Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus ayah bunuh bayi yang baru berusia 3 bulan di Kebon Jeruk terungkap setelah puskesmas curiga karena kematian bayi yang tidak wajar.
Baca: Ayah Bunuh Bayi Menyatakan Tidak Menyesali Perbuatannya
Kapolsek Kebon Jeruk Ajun Komisaris Polisi (AKP) Erick Sitepu menggelar pengungkapan kasus pembunuhan itu di kantornya, Senin 6 Mei 2019.
Peristiwa ayah bunuh bayinya ini terjadi pada Sabtu, 27 April 2019. Namun kasus itu baru terungkap setelah Puskesmas Kebon Jeruk melaporkan adanya kematian bayi secara tidak wajar ke Polsek Kebon Jeruk pada Selasa 30 April 2019.
"Waktu kejadian ketika korban meninggal dunia adalah Sabtu 27 April 2019 sekitar pukul 07.00 WIB. Untuk TKP di rumah pelaku, di Jalan Yusuf Raya, Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk," kata Erick.
Pelapornya adalah perawat dari Puskesmas Kebon Jeruk. Dia melaporkan kasus itu pada hari Selasa 29 April 2019.
Berdasarkan pemeriksaan polisi, peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Sabtu pagi, ketika SK, istri pelaku pergi berbelanja. Pada saat itu dalam rumah hanya ada pelaku, korban, dan mertua pelaku. Mertua pelaku adalah penyandang tunanetra, sehingga dia tidak mengetahui apa yang dilakukan pelaku terhadap korban.
Selama ditinggal oleh istrinya, pelaku menganiaya bayinya. Pelaku berinisial MS menggigit wajah sebelah kiri bayi perempuannya hingga meninggalkan bekas gigitan. MS juga memukul wajah putrinya sehingga menyebabkan luka berat di bagian hidung dan bibir pecah.
"Kemudian bayinya juga tangan dan kakinya dipatahkan, ditarik sampai dipelintir berulang kali. Kalau menurut keterangan pelaku, dipelintir sampai bunyi 'krek' baru dia berhenti," tutur Erick.
Setelah mengalami penganiayaan, bayi itu sebenarnya masih hidup. Ketika SK pulang, dia melihat kondisi bayinya sudah lemas namun masih bernafas.
SK bertanya kepada pelaku mengapa bayinya lemas. MS mengatakan bayinya tersedak.
Dengan bantuan tetangga, korban kemudian dibawa ke Puskesmas Kebon Jeruk. Namun setelah sampai, puskesmas menyatakan bahwa bayinya sudah meninggal dalam perjalanan.
Saat di Puskesmas, MS sempat meminta meminta surat keterangan kematian. Permintaan itu ditolak karena kematian yang tidak wajar.
Setelah ditolak, MS akhirnya membawa pulang korban untuk dikubur karena takut dicurigai. Tidak percaya dengan keterangan suaminya, SK berinisiatif datang lagi ke Puskesmas untuk meminta surat kematian. Lagi-lagi, permintaan itu ditolak.
Pihak puskesmas yang curiga akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kebon Jeruk.
"Dalam waktu 1x24 jam Unit Reserse yang dipimpin langsung oleh Kanit Reskrim AKP Irwandi, menangkap pelaku sempat akan kabur di rumahnya," ujarnya.
Erick mengatakan pelaku yang tidak bisa menghubungi istrinya merasa curiga dirinya akan dilaporkan ke polisi, namun MS berhasil ditangkap sebelum melarikan diri.
Berdasarkan keterangan pelaku, penganiayaan terhadap anaknya ini tidak hanya dilakukan satu kali saja. Pelaku sudah pernah menganiaya putrinya itu ketika bayi itu masih satu setengah bulan. Pada saat itu MS mematahkan salah satu kaki bayinya.
"Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil rontgen dari rumah sakit, namun ini nanti yang berhak menjelaskan adalah dari pihak rumah sakit," tutur Erick.
Erick juga mengatakan yang membawa korban ke dokter adalah SK namun tanpa sepengetahuan pelaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas perbuatannya MS kini harus meringkuk di balik jeruji besi dan dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan subsider Pasal 351 (3) KUHP tentang Penganiayaan dan Pasal 80 (4) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
Baca: Ayah Bunuh Bayi Beberkan Alasan Benci Anaknya
Namun ancaman hukuman ayah bunuh bayi ini akan diperberat lantaran pelaku pembunuhan ini adalah orang tua kandung korban. "Karena pelaku adalah orangtuanya sendiri maka hukumannya diperberat sepertiga menjadi 20 tahun penjara," tutur Erick.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini