Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Komnas HAM Periksa Polisi di Lapangan Saat Kerusuhan 21-22 Mei

Selain peran polisi, Komnas HAM juga akan menyelidiki soal arus informasi di internet dan media sosial dan pengaruhnya dalam Kerusuhan 21-22 Mei.

16 Juli 2019 | 07.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Massa melakukan perlawanan ke arah petugas di depan kantor Bawaslu di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengumpulkan keterangan dari 20 polisi yang bertugas pada saat demonstrasi yang menjadi kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta Pusat dan menimbulkan kekerasan oleh aparat. Para polisi itu memenuhi panggilan Komnas HAM, Senin, 15 Juli 2019. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami mendalami rantai komando dan koordinasi para komandan lapangan kepolisian yang bertugas pada 21-22 Mei,” kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, saat dihubungi, Senin, 15 Juli 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Informasi dari para polisi yang bertugas di lapangan akan dicocokkan dengan keterangan yang disampaikan oleh atasannya seperti kepala Polres, Polda, dan kesatuan lain yang memiliki rantai komando waktu itu. “Hasilnya belum kami simpulkan.” Tapi, gambaran materinya ada peran dan sistem komunikasi dan koordinasi yang dijalankan oleh para perwira lapangan, terutama ketika situasi chaos.

Komnas menanyakan soal apakah ada perubahan strategi, sistem kooordinasi antarpasukan dan taktik antisipasinya ketika demonstrasi damai itu berubah menjadi kerusuhan tak terkendali. “Mereka menjawab sesuai SOP dan perintah komandan, tetapi sekali lagi harus dicek lagi atasannya,” ujar Beka. 

Tidak hanya polisi di lapangan, Komnas HAM juga sudah meminta keterangan polisi pemimpin wilayah seperti Polda Metro Jaya, Polres maupun komandan satuan seperti Brigade Mobil dan Samapta Bhayangkara atau Sabhara. 

Selain peran polisi, Komnas HAM juga akan menyelidiki soal arus informasi yang ada di internet dan media sosial. “Soal ujaran kebencian, provokasi, agitasi ataupun ajakan untuk melakukan tindakan kekerasan,” kata Beka.

Kerusuhan terjadi seusai Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan pemenang hasil rekapitulasi Pilpres 2019. Massa yang tak terima dengan hasil KPU, unjuk rasa di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa aksi pada 21-22 Mei memang dibagi ke dalam dua segmen. Segmen pertama adalah unjuk rasa damai yang dimulai dari pagi sampai pelaksanaan salat magrib, buka puasa, hingga Salat Tarawih. Hasil komunikasi dengan koordinator lapangan, masih sangat baik. "Tapi di segmen kedua, kelompok perusuh sudah menyiapkan diri," kata Dedi.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus