Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Pertolongan pertama, bagaimana ?

Pengarang: kartono mohamad jakarta: gramedia, 1975

10 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTOLONGAN PERTAMA oleh dr. Karkono Mohamad Penerbit: P. T. Gramedia, Jakarta 1975, 160 halaman. *** SEORANG penjala ikan di Aceh Selatan diberitakan keselak tenggorokannya. Rupanya sudah menjadi kebiasaan di sana penduduk menyimpan ikan tangkapannya dengan menggigit bagian kepalanya, sementara ia membenahi ikan-ikan lainnya yang masih menyangkut di jala. Tapi sial bagi sang nelayan itu, ikan yang digigit melejit dan nyangkut di rongga pernapasannya. Keruan saja ia sukar bernafas. Dan bila ia terlambat ditolong seorang dokter di sebuah Puskesmas, maut pun telah siap merenggut nyawanya. Kecelakaan serupa itu tak jarang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Di restoran atau di rumah tangga misalnya. Orang-orang yang sedang berpesta pora mendadak dikejutkan oleh seorang tamu yang keselak sepotong bistik. Si Buyung yang tadinya masih kelihatan asyik bermain-main dengan mobil-mobilan, tiba-tiba saja "kemasukan" benda asing di tenggorokannya. Peristiwa itu semua mengingatkan kita pada Pertolongan Pertama, karya dokter Kartono Mohamad yang baru beredar. Dalam buku itu Kartono menampilkan tak kurang dari 140 macam pertolongan pertama dari pelbagai kecelakaan atau keadaan yang bisa mengancam keselamatan. Dari kecelakaan ringan seperti tersayat pisau sampai pada yang parah seperti terselak benda asing di tenggorokan, ia mencamkan kita akan resep yang paling "sederhana". Baik untuk sang korban, tapi terutama untuk sang penolong: jangan panik, meski tidak berarti boleh lamban. Pada kecelakaan lalu lintas di jalan raya misalnya seorang pengendara sepeda motor yang terhampar pingsan karena benturan pada bagian kepalanya, pada umumnya akan terlihat "tenang" atau paling-paling menunjukkan gejala kejang. Yang panik justru mereka yang berbaik hati mau menolong sang korban. Dalam peristiwa "gegar otak" semacam itu, tindakan pertolongan pertama (yang berlatar atau yang salah) bisa memutuskan nasib penderita selanjutnya. Oleh karena itu dalam Pertolongan Pertama Kartono -- seperti pula New Essential First Ai (Pan Books, 1972) karangan Gardner dan Roylance yang oleh The British Medical Journal dinilai sebagai buku yang terbaik dalam hal pertolongan pertama -- didahului dengan pedoman pokok dalam menghadapi kecelakaan. Tidak panik, mengenal kecelakaan sang korban, perhatikan pernafasan, hentikan perdarahan, amati kalau terjadi shock dan jangan memindahkan korban terburu-buru. Sistimatis itu penting. Karena "pertolongan pertama ditujukan untuk menyelamatkan jiwa korban, meringankan penderitaan mereka serta mempertahankan daya tahan korban sampai pertolongan yang lebih mantap oleh dokter dapat diberikan". Dengan bahasa yang jernih dan mudah dimengerti Kartono tak lupa mengembalikan peroalan pada safety is a common sense -- keselamatan tergantung pada akal sehat. Sehingga seorang awam pun yang menderlta kecelakaan (yang masih segar ingatannya) dirangsang untuk melakukan tindakan pertama menolong diri sendiri (self-help). Tak kurang pula disugukkan : cara pertolongan yang mutakhir. Misalnya dalam menghadapi kecelakaan di darat dan di laut, bagaimana seorang penyelamat melakukan pernafasan buatan untuk menyambung nafas yang mogok. Di lapangan olah raga kecelakaan terkilir pada sendi misalnya, diperkenalkan cara yang agak baru. Yaitu merendam bagian yang menderita di air dingin (es) pada permulaan 24 jam pertama. Tapi bukan seperti kebiasaan kita: memijit dan mengurut atau mengkompresnya dengan air panas. Teknik pertolongan seperti membalut, membuat torniket (menyimpul) sampai memapah dan mengusung korban, diterangkan dengan bantuan ilustrasi gambar. Meski akan terasa lebih menarik jika ilustrasi tersebut dibikin agak humoristis. Sebagai dokter Angkatan Laut yang kini giat menulis di Femina dan memimpin redaksi Medika -- di samping membuka praktek umum -- Kartono dengan Pertolongan Pertama-nya berusaha membagi ilmunya kepada awam. Terhadap segala malapetaka yang selalu mengintai kita sehari-hari, ia memberi juga petunjuk yang paling penting: pengamanan dan pencegahan, meski kita tidak perlu dibuatnya untuk selalu waswas. Pertolongan pertama ditimba dari pengalaman. Dan pengalaman itu Lak akan habis. Alangkah baiknya jika dalam penerbitan berikut, diperkaya pula dengan cara-cara pertolongan pertama yang baru. Sehingga ia benar-benar bisa mengikuti perkembangan -- lebih praktis, lebih kena dan lebih lengkap. Misalnya "muntah darah" (halaman 25) boleh ditambah dengan "muntah berak" yang belum disinggung. Dalam indeks "W" yang masih absen misalnya, dalam penerbitan berikutnya boleh juga ditambah dengan "wabah", yang penjalarannya sangat tergantung pada pencegahan dan pengamanan pertama. Akan lebih baik pula jika dalam keadaan darurat, pertolongan pertama dengan "cara kampung" atau "tradisionil" bisa diperkenalkan. Misalnya dalam kecelakaan digigit kelabang (halaman 40) atau disengat kalajengking (halaman 104). Konon orang kampung menggunakan "ludah ayam" sebagai penawar racun. Itulah sebabnya Pertolongan Pertama harus dinamis. Dan itu semua tergantung pada kesediaan awam pula untuk meneruskan hal-hal yang baru kepada lembaga yang masih harus didirikan. Pertolongan Perfama ini, membuat kita merasa plong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus