PETUGAS Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) tak akan kelihatan lagi merazia becak. Mereka juga akan hati-hati mengutip denda atas pelanggaran ketertiban umum. Yang menggembirakan pedagang kaki lima, petugas tak akan gegabah lagi mengobrak-abrik tenda. Semuanya baru mungkin jika, tentu saja, peraturan daerah (Perda) yang akan disahkan DPRD pekan-pekan ini dilaksanakan dengan lurus. Perda baru itu menggantikan Perda lama, No. 3/1972. Isinya sederetan larangan bagi warga Ibu Kota melanggar peraturan ketertiban umum. Tak ada perbedaan mendasar antar kedua Perda. Menurut Kepala Biro Hukum Pemda DKI Untung Sutriasno, Perda baru itu disesuaikan dengan perkembangan dan bisa melindungi penggunaan prasarana umum. Perda yang "serba melarang" itu, menurut seorang pejabat Pemda DKI, mencerminkan bahwa Jakarta tidak setengah-setengah mengatur warganya. Sanksi, misalnya, diperberat. Sebelumnya, pelanggar Perda 3/1972 diancam hukuman kurungan 3 bulan atau denda Rp 10 ribu. Kini, pelanggar ketertiban umum bisa diancam pidana kurungan 3 bulan atau denda Rp 50.000. Warga di kampung-kampung yang ingin membuat portal, tanggul, harus meminta izin Gubernur. Sungai, dalam Perda itu, diatur secara rinci. Bukan cuma membuang sampah di kali saja yang dilarang. Di sepanjang sungai Jakarta nanti akan dipancang banyak rambu larangan mandi, mencuci pakaian, bahan makanan, kendaraan, dan lain-lain. "Air sungai dipakai untuk mencuci tahu dan tempe, ini 'kan sudah tidak betul," kata Untung Sutriasno. Kalau Perda itu dilaksanakan, mungkin pada bulan Puasa aparat keamanan akan sibuk menangkap anak-anak yang biasanya bermain di jalanan seusai makan sahur. Karena, dalam Perda baru, setiap orang dilarang bermain-main di jalan, di atas atau di bawah jembatan, di pinggir rel kereta api, atau tempat umum lainnya. Becak, yang selama ini menjadi bulan-bulanan petugas Kamtib, diatur sendiri. Dilarang mendirikan usaha pembuatan, perakitan, penjualan becak, dan memasukkannya ke wilayah DKI. Dengan demikian, becak akan punah dengan sendirinya. Sementara itu calon pengganti, yakni ojek, juga dilarang. Pedagang asongan, penjual koran, dan pengamen pasti tidak leluasa lagi mencari makan. Mereka tidak boleh berjualan di perempatan, pinggir jalan, di atas bis kota. Namun, Gubernur membantah Perda baru akan menyudutkan kelas bawah. "Justru sebaliknya, melindungi rakyat kecil, meskipun secara umum semua warga bertanggung jawab terhadap ketertiban umum," kata Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto. Ia tidak merinci bagian mana yang tidak membatasi rakyat kecil. Ia justru menunjuk kekuatan baru Perda itu. Dalam penegakan hukum berbagai kasus pelanggaran ketertibn umum, Perda akan mengikuti aturan main KUHAP, dengan kategori perkara acara singkat. Dengan demikian, segala upaya paksa berupa razia, penyitaan, penangkapan, dan penahanan hanya boleh dilakukan penyidik tunggal, yakni polisi. Sebagian anggota DPRD DKI masih meragukan pelaksanaannya, mengingat Perda itu terlalu ideal. Romulus S. Sihombing dari F-PDI, misalnya, mengharapkan sebaiknya Pemda DKI terlebih dahulu menyediakan prasarana dan fasilitas kota, sebelum melaksanakan ketentuan Perda itu. "Soal larangan bermain di jalan, misalnya, Pemda harus menyediakan tempat-tempat rekreasi yang cukup, terutama untuk daerah kumuh." Ketua LBH Jakarta, Nyonya Nursyahbani Katjasungkana, menilai Perda baru itu sebagai langkah baru di bidang hukum, namun, katanya, masalah sosial ekonomi juga perlu diperhatikan. Larangan untuk berbagai kegiatan kelas bawah dinilainya tak akan menyelesaikan masalah dengan gampang. Mereka itu tak punya pilihan lain dalam mendapatkan fasilitas umum dan mencari nafkah. YH, Diah Purnomowati, dan Linda Djalil (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini