Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kursi Gubernur di Pelupuk Alzier

Mahkamah Agung memenangkan gugatan Alzier Dianis Thabranie terhadap Menteri Dalam Negeri. Bola kini di tangan presiden.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR dari Mahkamah Agung itu membuat Alzier Dianis Thabranie sumringah. Setelah dua tahun, akhirnya MA memenangkan gugatan Ketua Golkar Lampung itu terhadap Menteri Dalam Negeri. Putusan itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelumnya. "Putusan itu sekarang sedang direvisi ketikannya," kata Direktur Hukum dan Peradilan MA, Suparno, kepada Tempo Selasa pekan lalu.

Inti putusan MA itu adalah membatalkan dua surat keputusan Menteri Dalam Negeri—ketika itu Hari Sabarno—berkaitan dengan pemilihan Gubernur Lampung pada 30 Desember 2002. Dua SK itu membenamkan harapan Alzier menjadi Gubernur Lampung. "Saya dizalimi, padahal proses pemilihan gubernur itu demokratis, bahkan sudah lewat uji publik segala," katanya.

Kasus ini mulai sejak Alzier mencalonkan diri sebagai bakal calon gubernur. Ketika itu pimpinan pusat PDI Perjuangan tak mengizinkan pencalonannya karena pusat sudah mencalonkan Oemarsono, Gubernur Lampung, untuk periode kedua. Pencalonan Alzier diajukan oleh PDI Perjuangan Lampung.

Sehari sebelum pemilihan gubernur, pada 30 Desember 2003, Menteri Dalam Negeri mengirim radiogram kepada pimpinan DPRD: meminta Dewan meneliti ulang pencalonan Alzier. Menurut kawat itu, Alzier cacat administrasi dan terlibat pelanggaran hukum. "Tapi radiogram dan peringatan Mendagri tidak didengar, DPRD tetap melaksanakan pemilihan," kata Hari Sabarno di depan anggota DPR pada 12 Juni 2003.

Hasilnya, pasangan Alzier-Anshory memenangi pemilihan. Departemen Dalam Negeri menilai pemilihan itu cacat hukum. "Bisa dianulir," kata Dirjen Otonomi Daerah kala itu, Ontarto Sindung Mawardi. Pelantikan Alzier, yang direncanakan pada 25 Januari 2003, tidak terjadi. Untuk sementara, jabatan Gubernur Lampung diambil alih Hari Sabarno,

Setahun kemudian muncul dua surat keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri yang memupuskan harapan Alzier menjadi orang nomor satu di Lampung. SK pertama membatalkan keputusan DPRD Lampung yang menetapkan Alzier-Anshory sebagai gubernur, SK kedua memerintahkan pemilihan ulang. Hari Sabarno ketika itu juga menunjuk Tursandy Alwi sebagai care taker gubernur provinsi itu.

Alzier kemudian berurusan dengan hukum. Menurut Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, Alzier terlibat sedikitnya enam tindak pidana. Pada 19 April 2003, sepasukan Brimob mengangkut secara paksa Alzier dengan helikopter ke Markas Besar Polri.

Alzier kemudian diadili di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung, untuk kasus tuduhan penggelapan 500 ton pupuk PT Pusri, plus pemalsuan gelar sarjananya: drs, SE, dan MBA. "Padahal lulus perguruan tinggi saja tidak," ujar R.O. Siahaan, jaksa Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Alzier sendiri menganggap SK Menteri Dalam Negeri itu tidak sah. Ia menggugat Mendagri ke PTUN Jakarta. Pada 13 Mei 2004, PTUN Jakarta ternyata memenangkan gugatannya. PTUN menyatakan dua SK Departemen Dalam Negeri itu tidak sah, dan memerintahkan Mendagri mencabut keputusannya.

Departemen Dalam Negeri mengajukan banding. Tapi, lagi-lagi PT-TUN Jakarta memenangkan Alzier. Dan kini, di tingkat kasasi MA, Alzier menang lagi. Apakah dengan kemenangan ini Ketua DPD Golkar itu berhak atas kursi Gubernur Lampung yang kini diduduki Sjachroedin? Inilah yang menjadi perdebatan.

