Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk tidak memperpanjang masa cegah ke luar negeri terhadap pengusaha Hanan Supangkat. Bos pakaian dalam Rider itu sempat terseret dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut masa cegah terhadap Hanan Supangkat berakhir pada September tahun ini. "Tidak ada perpanjangan," kata dia kepada Tempo melalui pesan WhatsApp, pada Senin, 16 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun Tessa tidak menyebut alasan penyidik tidak memperpanjang masa cegah Hanan Supangkat.
Pada Agustus lalu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan perpanjangan waktu cegah Hanan akan dilakukan apabila memang masih dibutuhkan dalam penyidikan kasus TPPU Syahrul Yasin Limpo. "Diperpanjang atau tidak ya tergantung kebutuhan penyidik," kata Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Meskipun status cegah Hanan Supangkat tidak diperpanjang dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengabulkan banding jaksa penuntut umum perkara Yasin Limpo, Tessa menyebut, penyidikan TPPU bekas Mentan itu masih berjalan.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Syahrul Yasin Limpo dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan 4 bulan. Tidak hanya itu, SYL harus membayar uang pengganti Rp 44,2 miliar dan uang senilai US$ 30 ribu sesuai tuntutan Jaksa KPK.
"Menyatakan Syahrul Yasin Limpo terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Artha Theresia dalam sidang banding perkara SYL, Selasa, 10 September 2024.
Dalam perkara korupsi di Kementan, SYL terbukti secara sah telah melakukan pemungutan kepada pejabat di lingkup Kementan dengan total uang Rp 44,2 miliar dan US$ 30 ribu. Uang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan pribadinya dan keluarga.
Alasan hakim Pengadilan Tinggi memperberat putusan SYL, karena putusan pada pengadilan tingkat pertama dianggap belum memenuhi rasa keadilan masyarakat sehingga harus diperberat. Terlebih SYL merupakan pejabat negara yang seharusnya memberi contoh dalam penyelengggaraan negara.
Hakim menganggap, Syahrul Yasin Limpo terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Sebagaimana dakwaan JPU sebelumnya.
JIHAN RISTIYANTI berkontribusi dalam artikel ini
Pilihan Editor: Batalkan Sepihak Diskusi ICW Soal Private Jet Kaesang, Penyedia Tempat di Blok M Bantah Ada Intervensi