Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Demokrasi untuk Papua (AIDP) menerbitkan hasil laporan investigasi penjualan senjata api dan amunisi ilegal di tanah Papua sejak tahun 2011 hingga 2022 di Kota Jayapura pada Jumat 1 Juli 2022. Dalam laporan tersebut, terdapat 51 orang yang terkena pidana dengan keuntungan miliaran rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum lama ini Satuan Tugas (Satgas) Nemangkawi meringkus Ratius Murib alias Neson Murib, yang diduga menjual senjata api beserta amunisi ke kelompok bersenjata di Papua. Menurut Juru Bicara Satgas Nemangkawi Komisaris Besar M. Iqbal Alqudussy, Neson Murib memperoleh miliaran rupiah terkait dengan penjualan dan pembelian senjata api beserta amunisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Total yang dikirim dan diterima Rp 1.393.100.000," ujar Iqbal melalui keterangan tertulis pada Selasa, 15 Juni 2021.
Melansir jubi.id mitra Teras.id, sumber yang didapat dari laporan ini berisi data dari Putusan pengadilan negeri, putusan pengadilan militer dan pemberitaan di media massa. Selain itu, AIDP juga mencatat dokumen dari hasil wawancara dengan Komnas HAM, Polda Papua, pelaku, terpidana, terdakwa dan pengacara.
Laporan ini juga menyisakan beberapa fakta menarik. Untuk lebih memahaminya, berikut beberapa fakta yang telah dikumpulkan AIDP:
1. Pelaku penjualan senjata api dari berbagai latar belakang
Laporan AIDP mengungkapkan semenjak tahun 2011 sampai 2021, sumber peredaran senjata api ilegal di Papua ditempati oleh berbagai jabatan sipil. Hasil dari laporan tersebut menyatakan terdapat 51 orang yang dipidana karena memperdagangkan senjata.
Dari sekian julah tersebut terdiri dari 31 warga sipil, 14 prajurit TNI dan enam anggota Polri. Barang bukti yang dikumpulkan selama periode itu sebanyak 52 pucuk senjata api, 9.605 butir peluru. Jumlah total uang yang didapat dari penjualan itu senilai Rp7.244.990.000.
2. Beragam macam sumber pendanaan
Direktur AlDP, Anum Latifah Siregar mengatakan pendanaan bisnis illegal ini berasal dari berbagai macam sumber. Beberapa di antaranya adalah Dana Desa, keuntungan hasil tambang, dan uang yang beredar dalam proses pemilihan pejabat publik, khususnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
3. Alur penjualan senjata api
Alur untuk penyaluran senjata atau amunisi dagangan ilegal mencakup beberapa jalur transportasi, yaitu menggunakan transportasi darat, laut, bahkan transportasi udara. Kawasan yang paling sering menjadi titik pelepasan tujuan dari transaksi penjualan ini adalah Jayapura, Wamena, dan Nabire.
Jalur yang dipakai umumnya memakai jalur yang tertutup seperti di sekitar hutan, jalan setapak, atau rute mobil di pinggiran kota, dan jalur itu diandalkan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Sementara untuk jalur laut, berlabuh di berbagai pelabuhan kecil.
4. Memasang tarif tinggi dalam penjualan
Salah satu motif penjualan senjata api dan amunisi ini karena melihat harga penjualan yang tinggi bagi para pelaku. Harga sebutir peluru ilegal di Papua bisa mencapai kisar Rp150 ribu hingga Rp500 ribu. Ditambah dengan perantara yang cukup banyak membuat keuntungan semakin banyak juga.
Untuk senjata api berjenis M16 dan M4, dipasang tarif berkisar sekitar Rp90 juta hingga Rp330 juta per pucuk. Adapun pistol yang ditarif dengan harga Rp15 juta sampai Rp100 juta per pucuk.
5. Motif penjualan senjata
Direktur AIDP juga menjelaskan terdapat beberapa motif yang menjadi latar belakang transaksi ilegal ini. Pertama, didasari oleh motif ekonomi. Hal ini disebabkan karena harga penjualan senjata api ilegal dinilai cukup mahal.
Kedua, diakibatkan kerana motif untuk menaikan jenjang karir seseorang. Terakhir ialah motif penguasaan sumber daya alam (SDA). Hal ini didasarkan dari indikasi untuk menggeser masyarakat setempat menguasi SDA.
6. Evaluasi bagi TNI dan Polri
Laporan AlDP merekomendasikan perlunya evaluasi dan pengawasan internal terhadap produksi dan mekanisme distribusi oleh TNI serta Polri. Mulai dari pembatasan pembawaan, tata cara penyimpanan, dan penggunaan di setiap ikatan pada aparat organik maupun non organik.
7. Mengahancurkan nilai kemanusiaan
AIDP berharap agar selalu mengawasi terhadap wilayah yang berpotensi menjadi titik lokasi perdagangan ilegal di Papua. Selain itu, apparat serta merta memproses secara hukum para pelaku, baik pemilik atau penyedia utama. Hal ini akan berdampak untuk mengahancurkan nilai kemanusiaan di Tanah Papua.
FATHUR RACHMAN I ANDITA RAHMA I SDA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.