Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer atau Tentara Nasional Indonesia sepanjang kasus tersebut dimulai pertama kali oleh KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan tersebut berisi pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh seorang advokat, Gugum Ridho Putra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat, 29 November 2024
Pengusutan kasus korupsi yang melibatkan personel TNI oleh KPK sebelumnya pernah menimbulkan polemik. Sebab, lembaga antirasuah dianggap mengangkangi kewenangan militer jika menangani perkara yang melibatkan tentara aktif. Salah satu contohnya adalah ketika KPK mulai menyidik kasus korupsi di Badan Sar Nasional (Basarnas) pada 2023. Berikut kilasnya.
Kronologi polemik
Dilansir dari Tempo, awalnya KPK menetapkan Henri sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas pada Rabu, 26 Juli 2023. Selain Henri, KPK juga menetapkan Arif sebagai tersangka kasus yang sama.
“Diduga HA (Henri Alfiandi) bersama dan melalui ABC (Arif Budi Cahyanto) mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 26 Juli 2023.
Protes TNI terhadap KPK
TNI tidak mengakui penetapan tersangka dugaan suap terhadap Henri dan Arif oleh KPK pada Jumat, 28 Juli 2023. Menurut Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro, segala tindak pidana yang dilakukan oleh personel TNI diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Untuk semua tindak pidana yang dilakukan oleh militer, prajurit aktif itu tunduk kepada UU 31 Tahun 1997, selain itu juga tunduk kepada KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981," kata Kresno dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jumat, 28 Juli 2023.
Kresno mengatakan, dalam UU Peradilan Militer tersebut diatur mengenai masalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan dan juga pelaksanaan eksekusi, terhadap prajurit TNI aktif yang tersandung kasus pidana.
"Khusus untuk penahanan, yang bisa melakukan penahanan itu ada tiga, pertama atasan yang berhak menghukum, yang kedua adalah polisi militer, kemudian yang ketiga adalah oditur militer," kata Kresno. Jadi, kata dia, selain tiga institusi itu, tak ada yang punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahan anggota TNI.
KPK minta maaf
KPK meminta maaf atas penetapan dua orang anggota TNI aktif, Henri dan Arif, dalam kasus dugaan suap. KPK mengaku khilaf.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengakui anak buahnya melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kami yang tangani, bukan KPK," kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Jumat, 28 Juli 2023.
Johanis Tanak merujuk pada Pasal 10 UU No 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
"Dalam aturan itu, pokok-pokok peradilan itu diatur ada empat lembaga, peradilan umum, militer, peradilan tata usaha negara dan agama," kata Johanis.
Johanis mengatakan, berangkat dari kasus tersebut, pihaknya akan berbenah dan lebih berhati-hati dalam penanganan kasus korupsi khususnya yang melibatkan anggota TNI.
"Disini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan ke depan kami akan berupaya kerjasama yang baik antara TNI dengan KPK," kata Johanis.
Dirdik KPK mengundurkan diri
Meski KPK telah meminta maaf dan mengakui kekhilafannya, Brigjen Asep Guntur Rahayu dikabarkan mengundurkan diri dari jabatan Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Pengunduran diri Asep diduga merupakan buntut dari polemik penetapan tersangka terhadap perwira TNI dalam kasus dugaan suap di Basarnas.
Menurut sumber Tempo, Asep mengabarkan akan mengundurkan diri dari KPK melalui pesan whatsapp. Dalam pesan tersebut juga disebut kalau alasan Asep mengundurkan diri karena dinilai gagal menjadi pemimpin bagi anak buahnya dalam melakukan penyidikan perkara korupsi.
HATTA MUARABAGJA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | AKHMAD RIYADH
Pilihan Editor: Karut Marut Penanganan Korupsi Basarnas