Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPALA Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilihan Umum Jakarta, Benny Sabdo, terasa panas pada Sabtu, 24 Agustus 2024, pukul 00.25 WIB. Ia langsung pergi ke ruangannya, lalu beristirahat. Sembilan jam sebelumnya, ia bersama tim Bawaslu memeriksa laporan dugaan pencatutan kartu tanda penduduk yang diduga dilakukan pasangan calon independen Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Dharma Pongrekun-Kun Wardana. “Sudah tiga hari kami lembur,” ujarnya kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bawaslu Jakarta sedang kejar tayang memeriksa laporan terhadap Dharma-Kun. Benny menggelar pemeriksaan maraton bersama tenaga penyidik polisi dan jaksa yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Tim ini sebelumnya juga menghimpun keterangan dari sekitar 40 saksi serta para pelapor kasus itu. Sejak Jumat siang, 23 Agustus 2024, mereka sebenarnya sudah memanggil pasangan Dharma-Kun dan lima pemimpin Komisi Pemilihan Umum Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasangan Dharma-Kun malah berhalangan hadir. Mereka hanya mengutus tim pengacara. Keterangan itu dianggap penting untuk menjawab tuduhan sejumlah warga Jakarta yang mengklaim menjadi korban karena kartu tanda penduduknya digunakan untuk mendukung Dharma-Kun. Sebelumnya, pasangan itu mencalonkan diri lewat jalur independen. Jalur ini mensyaratkan dukungan dari 6,5 persen warga Jakarta yang dibuktikan dengan menyetor KTP pendukung.
Bawaslu Jakarta menerima 410 laporan sepanjang 16-19 Agustus 2024. Para pelapor mengklaim tak pernah mendukung atau menyerahkan KTP kepada pasangan Dharma-Kun. Tapi nama mereka tercantum dalam daftar pendukung yang diunggah di situs Sistem Informasi Pencalonan. Meski dibanjiri ratusan laporan, Benny menjelaskan, hanya tujuh di antaranya yang dianggap Bawaslu memenuhi syarat. “Ada indikasi pidana dalam kasus ini,” ujarnya.
Selain disampaikan individu, laporan diajukan oleh Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jakarta dan sejumlah organisasi lain. PDIP mengadu setelah mendapatkan laporan dari sekitar 60 kader. “Kuat dugaan mereka sengaja diloloskan sebagai pasangan boneka agar pasangan yang diusung koalisi partai lain tak melawan kotak kosong,” ucap Kepala Saksi Pemilu Nasional DPP PDIP Hendra Gunawan.
Koalisi yang dimaksud Hendra adalah Koalisi Indonesia Maju plus atau KIM plus. Mereka merupakan koalisi partai pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka serta partai lain yang bergabung belakangan. Koalisi ini didukung 12 partai. Pada Senin, 19 Agustus 2024, KIM plus resmi mengusung pasangan Ridwan Kamil-Suswono sebagai calon Gubernur Jakarta. Koalisi ini meninggalkan PDIP sendirian.
Massa dari Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Pro-Demokrasi berunjukrasa menuntut dibatalkannya pencalonan Dharma Pongrekun di Kantor KPUD Jakarta,19 Agustus 2024/Tempo/Ilham Balindra
Pengacara Dharma-Kun, Anthony James Harahap, membantah tuduhan bahwa kliennya calon boneka. Sebab, rencana keduanya maju sebagai calon independen sudah dirintis pada Februari 2024 atau jauh sebelum deklarasi pasangan Ridwan Kamil-Suswono. Ia pun membantah dugaan bahwa Dharma-Kun mencatut identitas warga Jakarta untuk memuluskan proses pencalonan. “Proses pengumpulan KTP semuanya atas inisiatif para relawan dan tak ada campur tangan Dharma-Kun,” katanya. Pernyataan yang sama juga disampaikan Dharma dalam video yang beredar di media sosial.
Proses pencalonan keduanya juga tak sepenuhnya mulus. Setelah mendaftarkan diri dan melengkapi dokumen pencalonan sepanjang Mei-Juni 2024, hanya 447 ribu dari 1,2 juta berkas dukungan warga yang dinyatakan lolos persyaratan administratif oleh KPU Jakarta. Di tahap ini, pasangan Dharma-Kun memprotes keputusan KPU Jakarta. Keduanya lalu menggugat lewat mekanisme penyelesaian sengketa di Bawaslu Jakarta. Proses mediasi perkara itu berujung perbaikan berkas pasangan Dharma-Kun.
