Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Korupsi Bagi-Bagi Konsinyasi Ganti Rugi Jalan Tol Cisumdawu

Komisi Yudisial menginvestigasi mantan Ketua Pengadilan Negeri Sumedang. Diduga menerima uang konsinyasi lahan Tol Cisumdawu.

19 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gerbang tol Cisumdawu seksi I di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 24 Januari 2022. Tempo/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komisi Yudisial memproses laporan kode etik yang menyeret mantan Ketua Pengadilan Negeri Sumedang.

  • Hakim PN Sumedang diduga menerima uang komisi pembagian ganti rugi lahan jalan tol Cisumdawu.

  • Fulus diduga mengalir lewat suaminya.

TIM pemeriksa Komisi Yudisial mesti bolak-balik dari Jakarta ke Bandung, Jawa Barat, pada Desember 2024. Saat itu mereka sibuk memeriksa empat orang yang terseret perkara bagi-bagi uang konsinyasi atau ganti rugi lahan pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu. Terlapor dalam kasus ini adalah mantan Ketua Pengadilan Negeri Sumedang Kelas IB, Indah Wastukencana Wulan. Ia diduga "kecipratan" uang komisi dari pihak yang sedang beperkara dalam gugatan ganti rugi lahan proyek jalan tol. Total uang konsinyasi mencapai Rp 329 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Joko Sasmito membenarkan adanya laporan dan aktivitas tim Komisi Yudisial di Bandung tersebut. “Komisi Yudisial sedang memproses laporan tersebut,” katanya kepada Tempo pada Rabu, 15 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seseorang yang mengetahui penanganan perkara ini mengatakan Komisi Yudisial mulai menginvestigasi laporan terhadap Indah pada Agustus 2024. Setelah mendapatkan bukti awal, perkara ini naik ke tahap pemeriksaan pada awal November 2024. Tim pemeriksa baru bergerak satu bulan kemudian dengan meminta keterangan dari sejumlah orang. Misalnya kesaksian mereka yang mengaku sebagai ahli waris lahan Jalan Tol Cisumdawu Seksi 1.

Kepada Tempo, Indah Wastukencana, yang kini menjabat Ketua Pengadilan Negeri Subang, mengklaim belum pernah dipanggil Komisi Yudisial atau Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Tapi ia berjanji bersikap kooperatif. “Kami akan memberikan klarifikasi kepada Komisi Yudisial dengan seizin atasan di Pengadilan Tinggi Bandung dan Mahkamah Agung,” ucapnya lewat keterangan tertulis kepada Tempo.

Sengkarut konsinyasi Jalan Tol Cisumdawu Seksi 1 bermula dari adanya gugatan perdata yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Sumedang Kelas IB oleh orang bernama Udju pada 14 September 2021. Udju mengklaim sebagai ahli waris atas lahan seluas 59.348 meter persegi di atas jalan tol. Lokasi persisnya berada di Blok Pasircikacang, Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Masalahnya, lahan yang terdiri atas sembilan bidang tanah itu sudah tercatat sebagai milik Dadan Setiadi Megantara selaku Direktur PT Priwista Raya. Bahkan Dadan disebut menjual tanah tersebut kepada negara senilai Rp 329 miliar yang prosesnya berlangsung pada 2019-2021. Alas hak yang dikantonginya adalah surat hak guna bangunan.

Udju melawan dan menggugat Dadan ke Pengadilan Negeri Sumedang karena dianggap melawan hukum. Ketua Pengadilan Negeri Sumedang saat itu adalah Indah Wastukencana Wulan. Indah mengatakan Mahkamah Agung memutuskan menerima permohonan kasasi Udju pada akhir Desember 2023.

Indah juga menjelaskan, pengadilan telah menyerahkan dokumen hasil putusan kasasi kepada para pihak lima bulan kemudian. Mereka tak menempuh upaya hukum lain sehingga kasus tersebut dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht. Udju lalu memohon kepada Pengadilan Negeri Sumedang Kelas 1B untuk mengeksekusi putusan. Indah memastikan pengadilan telah menerbitkan penetapan pembayaran uang ganti sejumlah Rp 329 miliar. “Dengan diterbitkannya penetapan tersebut, tugas saya sebagai Ketua Pengadilan Negeri yang bertugas melaksanakan eksekusi putusan telah selesai,” tuturnya.

Dari dokumen yang diterima Tempo, pencairan uang konsinyasi diberikan dalam bentuk sembilan cek Bank Tabungan Negara (BTN). Nilai nominalnya Rp 600 juta-251 miliar. Tapi sebagian uang dengan total Rp 329 miliar ini tak kunjung cair.

Pengacara Udju, Jandri Ginting, menjelaskan, kliennya belum menerima uang ganti rugi karena muncul gugatan baru pada 2023-2024. Beberapa orang yang mengaku sebagai ahli waris lahan Jalan Tol Cisumdawu Seksi 1 menggugat Udju dan Dadan atas dugaan perbuatan melawan hukum. Mereka lantas bertemu dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Sumedang pada Februari-Maret 2024. Udju, menurut Jandri, hadir dalam pertemuan tersebut. “Ada pula mantan Ketua Pengadilan Negeri Sumedang, Indah Wastukencana,” ucapnya.

Saat itu, Jandri melanjutkan, Indah mengatakan pencairan uang konsinyasi bakal tersendat bila masih ada gugatan. Untuk mempercepat pencairan, ia memberikan opsi agar para penggugat menempuh jalur damai di luar pengadilan. “Pak Udju setuju karena sudah lelah proses hukum ini berlarut-larut,” tutur Jandri.

Indah Wastukencana mengakui adanya mediasi tersebut. Ia menyatakan hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan dalam menangani perkara ini. Sebagai mediator, dia tak mungkin menolak jalur damai. “Saya selaku mediator melaporkan ke majelis hakim, tapi ternyata upaya damai ditolak,” katanya.

Diskusi di ruang mediasi berlanjut di luar pengadilan lantaran para pihak yang mengaku sebagai ahli waris sepakat menyelesaikan perkara secara damai. Jandri menyebutkan pertemuan dilakukan beberapa kali. Salah satunya membahas pembagian uang konsinyasi lahan proyek strategis nasional itu.

Pertemuan tersebut membuahkan dua akta perdamaian. Para penggugat meneken surat damai itu di hadapan notaris di Bandung. Tempo telah membaca dua dokumen berisi perjanjian damai ahli waris itu. Akta pertama dibuat pada 23 April 2024. Para pihak sepakat tidak lagi meributkan sengketa lahan Jalan Tol Cisumdawu. Kepemilikan sah atas lahan bekas perkebunan Jatinangor itu pun diserahkan kepada Udju sesuai dengan Putusan Kasasi Nomor 2660 K/Pdt/2023. Mereka berjanji tak bakal adu gugat lagi.

Beberapa hari kemudian, terbitlah akta perdamaian kedua yang diurus di notaris berbeda. Akta perdamaian nomor 4 itu berfokus pada pembagian uang konsinyasi kepada tiga pihak. Udju selaku pihak pertama mendapatkan jatah Rp 171 miliar. Kemudian pihak kedua yang terdiri atas ahli waris dan PT Krisna Abadi berhak atas uang ganti rugi sebesar Rp 15 miliar. Sementara itu, ahli waris lain selaku pihak ketiga akan menerima Rp 143 miliar. Dari informasi seseorang yang mengetahui investigasi laporan ini, dalam tahap bagi-bagi uang konsinyasi inilah Indah dituduh menerima fulus yang mengalir lewat suaminya.

Indah membantah tuduhan tersebut. Ia mengaku tak tahu-menahu urusan pembagian uang konsinyasi yang dibahas di luar pengadilan. Ia mengatakan sang suami memang kerap menemaninya ketika bertugas di Pengadilan Negeri Sumedang. Sebab, teror bertubi-tubi datang menghantuinya. “Karena perkara ini banyak sekali tekanan dari semua pihak,” tutur Indah.

Anggota Komisi Yudisial, Joko Sasmito Joko Sasmito, enggan mengomentari investigasi kasus yang menyeret Indah. Ia beralasan laporannya masih dalam proses. “Masih dianalisis dan didalami,” ucapnya.

Pengacara Udju, Jandri Ginting, menyatakan kliennya hingga kini belum menerima uang konsinyasi dari Pengadilan Negeri Sumedang. Ia mendengar uang itu mengendap di rekening pengadilan di BTN cabang Bandung Timur. Jandri sudah melayangkan somasi sehingga diundang BTN untuk bertemu beberapa kali di Bandung dan Jakarta.

Dari pertemuan itu, didapatkan informasi bahwa uang kliennya tertahan setelah Kejaksaan Negeri Sumedang menyurati BTN untuk memblokir uang ganti rugi pengadaan tanah Jalan Tol Cisumdawu senilai Rp 329 miliar. Alasannya, uang konsinyasi menjadi obyek perkara dugaan korupsi pengadaan tanah. Kasus ini memang sudah bergulir di Pengadilan Negeri Bandung dengan terdakwa Dadan Setiadi Megantara, orang yang sebelumnya berhadapan dengan Udju.

Dalam situs web Pengadilan Negeri Bandung, tertera bahwa Dadan terbukti menggelembungkan harga tanah proyek Jalan Tol Cisumdawu Seksi 1. Pada Kamis, 16 Januari 2025, Direktur PT Priwista Raya itu divonis empat tahun delapan bulan bui dan denda Rp 200 juta. Ia juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 139 miliar. Uang tersebut diambil dari dana konsinyasi yang sebelumnya sudah disita penyidik.

Sekretaris Perusahaan BTN Ramon Armando membenarkan telah menerima permohonan blokir uang konsinyasi Jalan Tol Cisumdawu pada tahun lalu. Dia memaparkan, status dana itu adalah disita dan diblokir oleh Kejaksaan Negeri Sumedang. “Kami tidak bisa membuka pemblokiran jika belum ada pencabutan dari kejaksaan,” ucapnya.

Riky Ferdianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Bagi-bagi Konsinyasi Jalan Tol Cisumdawu

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus