SEMBARI meresmikan gedung departemennya yang baru, bertingkat 22
dan bernilai hampir Rp 17 milyar, Menteri Perindustrian Ir.
Hartarto juga membagi-bagikan hadiah. Selasa 26 Juli lalu,
sebelas kelompok, enam di antaranya dari lembaga pemerintah dan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kecipratan rezeki. Mereka
dinilai telah menemukan teknologi tepat guna. Atau, lebih jelas,
"berhasil menginovasikan atau memodifikasikan produk atau proses
teknologi yang langsung bisa dimanfaatkan."
Inilah untuk pertama kalinya Departemen Perindustrian memberikan
hadiah semacam itu. Jenis temuan yang mendapat penghargaan
memang memperlihatkan keragaman minat para penemunya. Lima
temuan berhubungan langsung dengan sektor pertanian. Yaitu mesin
pengupas kedelai, alat pemipil jagung, alat pengering cengkih,
alat pengering hasil pertanian bertenaga matahari, dan pembuat
urea gelintiran. Di samping itu terdapat mesin bubut sederhana,
stasiun bumi kecil, dapur kupola kecil, kendaraan bermotor niaga
sederhana, pembuatan baja tahan aus, dan stasiun bumi kecil
mobile trantsportable.
Dengan penghargaan ini, "pemerintah bermaksud merangsang usaha
mencari atau menginovasikan teknologi yang segera bisa berguna
untuk membantu kelancaran pembangunan," ujar Hartarto kepada
TEMPO. Dengan wajah berseri-seri, menteri menyalami para penemu
yang -- kecuali seorang wanita yang hadir mewakili -- lengkap
berjas dan berdasi.
Rata-rata penemu berusia antara 30 dan 45 tahun. Sebagian besar
sarjana, yang bekerja atau membuka usaha sendiri, di samping
karyawan balai penelitian pemerintah. "Mungkin hanya kami yang
drop out," kata Sandjojo, 30 tahun. Bersama rekannya Rachim Ry,
32 tahun, Sandjojo membuat alat pemipil jagung yang diberi nama
"Pipil Mungil."
Ide membuat "mesin" ini terbit di kepala Rachim ketika ia berada
di Baraboo, negara bagian Wisconsin, Amerika Serikat, 1977.
Pergi ke sana untuk mempelajari bisnis perkakas pertanian,
jebolan SMA Bandung ini terpesona melihat seorang petani memipil
jagung dengan mesin manual kecil.
Lima tahun kemudian, seraya mengelola perusahaan pengadaan alat
pertanian yang dinamainya PT AR Sains, Rachim meminta Sandjojo
menggambar alat tersebut. Bersama seorang teman lagi, Alamsyah,
mereka menciptakan semacam alat sederhana dari pipa pendek,
dengan lekuk-lekuk di tengahnya.
Dalam suatu kesempatan menawarkan pengetes tanah (soil tester)
ke Bina Graha Sandjojo sekaligus menjual gagasan pemipii jagung
itu. Presiden tertarik. Apalagi kemudian terbukti, ayah
Sandjojo, Almarhum Sudibyo Putih, dulunya satu batalyon dengan
Pak Harto.
Presiden segera memesan 5.000 unit, antara lain untuk panen raya
jagung di Nusa Tenggara Timur. "Bulog juga ikut membeli," ujar
Rachim Ry. Dengan harga Rp 65.000 per unit, alat ini mampu
menghasilkan 50 kg jagung pipilan dalam 1 jam. Apa bedanya
dengan alat tradisional dan ciptaan kaum tani yang juga banyak
dijumpai di pedesaan? "Mesin kami tidak merusak lembaga," sahut
Sandjojo. Maka hasil pipilan mesin mereka, yang diberi nomor
model ARS 2002 (karena didemonstrasikan di depan Presiden pada
20 Februari 1982), bisa dijadikan bibit.
Meski tak dijual kepada umum -- hanya melayani pesanan
pemerintah -- sudah 12.000 unit "Pipil Mungil" yang dibuat PT AR
Sains. Berbeda dengan temuan Ir. Wibisarto dari Balai Besar
Industri Logam & Mesin, (BBILM), Bandung, yang pemasarannya
belum bisa dipastikan.
Kepala Seksi Teknik Mesin BBILM ini mendisain "Rusa 1".
kendaraan bermotor niaga sederhana (KBNS) kategori II, dengan
daya angkut 2,5 ton. Menggunakan mesin diesel 2.500 cc produksi
PT Bosma Bisma Indra, Surabaya, inilah "mobil pertama yang
dibuat berdasarkan mesin hasil industri dalam negeri."
Mobil ini menggunakan sistem pendinginan udara. Kecepatan
maksimalnya 82 km per jam. Memang agak lambat. "Tetapi di
tanjakan, kecepatan itu tetap bisa dipertahankan," ujar
Wibisarto, yang sudah tiga kali membawa "Rusa 1" pulang balik
Bandung-Jakarta.
Sudah sejak April 1981, Wibisarto mendapat perintah lisan
atasannya, merealisasikan proyek KBNS. September tahun itu surat
resmi keluar, sekalian dengan dana resmi Pada 26 Februari 1982,
model pertama dipamerkan di arena Pekan Raya Jakarta.
"Rusa 1 memang belum memuaskan saya," ujar Wibisarto, yang
dibantu asistennya, tiga sarjana muda teknik. Itulah sebabnya ia
merancang "Rusa 2", dengan tujuan meningkatkan akselerasi,
dengan mengganti gearbox. "Mudah-mudahan lebih baik," katanya.
Penggemar gokart itu mengeluh akan sulitnya sarana pengukuran
dan uji coba model kendaraan di Indonesia.
Di samping plaket dan piagam penghargaan, Wibisarto belum tahu,
hadiah apa lagi yang bakal diterimanya. Untuk kelompok swasta
memang ada hadiah perangsang, uang tunai Rp 500 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini