Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menerima uang sebanyak US$ 5.956.356 atau setara dengan Rp 86.664.991.149 dari US Marshall. Uang itu berasal dari asset recovery penanganan perkara tindak pidana korupsi e-KTP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan uang itu bisa kembali ke Indonesia karena bantuan pemerintah Amerika Serikat. Dia mengatakan uang itu akan disetorkan ke kas negara. “Banyak hasil nyata yang telah kami capai,” kata Firli lewat keterangan tertulis, Senin, 27 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Firli mengatakan KPK menyambut baik program integritas kedua negara yang fokus pada praktik dan kebijakan peningkatan transparansi, penguatan kesadaran, dan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi. “KPK berharap hubungan baik KPK dan Pemerintah AS terus terbangun semakin erat untuk mewujudkan Indonesia dan membangun peradaban dunia yang bebas dari korupsi,” kata Firli.
Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Y Kim mengatakan pengembalian aset ini menunjukkan hubungan baik antara negaranya dengan Indonesia dalam upaya memerangi korupsi. Dia mengatakan pengembalian aset ini juga merupakan hasil kerja sama investigasi antara KPK dan FBI. Dia berharap uang itu dapat dialokasikan untuk mendukung kegiatan antikorupsi.
“Ini salah satu contoh konkret bagaimana kedua negara saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dalam pemberantasan korupsi,” kata Sung Y Kim.
Dalam kasus e-KTP, FBI menelisik aset Direktur Biomorf Lone, vendor sistem identifikasi sidik jari otomatis kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, Johannes Marliem. Sebagian laporan investigasi FBI tersebut terungkap dalam sidang upaya perampasan aset Johannes Marliem di Pengadilan Minnesota, Amerika Serikat, akhir September 2017..
Agen khusus FBI, Jonathan Holden, seperti dikutip Startribute dan Wehoville, mengatakan Biomorf menerima lebih dari US$ 50 juta untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP. Sebagian duit itu mengalir ke rekening pribadi Marliem.
Marliem merupakan orang AS keturunan Indonesia yang saat itu menjadi saksi kunci kasus ini. Sebagian uang digunakan Marliem untuk membeli jam tangan merek Richard Mille seharga Rp 1,8 miliar dari sebuah butik di Beverly Hills. Jam itu disebut diserahkan kepada Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua DPR. Setya Novanto divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi e-KTP.