Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Jamaah Islamiyah atau yang biasa disingkat dengan JI adalah kelompok ekstremis berlatar belakang Islam di Indonesia. Kelompok ini disebut-sebut berusaha mendirikan negara Islam raksasa di Asia Tenggara.
Melansir laman Center for International Security and Cooperation (CISAC) Stanford University, Jamaah Islamiyah merupakan pecahan organisasi Darul Islam (DI). Kelompok ini diperkirakan mulai bersatu dan membentuk organisasi resmi pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
Tokoh yang mendirikan Jamaah Islamiyah adalah Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Keduanya merupakan keturunan Arab Yaman yang memiliki latar belakang sebagai aktivis gerakan Islam.
Pada masa Orde Baru, Sungkar dan Baasyir melarikan diri ke Malaysia. Di sana, mereka mulai membentuk kelompok Islamis dan memfasilitasi perjalanan ke Afghanistan bagi muslim di Asia Tenggara yang ingin bergabung melawan Soviet.
Hingga pertengahan 1990-an, banyak anggota Jamaah Islamiyah yang dilatih di Afganisthan. Organisasi tersebut dilaporkan menerima sumber daya dan nasihat dari Al-Qaeda.
Jamaah Islamiyah juga memiliki hubungan yang kuat dengan Front Pembebasan Islam Moro setelah Sungkar berhasil mendirikan kamp pelatihan di Filipina. Setelah reformasi 1998, JI kembali ke Indonesia. Tidak lama setelah itu, Sungkar meninggal dunia.
Pada Desember 2000, Jamaah Islamiyah bertanggung jawab atas serangkaian pengeboman gereja di Indonesia yang menewaskan 18 orang, serta serangkaian pengeboman di Manila yang menewaskan 22 orang.
Pemerintah Singapura, Malaysia dan Filipina aktif mengejar para anggota Jamaah Islamiyah di perbatasan mereka sendiri. Sayangnya, kala itu pemerintah Indonesia menolak tekanan berbagai pihak untuk menindak kelompok tersebut.
Menurut beberapa ahli, pemerintah Indonesia menolak mengakui ancaman teroris Islam secara nasional dan enggan berkampanye melawan ancaman ini di depan publik mayoritas Islam yang meragukan keberadaan Jamaah Islamiyah.
Setelah bom Bali pada tahun 2002, pihak berwenang Indonesia mulai mengambil tindakan tegas dan bergabung dengan pemerintah negara lain. Akan tetapi, JI kembali melakukan terorisme di J.W. Hotel Marriott pada Agustus 2003, Kedutaan Besar Australia pada September 2004 dan Bali pada Oktober 2005.
Serangan-serangan tersebut diduga terkait dengan Noordin Mohammad Top, salah seorang pemimpin Jamaah Islamiyah yang terkemuka. Pada tahun 2009, Noordin tewas dalam baku tembak dengan pihak berwenang.
Kemampuan operasional Jamaah Islamiyah mulai menurun karena upaya keamanan nasinal pada pertengahan 2000-an. Pemerintah Asia Tenggara berhasil menangkap lebih dari 400 tersangka teroris dan beberapa pemimpin senior.
Pada tahun 2008, Ba’asyir mendirikan organisasi baru yang dinamakan Jemaah Ansharut Tauhid. Pada tahun 2011, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena mengoperasikan kamp pelatihan militer di Aceh.
Pada Juli 2009, Jamaah Islamiyah kembali melakukan serangan bom di hotel Ritz-Carlton di Jakarta. Organisasi ini relatif tidak aktif dalam beberapa tahun terakhir, meskipun masih menjadi ancaman.
Baru-baru ini, Densus 88 menangkap tokoh MUI dan Ketua Umum Partai Dakwah Republik Indonesia (PDRI) Farid Ahmad Okbah karena diduga terkait dengan jaringan terorisme Jamaah Islamiyah.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca: Kemenag Telah Cabut Izin LAM BM ABA Bentukan Jamaah Islamiyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini