Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 51 siswa SMP Negeri 19 Depok yang telah diterima di beberapa SMA Negeri di Depok dibatalkan penerimaannya setelah terbukti melakukan manipulasi nilai rapor dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 jalur prestasi. Nilai rapor para siswa tersebut diubah pihak sekolah demi memenuhi syarat masuk ke sekolah negeri lewat jalur prestasi. Dinas Pendidikan Jawa Barat menganulir penerimaan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala SMP Negeri 19 Depok Nenden Eveline Agustina mengakui penerimaan 51 siswa lulusan sekolahnya di sejumlah SMA Negeri dianulir karena nilai rapornya dikatrol agar masuk jalur prestasi PPDB 2024. Pihak sekolah pun siap menerima segala konsekuensi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Betul, untuk yang 51 itu dianulir ya," kata Eveline saat dikonfirmasi di SMPN 19 Depok, Jalan Leli, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Selasa, 16 Juli 2024.
Skandal kantrol nilai rapor ini langsung menyita perhatian publik dan menjadi catatan merah sistem PPDB 2024. Berikut adalah kronologi terungkapnya skandal manipulasi rapor di Depok.
Kronologi skandal manipulasi rapor di Depok
Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar) Mochamad Ade Afriandi mengatakan kecurangan manipulasi rapor terungkap setelah ada anomali data pada tahap 2 PPDB. Bidang pengawasan PPDB Jabar dan Panitia PPDB di sebuah SMA di kota Depok kemudian melakukan validasi ke sekolah asal.
Pada saat divalidasi, ternyata nilai rapor yang diunggah oleh calon peserta didik (CPD) sama dengan nilai yang ada di sekolah asal mereka.
"Pada saat divalidasi ke sekolah, disandingkan antara nilai rapor yang diunggah oleh CPD dengan buku rapor, dan juga buku nilai yang ada di sekolah, itu tidak ada perbedaan nilai," kata Ade, Selasa, 16 Juli 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Selanjutnya kecurangan terungkap...
Kecurangan baru terungkap setelah Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek melakukan pengecekan nilai rapor lewat aplikasi e-rapor. Setelah dibuka, ternyata nilai di e-rapor berbeda dengan yang diunggah di buku rapor sekolah.
"Sehingga akhirnya ditelusuri oleh Itjen Kemendikbud bersama kami dan akhirnya diketahui jelas lah, ada istilahnya di Depok itu 'cuci rapor' ya, ada cuci rapor yang dilakukan oleh sekolah," kata Ade.
Ade mengungkap bahwa 51 calon peserta didik itu berasal dari sekolah yang sama, yakni di sebuah SMP negeri di Depok. "SMP itu meluluskan 300 siswa, nah yang akhirnya diketahui cuci rapor itu ada 51 siswa. Itu data yang diberikan dari Itjen Kemdikbud," ucap Ade.
Nilai rapor dinaikan hingga 20 persen
Lebih lanjut, Ade mengungkapkan bahwa berdasarkan rapat dengan Kemendikbud, data yang dibuka mereka ada peningkatan nilai rapor 51 siswa hingga 20 persen dari nilai di e-rapor. "Karena kami kemarin rapat di Kemdikbud. Jadi Kemdikbud membuka, kalau tidak salah itu rata-rata dinaikkan 20 persen lah nilainya, dinaikkan sekitar 20 persen dari e-rapor," kata Ade.
Setelah puluhan calon peserta didik dianulir penerimaannya, kursi kosong yang ditinggalkan akan diprioritaskan untuk Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM). Menurut Ade, mekanisme tersebut sudah diatur mekanismenya sesuai Pergub Nomor 9 Tahun 2024.
"Jadi tidak serta-merta kepala sekolah mengisikan aja, tidak gitu ya. Pertama itu harus ada data sementara dari hasil pendaftaran, data CPD sementara hasil pendaftaran yang memenuhi syarat," kata Ade.
Selain itu, kursi kosong juga bisa diisi oleh siswa yang belum mendapatkan sekolah, baik negeri, swasta maupun juga ke Madrasah Aliyah. "Jadi sama sekali belum dapat sekolah dan juga saya dorong itu, terutama untuk yang keluarga tidak mampu, yang belum tertampung semua," ucap Ade.
Selanjutnya sanksi untuk guru cuci rapor...
Guru yang mengatrol nilai akan diberi sanksi
Atas temuan ini, Ade menegaskan secara kepegawaian guru yang melakukan pelanggaran ini harus diberikan sanksi. Hal ini masuk ke unsur pemalsuan dokumen sehingga bisa diarahkan ke ranah pidana.
"Sehingga nanti Wali Kota Depok bisa melanjutkan ke kepolisian atau misalnya kalau tidak ada tindakan, dari orangtua yang dirugikan bisa melaporkan, cuma masalahnya jangan-jangan ini juga keinginan orang tua ya," ujar Ade.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Depok Sutarno menjelaskan akan melakukan pembinaan terhadap guru-guru dan pihak terkait. "Kalau memang itu sampai kepada sanksi, kami akan berikan sanksi kepada guru yang melakukan hal tersebut, itu sudah jelas. Terlepas di luar kewenangan, karena itu sebuah hal yang sudah melibatkan yang lain," katanya.
Sutarno mengatakan Dinas Pendidikan Kota Depok tidak bisa lebih jauh dalam melakukan tindakan terhadap para pelaku katrol nilai rapor itu. "Kami hanya sampai kepada kalau memang pegawai tersebut harus dikasih sanksi, kita kasih sanksi. Kalau pegawai tersebut harus diberikan pembinaan ya kita akan berikan pembinaan," kata Sutarno.
RIZKI DEWI AYU | RICKY JULIANSYAH