Setelah Dharma-Kun memperbaiki berkas dukungan, KPU Jakarta kembali memverifikasi data tersebut. Hasilnya, 721.221 dukungan dianggap memenuhi syarat administrasi. Sementara itu, 508.556 tidak memenuhi syarat. Jumlah itu dianggap cukup untuk meloloskan Dharma-Kun lantaran syarat dukungan minimal untuk calon independen di Jakarta adalah 6,5 persen dari daftar pemilih atau 618.968 dukungan. Namun keduanya lagi-lagi harus menelan pil pahit karena dari 721 ribu berkas dukungan hanya 183 ribu di antaranya yang lolos tahap verifikasi faktual.
Anggota KPU Jakarta, Dody Wijaya, mengatakan proses verifikasi melibatkan 1.819 verifikator yang tersebar di 44 kecamatan dan 267 kelurahan. Mereka diminta memeriksa keabsahan dokumen dengan menyambangi rumah kediaman para pemberi dukungan. Meski banyak rontok di tahap verifikasi faktual, KPU memberi kesempatan kedua kepada Dharma-Kun memperbaiki berkas dukungan. “Hasil verifikasi faktual kedua menyimpulkan ada tambahan 494 ribu yang memenuhi syarat,” ujarnya.
Pasangan Dharma-Kun dinyatakan lolos tahap verifikasi faktual pada Kamis, 15 Agustus 2024, berdasarkan akumulasi hasil verifikasi pertama dan kedua. Jumlah dukungan mereka disebutkan mencapai 677 ribu. Masalah muncul sehari setelah daftar dukungan tayang dalam situs Sistem Informasi Pencalonan. Situs ini menyediakan layanan check and recheck dukungan yang berbasis nomor KTP.
Saat ramai-ramai memeriksakan diri, ratusan warga Jakarta kaget karena nomor KTP-nya digunakan untuk mendukung pasangan Dharma-Kun. Mereka mengaku menjadi korban pencatutan. Beberapa pendukung itu bahkan tercatat sebagai staf Bawaslu Jakarta. “Jelas ada yang janggal karena anggota dan staf Bawaslu tidak boleh menjadi pendukung pasangan calon,” kata Benny Sabdo.
Salah satu korban adalah Faiz, warga Jakarta Timur. Ia tak pernah menyetor KTP untuk mendukung Dharma-Kun. Belakangan, diketahui nomor KTP ayah dan ibunya juga tercatat sebagai pendukung Dharma-Kun untuk menjadi calon independen. “Keluarga kami tak pernah memberi dukungan kepada siapa pun,” ucapnya.
Sejumlah warga Jakarta yang mengaku menjadi korban pencatutan melapor ke polisi. Belakangan, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya memutuskan menolak laporan itu. Mereka menganggap pencatutan itu adalah pidana pemilu yang seharusnya ditangani Bawaslu. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan polisi menghentikan proses penyelidikan karena sengketa pemilu harus ditangani lebih dulu lewat Sentra Gakumdu. Itu sebabnya polisi tak bisa mengusut meski perkara itu terindikasi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Kasus ini akhirnya bergulir di Bawaslu Jakarta. Namun, meski penyelidikan di Bawaslu sudah berjalan, KPU Jakarta tetap meloloskan pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana sebagai kandidat calon independen Gubernur Jakarta pada pemilihan yang berlangsung pada 20 Oktober 2024. Sebab, jumlah dukungan yang disengketakan dianggap tak mempengaruhi dukungan mereka secara keseluruhan.
Menurut anggota KPU Jakarta, Dody Wijaya, pihaknya sudah menganulir 167 dukungan untuk Dharma-Kun sebagaimana saran perbaikan dari Bawaslu. Di luar itu, ada pula perbaikan data berdasarkan temuan KPU Jakarta. “Total ada 403 data dukungan yang kami koreksi kembali karena tidak memenuhi syarat,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
M. Khory Alfarizi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dukungan Abal-abal Calon Independen"