Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lain Dalang, Lain Pelakunya

Majelis Hakim Agung Kal-Tim memperkuat putusan bawahannya memvonis tiga tersangka pembunuhan jaksa Gugun Hutapea. Sementara Iskandar dan Amiruddin yang dianggap dalangnya dibebaskan. (hk)

17 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA buah keputusan Majelis Hakim Agung, ternyata, bisa berbeda untuk satu kasus. Majelis Hakim Agung diketuai Piola Isa, belum lama ini, menghukum penjara seumur hidup tiga orang yang dianggap membantai Jaksa, Gugun Hutapea di Balikpapan. Padahal, sebelumnya, majelis yang sama membebaskan, Amiruddin dan Iskandar yang diduga menjadi otak pembunuhan itu. Keputusan Piola Isa itu tidak saja mengagetkan pihak terhukum - Dohang, Muis dan Sarimpi - tapi juga mengejutkan pihak kejaksaan. "Logikanya, kalau arsitek pembunuhan itu dibebaskan, seharusnya pelaksananya juga dibebaskan," ujar pengacara yang membela kedua perkara itu, J.A. Sumampouw. Seorang pejabat teras di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur juga membenarkan logika itu. "Kalau bukan karena disuruh Amiruddin dan Iskandar, buat apa ketiga orang itu membunuh?" tanya pejabat kejaksaan yang tidak bersedia disebut namanya itu. Tapi pejabat itu mengaku sampai pekan lalu belum menerima vonis Mahkamah Agung tadi. Kaitan antara pelaku yang menyuruh dan yang disuruh memang melatar belakangi kasus pembunuhan Gugun Hutapea. Jaksa itu, malam 25 September 1983, dihabisi oleh enam orang tidak dikenal di rumahnya, di kompleks Kejaksaan Balikpapan. Penyerang membunuh pula putri Gugun, Juwita, dan melukai istri Gugun, Nyonya Hasoloan, dan putri mereka yang lain, Dinar. Tapi, aneh, tak satu pun barang diambil oleh komplotan pembunuh itu. Sebab itu, menurut berkas yang dihasilkan polisi dan kejaksaan, motif pembunuhan itu balas dendam dan berencana. Iskandar, yang konon mempunyai banyak anak buah di daerah itu, sakit hati karena pernah dibentak oleh Gugun. Pasalnya, Iskandar terlambat menguruskan KTP Jaksa Gugun. Kecuali itu, menurut pemeriksaan, Iskandar, yang sehari-harinya anggota Satpam PT Petrosea, kecewa karena Gugun menolak permintaannya agar tidak dilibatkan dalam kasus pencurian di perusahaannya. Tapi, di persidangan, semua keterangan itu dicabut oleh kelima tertuduh. Bahkan, para tertuduh memberikan alibi yang kuat: berada di tempat lain ketika pembantaian terjadi di rumah Gugun. Muis, misalnya, mengaku ketika itu berada sekitar 36 km dari Balikpapan. Di pemeriksaan ia memang mengaku disuruh Iskandar membunuh Gugun. Tapi pengakuan itu, kata Muis di sidang, diberikannya karena dipaksa. Misalnya, kata Muis, suatu malam ia dibawa pemeriksa ke pinggir pantai dan di situ petugas menembakkan pistol dekat telinganya. "Bagaimana mereka tidak mengaku bila ditekan demikian?" kata Pengacara Sumampouw. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan lebih mempercayai berita acara ketimbang keterangan di sidang pengadilan. Sebab itu, majelis yang diketuai Setijono memvonis kelima orang itu dengan hukuman penjara seumur hidup. Keputusan itu kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur. Di tingkat kasasi, cerita menjadi lain. Majelis Hakim Agung, yang diketuai Piola Isa, April lalu membebaskan Iskandar dan Amiruddin selaku dalang pembunuhan itu. Sebab itu, Mahkamah Agung memerintahkan kedua orang tadi dibebaskan dari tahanan dan namanya direhabilitasi. Keputusan itu mengagetkan pihak kejaksaan, polisi, dan keluarga Mendiang di Balikpapan. "Saya menjadi tidak tenang atas putusan itu," kata janda Gugun, yang tetap yakin Iskandar dan kawan-kawan yang menghabisi suaminya. Sebab, kecuali Iskandar, kata nyonya tadi, tidak ada orang lain yang bermusuhan dengan Gugun. Pihak polisi pun merasa yakin bahwa Iskandarlah dalang pembunuhan itu. "Siapa tidak kenal mereka - Kampung Bakaran itu 'kan sarang penjahat," ujar sebuah sumber di kepolisian. Hanya saja, kata sumber itu, polisi tidak menemukan cukup bukti karena pembunuhan itu terjadi tanpa saksi, malam hari, saat kompleks kejaksaan terkena giliran pemadaman listrik (TEMPO, 11 Mei). Ternyata, Majelis Hakim Agung masih membuat kejutan baru. Muis Dohang, dan Sarimpi, yang semula dituduh sebagai pelaksana pembunuhan itu, justru ditolak kasasinya. Majelis Hakim Agung sependapat dengan peradilan bawahannya bahwa ketiga orang itu melakukan pembunuhan berencana dan karenanya dihukum penjara seumur hidup. Yang paling terkejut atas putusan itu tentu saja, Dohang, Muis, dan Sarimpi. "Mereka terkejut dan frustrasi mendengar vonis itu," kata Sumampouw. Menurut pengacara itu. ia - untuk meyakinkan diri - pernah menanyai ketiga kliennya itu secara pribadi dan rahasia tentang keterlibatan mereka dalam pembunuhan itu. "Tapi mereka mau bersumpah bahwa tidak melakukan perbuatan itu," ujar Sumampouw. Sebab itu, Sumampouw berniat meminta herziening ke Mahkamah Agung dengan alasan bahwa pemeriksaan di Pengadilan Negeri Balikpapan tidak berjalan sesuai dengan ketentuan hukum acara. Ketua Majelis Hakim Agung Piola Isa membantah keras bahwa keputusan yang diambilnya di dua perkara itu bertolak belakang. "Dalam perkara Dohang, Sarimpi, dan Muis, majelis menemukan bukti-bukti bahwa mereka melakukan pembunuhan. Tapi Iskandar dan Amiruddin tidak bisa dibuktikan menyuruh ketiga orang itu," ujar Piola Isa, Senin pekan ini. Dalam pertimbangannya majelis memang tidak menyinggung-nyinggung soal motif pembunuhan itu. Tapi buat apa mereka membunuh Gugun yang tidak pernah berurusan dengan mereka? Agaknya peradilan tidak perlu menjawabnya. Sebab, peradilan pidana kita memang hanya membutuhkan bukti materiil tanpa perlu menggali motif perbuatan terhukum. Mungkin di situlah soalnya. Karni Ilyas Laporan Moebanoe (Jakarta) & Rizal Efendi (Balikpapan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus