Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Profil PT Gunung Bara Utama yang Disita Kejaksaan dan Dijual di Bawah Harga Pasar

Konsesi tambang batu bara PT Gunung Bara Utama membentang 5.350 hektare di Kutai Barat. Pernah jadi rebutan pengusaha tambang.

26 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI atas akta, rumah toko tiga lantai di Jalan Tebet Barat Raya, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, tercatat sebagai alamat PT Gunung Bara Utama (GBU), perusahaan pemilik konsesi tambang batu bara seluas 5.350 hektare. Lokasi tambangnya berada di Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, sekitar 400 kilometer atau sekitar sepuluh jam perjalanan darat ke arah barat laut dari ibu kota provinsi, Balikpapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski memiliki cadangan batu bara mencapai 70,68 juta metrik ton, kantor PT GBU tak terlihat mentereng. Tatkala disambangi Tempo pada Selasa, 21 Mei 2024, tak ada papan nama PT GBU. Ruko tersebut juga dihuni kantor agen travel haji dan umrah, Aston Alhijaz Hotels, sejak setahun lalu. Seorang karyawan agen membenarkan bahwa alamat tersebut juga digunakan sebagai alamat PT GBU. “Tapi tak ada aktivitas PT GBU,” ujar karyawan yang enggan menyebutkan namanya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT GBU berdiri pada 2007. Dua tahun kemudian, Heru Hidayat, melalui PT Black Diamond Energy dan PT Batu Karya Berkat, mengakuisisi PT GBU. PT Black Diamond dan PT Batu Karya merupakan anak perusahaan PT Trada Alam Minera Tbk. Heru menjadi komisaris utama di PT Trada Alam.

Kejaksaan Agung menangkap Heru setelah ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya pada 2020. Di pengadilan, Heru divonis bersalah dan asetnya disita untuk mengganti kerugian negara. Salah satunya PT GBU. “Aset yang disita termasuk 1.626.383 saham PT GBU,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Kejaksaan Agung lantas melelang aset dan saham PT GBU pada 8 Juni 2023. Nilainya mencapai Rp 1,94 triliun. Pemenangnya adalah satu-satunya perusahaan yang mengajukan penawaran, PT Indobara Utama Mandiri.

Jaksa sempat menyerahkan pengelolaan sementara PT GBU kepada PT Bukit Asam. Tapi, di lapangan, perusahaan negara ini pun kelimpungan menggarap tambang itu. “Bukit Asam tak mampu mengelola, diserahkan kembali kepada kami,” ucap Ketut Sumedana.

Penyitaan ini membuat PT Trada Alam Minera Tbk meradang. Menurut mereka, tidak satu pun aset di wilayah perusahaan dikuasai Heru secara pribadi ataupun lewat nomine. “PT GBU tidak terafiliasi dengan Heru Hidayat,” demikian penjelasan Sekretaris Perusahaan Trada Alam Minera Asnita Kasmy kepada Otoritas Jasa Keuangan pada 1 Desember 2022.

Kejaksaan Agung tetap menyita PT GBU karena putusan pengadilan membebankan kepada Heru pembayaran ganti rugi kepada negara sebesar Rp 10,7 triliun. Lantaran PT Bukit Asam mundur, jaksa bergegas melelang PT GBU setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Setelah lelang diumumkan, PT GBU mendadak menjadi incaran pengusaha lain. PT Sendawar Jaya, perusahaan tambang lain di Kutai Barat, mengajukan gugatan. Mereka mengklaim diri sebagai pemilik sah lahan tambang 5.350 hektare di Kecamatan Damai tersebut. “Sebelum jaksa menyita, sudah ada keributan soal klaim ini,” tutur Aldres Jonathan Napitupulu, kuasa hukum PT GBU.

Gugatan PT Sendawar Jaya tembus. Pada 12 Juni 2023, majelis hakim mengabulkan gugatan mereka. Putusan ini mengagetkan Kejaksaan Agung yang sudah menyita PT GBU. Mereka mengajukan permohonan banding hingga akhirnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan tingkat pertama pada 7 Agustus 2023. Kuasa hukum PT Sendawar Jaya, Elvis Kristian Suparna, belum mau mengomentari putusan terakhir ini, termasuk soal berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya. “Saya koordinasikan dulu dengan tim,” ujar Elvis.

Sebab, Kejaksaan Agung juga mencium adanya “permainan” dokumen di balik klaim PT Sendawar Jaya sebagai pemilik konsesi. Belakangan, dokumen yang dipakai PT Sendawar Jaya di pengadilan diduga dipalsukan. “Kami bawa kasus ini ke ranah korupsi,” ucap Ketut Sumedana. Bupati Kutai Barat saat itu, Ismail Thomas, ikut terjerat. Ismail, yang juga anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, akhirnya divonis satu tahun penjara atas kasus pemalsuan dokumen perizinan tambang ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Mohammad Khory Alfarizi berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Adu Klaim Aset Gunung Bara". 

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus