ROBBY Tjahjadi dkk terpaksa berhadapan kembali dengan majelis
hakim di pengadilan. Kali ini cuma untuk memberi kesaksian
tambahan hagi perkara Abu Kiswo, yang telah diperiksa kembali
bulan lalu untuk melengkapi pembuktian perkara korupsinya yang
telah sampai di meja banding. "Bukan pemeriksaan ulang", kata
Hakim Bismar Siregar SH menjelaskan. Hanya sekedar memenuhi
perintah atasan", lanjutnya, "agar lengkaplah pembuktian
kejahatan korupsi yang pernah saya periksa dan putus tiga tahun
lalu". Walaupun pemeriksaan tambahan dilakukan bulan lalu, saat
gencarnya mensubversikan & menusakambangankan penyelundup dan
yang terlibat, tak ada sepotong kalimat pun yang menyatakan Abu
Kiswo telah melakukan subversi ekonomi. Hanya saja fakta masih
seperti dulu: bekas Kepala Dinas Pemberantasan Penyelundupan BC
Tanjung Priok itu telah sengaja memberi kesempatan kepada Robby
cs untuk menyelundupkan mobil dari luar negeri.
Balap Mobil
Dalam surat tuduhan yang telah dibacakan jaksa tiga tahun lalu,
terperincilah fakta uang suap yang pernah diterima pejabat BC
ini. Dari Robby sendiri, konon, Abu Kiswo pernah menerima uang
Rp 2 juta. Dari Noto Sugiyono Rp 21 juta, dari Sely Rp 3,75
juta, dari Edy Tanjung Rp 2 juta, dari Maulana Yatim Rp 3 juta,
dari Tommy Rp 100 ribu dan akhirnya dari Kapten A. Tengker
diterimanya Rp 1,9 juta. Namun, baik dalam pemeriksaan tiga
tahun berselang maupun yang terakhir ini, fakta uang suap itu
tak terbeberkan di pengadaan. Karena semua saksi membantahnya.
Malah Robby, katanya, mengenal Abu pun, tidak. Maksimal hanya
terungkap, misalnya, Heru Chandra (ipar Robby) hany pernah
meminjamkan sebuah mobil Mercy ketika mobil Abu Kiswo sedang
rusak. Masih dari Heru diketahui, penjahit Elsa pernah membuat
tagihan ongkos jahit Rp 8 ribu (cuma), kepada Nyonya Robby atas
pesanan Nyonya Abu Kiswo.
Sely malah mengaku tak pernah memberikan uang sesenpun kepada
tertuduh, walaupun ia pernah meminta suatu pertolongan sekian
kali dalam urusan dinas. Kalau ada urusan dokumen untuk
mengeluarkan mobil yang sulit atau menyeleweng sama sekali, Sely
selalu mendapat kesempatan membereskannya melalui bekas Kepala
Dinas P2 itu. Misalnya, baa mobil kiriman yang mahal bea
masuknya itu tidak lengkap dokumennya, Sely dapat membujuk
tertuduh agar menganggap barang kiriman itu sebagai barang
pindahan saja. Saksi Buce, yang juga mengenal tertuduh dalam
rangka penyelesaian dokumen pemasukan mobil, memang mengaku
pernah memberi sesuatu kepada pejabat ini. Tapi itu hanya
sekedar karcis untuk nonton bola di Senayan saja, tak lebih dari
itu. Boleh percaya atau tidak, Karsono yang pernan memanfaatkan
kedudukan pejabat lumayan di BC itu, hanya pernah memberi upeti
beberapa karcis untuk nonton balap mobil di Ancol. Apakah
kebetulan karena ia seorang pembalap saja? Juga saksi A. Tengker
membantah pernah menyuap Abu Kiswo. Ia memang pernah berjaa
kepada Abu Kiswo, yaitu ketika ia memberikan pinjaman uang Rp
400 ribu waktu tertuduh mmebetulkan- nya suatu kali. Itupun,
katanya, sudah dibereskan.
Ongkos Jahit.
Alhasil, apa yang terbukti sebagai fakta kejahatan korupsi itu,
dalam pemeriksaan tambahan pun hanya terungkap tak lebih dari
sekian ribu rupiah ongkos jahit dan karcis bola & balap mobil
saja. Namun harus dicatat para saksi mengakui bersama, pernah
memanfaatkan kedudukan tertuduh dalam rangka menyelesaikan
dokumen pemasukan mobil yang tak beres. Dan hal itu tentu
mustahil dilakukan tertuduh tanpa memperoleh imbalan apa-apa.
Syukur pengadilan tidak mencoba menghitung berapa juta rupiah
yang pernah diterima tertuduh selama menyalahgunakan
kedudukannya. "Nilainya memang tidak begitu penting". kata
Bismar di luar sidang. Yang penting apa? "Ya dari fakta ongkos
jahit dan karcis itu saja jeLas, hakim yakin apa yang disebut
korupsi dan penyuapan itu sudah terbukti", katanya kepada
TEMPO.
Dalam kesimpulannya, setelah mendengar pengakuan saksi dalam
pemeriksaan tambahan itu, jaksa tetap pada apa yang dituntutnya
tiga tahun lalu. Abu Kiswo sendiri menyatakan, sejak waktu itu,
kemudian ditambah dengan keterangan para saksi terakhir
tadi,"saya merasa tidak bersalah dan mohon dibebaskan dari
segala tuntutan hukum". Hakim berjanji, apa yang disimpulkan
jaksa, permintaan tertuduh dan semua keterangan saksi, akan
diteruskan kepada Pengadilan Tinggi. Karena tugas saya hanya
mengadakan pemeriksaan tambahan dan hasilnya saya serahkan
kepada atasan untuk memperoleh keputusan yang seadil-adilnya".
kata Bismar dalam sidang.
Itu-Itu Juga
Abu Kiswo (43) ditahan sejak Oktober 1972 dengan tuduhan,
terlibat dalam penyelundupan mobil yang dilakukan Robby
Tjahjadi. Hingga kini ia tetap berada dalam tahanan, sementara
Robby, penyelundupnya sendiri, saat ini telah bebas setelah
menyelesaikan masa hukumannya dua setengah tahun dan melunasi
denda Rp 25 juta. Bulan Juni 1973 Abu Kiswo diajukan ke
pengadilan untuk dua tuduhan sekaligus: kejahatan korupsi dan
kejahatan ekonomi. Dalam sidang yang cepat, jatuhlah vonisnya.
Untuk kejahatan korupsi ia kena ganjar lima tahun penjara dan
denda Rp 7,5 juta. Sedangkan untuk keterbuktiannya dalam
melakukan kejahatan ekonomi, ia harus masuk bui dua setengah
tahun berikut denda Rp 10 juta. Tertuduh dan jaksa naik banding.
Pengadilan Tinggi yang memeriks perkara banding dua perkara itu.
tahun 1974 mengembalikan berkas perkara itu ke Pengadilan Negeri
Jakarta Utara-Timur. Alasannya: cara Bismar menggabungkan
pemeriksaan dua perkara menjadi satu itu -- walaupun surat
keputusannya dipisahkan satu dengan yang lain tidak dibenarkan.
Dan dalam hal itu juga, Pengadilan Tinggi melepaskan Abu Kiswo
dari tahanan sementara. Sebabnya sederhana saja. Pegawai negeri
ini toh tidak akan melarikan diri dari cengkeraman hukum. Tapi
eks pejabat BC ini tidak begitu lama bebas. Karena Mahkamah
Agung, yang membenarkan cara kerja Bismar (pemeriksaan boleh
digabung, toh tertuduhnya, saksinya dan materi perkaranya
itu-itu juga), cepat memerintahkan agar Abu segera masuk
kembali ke rumah tahanannya. Dan Pengadilan Tinggi Jakarta
diperintahkan, harap segera memeriksa perkara yang dimintakan
banding itu saja (TEMPO, 24 Agustus 1974).
Biasa Kok
Untuk perkara kejahatan ekonomi. Pengadilan Tinggi Jakarta
segera memberikan keputusannya memperkuat apa yang telah
diputus oleh pengadilan bawahannya. Namun untuk perkara
korupsi, ternyata masih ada soal yang harus dibereskan dulu oleh
Bismar. Berkas perkara untuk kedua kalinya dikirim kembali ke
Pengadilan Negeri di Jakarta By Pass tersebut. Dan mau tak mau
seperti apa yang diperintahkan atasan nya, pengadilan ini harus
membuka kembali perkara lama ini. Lalu berikutnya, bulan lalu,
telah dilakukan pemeriksaan tambahan untuk melengkapi pembuktian
fakta korupsi seperti yang dituduhkan. Walaupun hasilnya......
Tidak ada yang aneh. Perintah agar diadakan pemeriksaan tambahan
itu, sebagai perintah atasan, "itu memang wewenang Pengadilan
Tinggi", kata Bismar. Dan itu termasuk wewenang untuk merasa
cukup dengan apa yang telah diperiksa oleh pengadilan bawahannya
atau minta dilengkapi seperlunya. "Cuma", kata Bismar, "rasanya
baru sekali ini terjadi, paling tidak di wilayah pengadilan
saya". Ah, tidak begitu. "itu biasa kok", kata Iman Anis SH.
Sayangnya Wakil Ketua Pengadilan Tinggi itu belum memberikan
contohnya sebelun kasus Abu Kiswo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini