Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut menelusuri kasus penembakan Siswa SMK 4 di Semarang. Dari penelusuran di lapangan, KPAI menemukan bahwa tidak ada gengster, tawuran, ataupun perlawanan dari korban penembakan ke anggota Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diyah Pusputarini, Komisioner KPAI Pengampu Kluster Kekerasan Fisik dan Psikis anak, menyatakan dari hasil temuannya, nama Seroja dan Tanggu Pojok bukanlah nama geng, melainkan nama kampung. Anak-anak yang disebut Polisi hendak tawuran pun juga sebagian besar tidak saling mengenal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak ada rencana apapun untuk melakukan tawuran antar geng. Tidak ada bacokan-bacokan yang dilakukan oleh antar kelompok," ucap Diyah melaui keterangan resminya yang diterima Tempo pada Selasa, 3 Desember 2024.
Diyah menjelaskan kronologi yang ia temukan. Mulanya, Gama (korban terbunuh) bermain sekitar pukul 19.30 WIB. lalu dia pergi ke kost temannya berinisial GA. Di situ sudah ada S, F, H, dan A. Mereka bermain game hingga larut malam.
Usai main game , remaja-remaja itu keluar untuk ribut. G dan H membawa senjata tajam, sementara yang lainnya tidak. Di gang Jalan Pusponjolo dekat Warmindo, terdapat dua orang tak dikenal yang ikut bergabung ke rombongan itu. Merekapun berangkat dipimpin oleh G sambil berkata “Mangkat-mangkat,”
Sesampainya di Jalan Simongan, terdapat motor yang ditunggangi dua orang tak dikenal, yang juga ikut bergabung dengan rombongan G.
“Ada motor tidak dikenal 2 orang terus bilang 'mau main sama siapa” lalu G bilang 'mau main sama atas'. Lalu 2 orang itu bilang ikut,” ujar Dyah.
Kemudian rombongan dari atas turun ke bawah. Terjadilah aksi kejar-kejaran di kalangan remaja itu. S berboncengan dengan F, dan H dengan A, sementara G sendiri. Saat korban ini berbalik ke arah berangkat tadi, Jarak beberapa meter terdengar suara tembakan.
“Tidak ada penghentian ataupun peringatan tembakan,” ucap Dyah.
A merasa lengan kaku dan balik ke Pusponjolo sendirian, sementara S sama F pulang bersama. Sesampainya di rumah, merekapun dibawa ke Rumah Sakit untuk diobati.
“S tidak melihat adanya tonjok tonjokkan atau saling menyerang, dan tidak tau geng apapun,” ujar Dyah. "Anak-anak tidak mengetahui asal usul tembakan,"
Atas temuan tersebut, Dyah meyakini telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Perlindungan Anak berupa kekerasan fisik dan psikis anak. Korban berjumlah 3 orang yang terkena peluru senapan.
“1 anak meninggal dunia atas nama G, sementara 2 orang anak tertembus peluru dan terserempet peluru, yakni anak S dan A,” tuturnya.
KPAI, kata dia, mendesak agar Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah menindak tegas pelaku, dan melakukan proses hukum dengan seadil-adilnya atas pelanggaran yang dilakukan.
Siswa SMK 4 Semarang, GRO, tewas usai ditembak anggota Satuan Reserse Narkoba Polrestabes berinisial RZ pada Ahad, November 2024.
Menurut Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar Irwan Anwar, awal kejadian membuat GRO bermula saat terjadinya aksi tawuran di wilayah Simongan, Semarang Barat. Menurutnya, RZ melepaskan tembakan usai mendapat perlawanan dari GRO saat hendak melerai tawuran tersebut.
Belakangan, terbukti bahwa penyebab penembakan tersebut bukanlan tawuran. Kabid Propam Polda Jateng Kombes Aris Supriyono menyebut motif Ajun RZ menembak Gamma, siswa jurusan Teknik Mesin SMK Negeri 4 Semarang, pada 24 November lalu bukan untuk membubarkan tawuran. Namun, Aipda RZ merasa kendaraannya diserempet.
RZ ketika itu baru kembali dari kantor dan di arah berlawanan berpapasan dengan anak remaja yang tengah melakukan kejar-kejaran. Salah satu motor itu kemudian menyerempet kendaraan RZ.
"Terduga (Aipda RZ) lalu menunggu mereka putar balik kemudian terjadi penembakan," ujar dia dalam rapat bersama Komisi III DPR yang juga dihadiri oleh Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar pada Selasa, 3 Desember 2024.