Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Anwar Nasution, telah meminta Inspektur Jenderal BPK memeriksa auditor yang menerima Dana Abadi Umat Departemen Agama. Anwar berjanji menerapkan tindakan tegas pada mereka. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Tempo, Arif Kuswardono dan Abdul Manan, Jumat pekan lalu.
Dalam pernyataan Bapak, aliran dana yang diterima BPK sebanyak tiga kali. Salah satu di antaranya tidak diambil. Sedangkan data dari BPKP (Badan Pemeriksaan Keuangan Pembangunan) menyebutkan delapan kali. Lalu, ke mana lima aliran lainnya?
Itu Sekjen yang ngerti. Itu kan terjadi sebelum saya di sini. Saya dapat laporan dari mereka bahwa itu sama dengan yang lain-lain. Kita memeriksa di masa lalu itu, antara lain, minta dana dari auditee, seperti Departemen Agama, Bank Indonesia, dan beberapa BUMN yang sudah disebut Sekjen pada waktu hearing dengan Komisi IX itu. Nah, katanya tidak ada yang masuk yayasan.
Soal dana masuk ke Yayasan BPK itu ada dalam keputusan Menteri Agama?
Saya kemari baru Desember. Saya sudah minta ke Ari Sulendro. (Audit BPKP) itu memang karena Pak Maftuh Basyuni (Menteri Agama) tidak puas dengan hasil pemeriksaan BPK sehingga minta BPKP. Jadi, itulah yang kita warisi dari orde lama itu. Korupsi itu terjadi di mana-mana, termasuk di sini (BPK), termasuk di BPKP. Dulu itu Bank Indonesia diperiksa BPKP, Pertamina itu diperiksa BPKP. Semuanya itu beres-beres aja. Departemen Agama diperiksa BPK, beres-beres saja.
Anda merasa ketiban pulung?
Tidak. Semua seperti itu. Itulah yang kita warisi. Itu kelakuan yang biasa, ajarannya Pak Harto. Bunganya itu boleh dimakan, halal. Seperti berita yang kau tulis itu, uang (Dana Abadi Umat Departemen Agama) itu ditaruh di tiga rekening. Bunganya itu yang dimakan. Itulah istilahnya hafidz makan riba. Hafidz itu orang hafal Quran, yang makan riba uang rakyat. Kalau KPU: itu uang negara. DAU ini kan uang orang miskin. Petani bawang dari Brebes, misalnya, bekerja dari subuh sampai terik. Berapa pendapatannya dari bawang? Sen demi sen dia tabung supaya sebelum mati bisa naik haji. Itu pun dimakan.
(Anwar mempersilakan Sekretariat Jenderal BPK, Seno, untuk memaparkan aliran dana dari Departemen Agama). Menurut Seno, ada tiga kali aliran dana dari Departemen Agama. Pertama, 19 April 2002, sebesar Rp 607.347.000, untuk audit Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2001-2002. Kedua, 11 April 2003, sebesar Rp 472.660.500, untuk biaya audit BPIH 2003. Ketiga, 4 Maret 2004, sebesar 378.245.500. Dana untuk biaya audit 2004 ini tidak diambil karena bisa ditanggulangi dana yang ada. Dana itu tak langsung ke Departemen Agama, melainkan disetorkan ke kas negara melalui BNI. BPK mencairkan masing-masing dana itu setelah ada Surat Keputusan Otorisasi Rutin (SKOR) dari Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan.
Dalam data yang kami terima, rata-rata cek transfer dana tanpa tanda tangan penerima. Cuma ada tanda tangan dari BPIH, yaitu Taufik Kamil (direktur jenderal) dan Enin Soefihara (bendahara). Setelah you punya berita, saya terima kasih untuk itu, saya minta Inspektur Jenderal BPK (mencari tahu) siapa yang pada waktu itu terlibat dalam kasus ini. Kemudian tolong saya diberikan sejauh mana keterlibatannya. Laporan itu yang saya belum terima. Jadi, saya belum tahu.
Ada nama auditor yang juga menerima dana dari KPU juga masuk dalam penerima dana itu.
Justru itu yang saya kepingin tahu. Bukan hanya dari Irjen. Saya katakan juga kepada Kepala BPKP Ari Sulendro, berikan saya laporan kau. Saya terima kasih sama kau. Dia janji akan memberikan.
Kapan permintaan itu disampaikan?
Waktu ada pertemuan di Istana dua malam yang lalu. Saya bilang terima kasih sama dia. Saya tidak tersinggung. Saya tidak marah.
Sampai sekarang Bapak belum tahu siapa-siapa auditor yang terima dana itu?
Saya belum tahu. Setelah ada data dari Irjen dan laporan Ari Sulendro, baru saya akan cross check. Saya juga minta bahan dari Pak Taufiq Ruki (Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi). Saya kan baru enam bulan di sini. Saya ingin tahu apa saja yang saya dapat sebagai warisan. Saya ini sama dengan Menteri Agama Maftuh Basyuni. Dia ingin tahu dengan Departemen Agama. Ini kok laporan BPK bagus-bagus aja. Betul nggak nih? Makanya dia bertanya pada "dukun" lain. Kan boleh.
Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kabarnya juga memberi perhatian soal aliran dana kepada auditor BPK ini.
Saya terus terang sama kau bahwa saya percaya sama Pak Hendarman Supandji (Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Dari tampangnya saya tidak yakin kalau dia jual-beli SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kayak yang dia gantikan. Dari tampangnya saja saya yakin. Baru kali ini ditangkap: hafidz, gubernur, direktur-direktur bank. Dulu mana ada? Dulu hasil pemeriksaan BPK soal BLBI coba lihat. Mereka bikin jadi alat pemerasan tuh.
Ada tanda-tanda kasus BLBI dibuka lagi?
Itulah yang kalian harus ributkan. Ini KPU cuma berapa. Dana BLBI itu Rp 450 triliun. Tak main-main. Uang sogok mungkin cuma Rp 1 miliar untuk satu orang, terus SP3. Murah sekali kan itu.
Penggunaan Dana Abadi Umat untuk membiayai audit itu kan menyalahi undang-undang?
Jelas, itu melanggar. Karena itu, tadi Pak Sekjen mengatakan, sama dengan dari Bank Indonesia dan BUMN yang lain, dana mengalir dari departemen teknis atau BUMN atau Bank Indonesia ke Dirjen Anggaran dulu, baru kemudian masuk ke kita. Kalau soal itu, salah yang dulu kenapa anggaran diterima. Kalau saya baca berita Anda, inilah praktek ajaran Pak Harto. Pak Harto sendiri mengatakan, kalau makan bunganya boleh, sah-sah saja, asal (dana) pokoknya utuh. Ini kan sama saja. Pokoknya utuh. Kalau begitu, komisi juga bisa dimakan dong? KPU kan komisi semua. Apa bedanya komisi dengan bunga?
Ada keluhan juga bahwa dana dari luar itu diterima karena biaya operasional BPK kecil?
Jelas, terlalu kecil. Gaji saya di Universitas Indonesia apa besar? Maka itu saya nulis di Tempo, ikut panel, supaya saya dapat duit. Kalau (auditor) tak cukup uang, harusnya minta sama sekjen.
Bukankah itu yang juga jadi alasan menerima duit dari luar?
Itu yang tak boleh. Menyalahgunakan kekuasaan. Jadi, kalau mereka harus begitu, rusaklah kita.
Beberapa kalangan menyebut auditor menerima dana dari yang diaudit itu perkara serius karena ada unsur kerja sama?
Ini serius. Makanya saya katakan, saya justru berterima kasih pada Ari Sulendro. Saya tidak merasa dipermalukan. Sekarang ini, masyarakat menuntut ingin tahu dari dan ke mana duit mengalir. Maka, terjadilah yang seperti sekarang ini. Maka, kepada semua pihak, panitia anggaran DPR, Komisi IX, Komisi III, dan DPD, saya katakan, itulah fakta hidup BPK ini. Solusinya, mereka dan pemerintah berjanji, juga Pak SBY, akan menambah anggaran BPK. Saya minta supaya gaji auditor BPK itu paling tidak sama dengan auditor BPKP. BPKP itu asal-usulnya dari Departemen Keuangan. Waktu saya di sana, Ali Wardhana (mantan Menteri Keuangan) menaikkan gaji kami 10 kali lipat dari gaji pegawai negeri. BPKP pisah dari Departemen Keuangan, terus itu. Staf BPK pegawai negeri biasa. Sama dengan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Beberapa auditor mengaku menerima dana dari KPU dan mengembalikannya. Apakah ini tidak mencemarkan nama BPK?
Siapa saja yang terlibat itu akan saya tindak. Saya katakan berkali-kali, yang memerintahkan untuk melakukan audit investigasi KPU itu adalah saya. Kalau (dicari) pahlawannya, itu sayalah. Jangan cari-cari pahlawan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo