Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kini diperbolehkan membawa senjata api. Hal itu sebagaimana diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang telah disahkan oleh DPR RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 19 September 2024, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Wihadi Wiyanto memaparkan perubahan-perubahan yang terdapat pada RUU tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perkenankan kami menyampaikan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” kata Wihadi.
Dia menjelaskan dari rapat-rapat yang dilaksanakan Baleg DPR bersama pemerintah menyepakati adanya sembilan perubahan. Pertama, penambahan substansi pada konsiderans.
“Dua, penambahan substansi baru melalui Pasal 3 ayat (4) terkait pejabat imigrasi tertentu dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Wihadi.
Kemudian, dia mengatakan perubahan ketiga terletak pada substansi Pasal 16 ayat (1) huruf b yang menyatakan bahwa pejabat imigrasi dapat menolak orang untuk meninggalkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penolakan tersebut dilakukan dalam rangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan atas permintaan.
“Empat, penambahan substansi baru dengan menyisipkan Pasal 24a di antara Pasal 24 dan Pasal 25 terkait dokumen perjalanan Republik Indonesia,” ucap dia.
Perubahan kelima, lanjut dia, terdapat pada Pasal 72 berupa penambahan frasa “dan/atau pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) serta koordinasi dalam pelaksanaan antara pejabat imigrasi dan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
Ia mengatakan perubahan keenam terjadi pada substansi Pasal 97 ayat (1) mengenai jangka waktu pencegahan. Selanjutnya, perubahan ketujuh terletak pada Pasal 103 terkait ketentuan lebih lanjut pelaksanaan pencegahan dan penangkalan yang diatur dengan peraturan menteri (permen).
“Delapan, perubahan Pasal 117 setelah frasa pejabat imigrasi, ditambahkan ‘dan/atau pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia’,” ujar Wihadi.
Sementara perubahan kesembilan dalam RUU Nomor 6 Tahun 2011, yaitu penambahan substansi baru pada Pasal 137 ayat 2 huruf c terkait sumber lain yang dapat diatur dengan peraturan presiden (perpres).
Setelah Wihadi menyampaikan laporan, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus pun menanyakan kepada seluruh fraksi terkait perubahan RUU Nomor 6 Tahun 2011 untuk disahkan menjadi undang-undang.
“Selanjutnya, kami menanyakan kepada setiap fraksi. Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Lodewijk.
“Setuju,” kata para peserta rapat paripurna.
Kemudian, Lodewijk mengetuk palu sidang. “Terima kasih,” ucapnya.