Menurut Ketua PTUN Lampung, Sugiya, kemenangan Alzier tak serta-merta membuat ia bisa menjadi gubernur. "Sesuai dengan Pasal 117 Undang-Undang No. 9/2004 tentang PTUN, atas suatu kondisi yang berubah, tergugat dapat memberikan uang kompensasi kepada penggugat. Inilah solusi terbaik," katanya.

Besarnya ganti rugi itu, kata Sugiya, bisa dihitung berdasarkan tunjangan jabatan gubernur hingga masa pensiun. Di luar itu, kata Sugiya, ia juga bisa diberi jabatan yang setara. "Tapi, tak mungkin mengangkat Alzier untuk gubernur pada wilayah yang sama. Pasti menimbulkan kekacauan," katanya.

Gubernur Lampung Sjachroedin menyatakan posisinya sebagai gubernur sangat kuat. "Saya ini dipilih dan diangkat oleh keputusan presiden," katanya. Sjachroedin mengaku putusan MA itu tak mengancam kedudukannya. "Putusan itu tidak memerintahkan Alzier dilantik dan saya melepaskan jabatan," katanya.

Tapi, jika diganti uang, tampaknya Alzier akan menampik. "Ini bukan masalah perdata, tidak bisa diganti dengan uang," kata Luhut Pangaribuan, pengacara Alzier. Menteri Dalam Negeri, kata Luhut, sekalipun akan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK), misalnya, tetap harus tunduk pada putusan MA. "Sesuai dengan undang-undang, eksekusi putusan kasasi tidak bisa dihalangi, sekalipun Depdagri mengajukan PK," kata Luhut.

Menteri Dalam Negeri M. Ma'ruf mengaku sampai kini belum menerima putusan MA itu. "Amar putusannya belum saya terima," katanya. Menurut Ma'ruf, pihaknya kini sedang melakukan sejumlah antisipasi atas keputusan MA itu.

Di mata bekas Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, kasus Alzier ini adalah akibat tarik-menarik antara "orang pusat" dan daerah dalam proses pemilihan gubernur. Menurut Ryaas, tak mudah menyelesaikan kasus Alzier ini dan harus dilihat benar bunyi putusan MA itu. "Ini kasus hukum dan bukan politik," katanya. "Bola sekarang di pemerintah. Presiden harus berhati-hati memutuskan masalah ini."

L.R. Baskoro dan Fadilasari (Lampung)


Jejak Menuju Kursi Gubernur

DUA pucuk surat dari Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno mengandaskan impian Alzier menjadi Gubernur Lampung. Inilah "jejak" pemilihan Gubernur Lampung itu.

30 Desember 2002: Alzier D. Thabranie dan Anshory Yunus terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung. Ia mengalahkan Oemarsono, yang didukung DPP PDI Perjuangan, dengan suara 39: 33. Alzier tak kunjung dilantik.

1 Desember 2003: Keluar dua surat keputusan Mendagri. SK No 161.27-598/2003 menyatakan pembatalan Alzier sebagai Gubernur Lampung, dan SK No. 121.27/1.989 mengatur pemilihan ulang gubernur. Alzier menggugat SK Mendagri ini ke Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Jakarta.

12 Februari 2004: Pengadilan Negeri Bandar Lampung menjatuhkan hukuman percobaan 12 bulan penjara terhadap Alzier atas kasus penggelapan 500 ton pupuk Pusri dan gelar sarjana palsu.

13 Mei 2004: PTUN Jakarta menyatakan SK Mendagri tidak sah.

24 Mei 2004: DPRD Lampung melakukan pemilihan ulang gubernur.

2 Juni 2004: Sjachroedin dan Syamsurya Ryacudu dilantik Mendagri Hari Sabarno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung.

19 Oktober 2004: Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memenangkan gugatan Alzier.

17 Juni 2005: Mahkamah Agung menolak kasasi Depdagri dan memenangkan gugatan Alzier.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus