best
melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dua tahun lalu, sampai
kini masih dituntut pengembaliannya oleh Yus Amir. Tuntutan yang
diajukan melalui pemerintah Indonesia itu kini diproses
peradilan Belanda. Yus Amir mengaku tidak punya uang untuk
menghadiri persidangan itu. Tapi sebelumnya ia berhasil membujuk
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar membatalkan kembali adopsi
yang sudah disahkan itu. Yus Amir membuktikan anaknya diculik
sebelum diangkat orang Belanda itu (TEMPO, 26 Juni 1982.)
Selain menuntut anaknya kembali, Yus Amir rupanya sibuk pula
menggugat produser film. Ia menuduh "mereka memfilmkan kisah
anak saya dan sekaligus mencari popularitas dan keuntungan di
atas penderitaan kami," seperti dikatakannya kepada TEMPO
kemudian. Buktinya, di kulit muka skenario Bunga Bangsa tersebut
tertulis kata-kata: "Diilhami dari cerita Kurniati, seorang
gadis cilik penghuni Karet Belakang, Jakarta Raya, Ibu Kota
Republik tercinta."
Tahun lalu, tutur Sophiaan, ketika ia sibuk membuat Bunga
Bangsa, Yus Amir bersama Suhartono, asisten Sunarto,
mendatanginya. Pada pertemuan itu, Suhartono menyarankan agar
sutradara itu membantu Yus Amir dalam rangka mengurus Kurniati
kembali ke Indonesia. Ketika itu Sophan tidak keberatan dan
menyuruh Yus Amir membuat permintaan secara tertulis.
Tapi surat permintaan yang diterima Sophan kemudian justru
membuatnya berang. Surat yang ditandatangani pengacara Sunarto
tertanggal 24 April 1982 itu, menyebut-nyebut pula soal hak
cipta dan hukum pidana, selain permintaan uang sebanyak Rp 15
juta. "Saya yang membuat skenario, dan hak ciptanya tentu ada
pada saya," teriak Sophan. Kontan ia membatalkan niatnya memberi
bantuan sebesar Rp 1,5 juta kepada Yus Amir. "Jelas ia mau
memeras saya," tuduh aktor itu.
Pihak mana yang benar dalam soal itu belum diputuskan hakim.
"Putusan saya baru menyangkut kulit, belum isinya," ujar
Hartomo. Hakim itu sependapat bahwa Yus Amir tidak mempunyai hak
cipta atas cerita itu. Namun pihak produser, kata Hartomo,
seharusnya minta izin dulu kepada Yus Amir sebelum memproduksi
film itu. "Kula nuwun, begitulah," tambah Hartomo lagi. Tanpa
permisi, berarti produsen salah dan akan kalah di pengadilan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini