Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokumen penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi lampiran penting dari surat Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal Idham Azis kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu tiga pekan lalu. Penetapan tersebut menjadi dasar polisi untuk menyita dua barang bukti kasus suap impor daging sapi pengusaha Basuki Hariman yang diusut komisi antikorupsi. ”Pengadilan menyetujui karena barang itu untuk penyidikan tindak pidana,” ujar Achmad Guntur, juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.
Barang bukti yang dimaksudkan adalah buku berwarna merah bertulisan ”IR. Serang Noor”, dengan nomor rekening 42817551** di Bank BCA Kantor Cabang Unit Sunter Mall, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Serang Noor adalah anak buah Basuki. Satu lagi buku berwarna hitam bertulisan ”Kas Dollar PT. Aman Abadi tahun 2010”. Buku merah yang dibuat Kumala Dewi Sumartono, anggota staf keuangan CV Sumber Laut Perkasa, salah satu perusahaan Basuki, berisi catatan pengeluaran uang yang ditengarai buat para pejabat polisi dan instansi lain.
Tersimpan di brankas Unit Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK, buku merah sesungguhnya tidak utuh lagi. Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun saat masih menjadi penyidik KPK diduga menghilangkan 15 lembar catatan keuangan tersebut pada 7 April 2017. Keduanya juga diduga menghapus catatan itu dengan cara memberikan Tipp-Ex pada nama-nama penerima uang. Komisi sudah melakukan pemeriksaan internal. Tapi, sebelum keputusan diketuk Pengawas Internal, keduanya sudah dikembalikan ke instansi asal oleh pimpinan KPK.
Belakangan, polisi mengusut kasus dugaan perintangan penyidikan yang dilakukan Roland dan Harun. Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI menyatakan sudah memeriksa mereka dan keduanya tak terbukti melakukan perusakan barang bukti Basuki Hariman tersebut. Polisi mengusut dugaan perintangan ini empat hari setelah terbit liputan investigasi IndonesiaLeaks pada 8 Oktober lalu. Laporannya mengulas penghapusan catatan di buku merah tersebut.
Menurut laporan IndonesiaLeaks, dalam catatan keuangan di buku bank itu tertulis salah satunya nama Tito Kapolda—nama yang diasosiasikan dengan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, yang ketika itu merupakan Kepala Polda Metro Jaya. Tito tak mau menjelaskan soal tuduhan tersebut. Ditemui dalam beberapa kesempatan, ia meminta wartawan melayangkan pertanyaan itu kepada Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri. ”Dijawab Humas,” katanya. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan tak ada aliran dana ke Tito dalam kasus itu. ”Tidak benar ada aliran dana ke Tito Karnavian,” ujarnya.
Kendati beberapa kali disebut dalam persidangan perkara suap Basuki Hariman terhadap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, buku merah itu tak pernah ditunjukkan di muka sidang. Dalam putusan para terdakwa perkara itu, seperti Basuki dan anak buahnya, Fenny Ng, buku merah dan buku hitam masuk daftar barang bukti dalam lampiran putusan. Menurut sejumlah sumber yang sudah melihat barang bukti itu setelah skandal perusakan oleh Roland dan Harun, ada sejumlah nama petinggi polisi yang hilang dari catatan tersebut.
Menurut seorang penegak hukum, dalam permohonan penyitaan, polisi menyebutkan dua buku itu menjadi bukti penting penyidikan perintangan perkara suap Basuki yang diusut KPK. ”Kami tak bisa menolaknya,” ucap Achmad Guntur. Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, polisi harus meminta izin pengadilan untuk menyita barang bukti kasus penyidikan.
Seorang penegak hukum lain mengatakan, selain dokumen penetapan penyitaan dari pengadilan, surat Kepala Polda Metro Jaya menyertakan hasil gelar perkara penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda dengan jaksa penuntut. Kesimpulan hasil gelar perkara itu, kata dia, polisi belum cukup bukti menetapkan tersangka karena mengalami kendala dua barang bukti buku merah.
Informasi adanya surat permintaan penyitaan itu cepat beredar di kalangan internal KPK. Seorang sumber Tempo mengatakan muncul desakan internal agar pimpinan KPK tidak menyerahkan kedua bukti itu. Para penyidik menyampaikan desakan lewat grup WhatsApp KPK yang anggotanya adalah penyidik dan lima pemimpin KPK. Pertimbangan para penyidik: KPK masih mengusut perkara korupsi dan membutuhkan kedua barang bukti tersebut.
Opsi lain yang ditawarkan, menurut penegak hukum ini, KPK cukup menyerahkan salinannya. ”Pimpinan sama sekali tidak menggubris usul tersebut,” ujarnya. Wadah Pegawai KPK sempat melayangkan surat via e-mail kepada kelima pemimpin yang isinya kurang-lebih sama. Mereka menawarkan dialog dengan pimpinan untuk membahas rencana penyitaan itu, tapi diabaikan. Pimpinan KPK justru menggelar rapat terpisah dan memutuskan menyerahkan kedua barang bukti tersebut pada Senin dua pekan lalu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan lembaganya memang menyerahkan buku merah dan buku hitam asli ke polisi. Adapun KPK, kata dia, hanya menyimpan salinannya. ”Buku merah yang asli yang disita sebagai barang bukti,” ujar Alex, Kamis dua pekan lalu.
Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo tentang kenapa pimpinan menyerahkan dengan mudah barang bukti itu. Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, surat wawancara Tempo kepada dua pemimpin itu telah disampaikan kepada mereka. ”Sudah disampaikan dan belum ada jawaban,” katanya.
TAK lama setelah pemberitahuan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya yang tengah mengusut upaya perintangan penyidikan kasus Basuki Hariman, pimpinan KPK mengundang pakar hukum dan pegiat antikorupsi untuk memberi masukan atas langkah polisi tersebut.
KPK pernah mengundang secara khusus tiga pakar hukum, 25 Oktober lalu. Ketiganya adalah guru besar Universitas Indonesia, Andi Hamzah; mantan hakim agung Artidjo Alkostar; dan dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar. Dua Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dan Alexander Marwata, yang menerima mereka. Salah satu pembahasannya adalah dugaan perusakan buku -merah.
Andi Hamzah dan Zainal Arifin Mochtar membenarkan ada pertemuan ini. ”Kami membahas berbagai persoalan dengan pimpinan KPK,” ujar Zainal, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Kamis pekan lalu. Andi membantah kabar bahwa persoalan buku merah bukan agenda pembahasan pokok pertemuan itu. ”Sama saja KPK membuka aib sendiri,” katanya.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif juga beberapa kali mengundang ataupun berjumpa dengan pakar hukum, di antaranya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md.; Zainal Arifin Mochtar; dan para pegiat antikorupsi. Zainal dan Mahfud membenarkan pernah bertemu dengan Syarif, Kamis pekan lalu.
Mahfud mengatakan mereka membahas banyak hal, di antaranya mengenai usul buku merah. ”Kami berdiskusi tentang buku merah buatan IndonesiaLeaks dan banyak hal lain,” ujarnya.
Seseorang yang mengetahui berbagai pertemuan itu mengatakan pimpinan KPK menjelaskan kepada mereka mengenai sikap lembaganya yang memilih menyerahkan barang bukti buku merah dan buku hitam ke Polda Metro Jaya. Di antaranya diinformasikan bahwa pimpinan KPK sudah mengecek rekaman kamera pengintai (CCTV) di lantai 9 ruang kolaborasi KPK. Dari rekaman CCTV itu jelas terlihat kegiatan dugaan perusakan barang bukti dengan cara membubuhkan Tipp-Ex yang dilakukan Roland Ronaldy dan Harun. ”Sedangkan kegiatan perobekan buku sama sekali tidak ada buktinya dalam CCTV,” kata pimpinan KPK, yang ditirukan penegak hukum ini.
Sebelumnya, Agus Rahardjo mengakui Pengawas Internal dan pimpinan sudah melihat rekaman CCTV itu. Ia memastikan tidak ada insiden perobekan buku yang terekam dalam video CCTV tersebut. ”Kamera memang sempat merekam, tapi penyobekan tidak terlihat di kamera itu,” ujar Agus di Dewan Perwakilan Rakyat, bulan lalu.
Adapun perkembangan merintangi penyidikan di Polda, kata penegak hukum ini, pimpinan berpesan agar menyelesaikan perkara tersebut tanpa perlu membuat gaduh di ranah publik. Mungkin karena pesan itu Polda tak pernah menjelaskan secara detail perkembangan penyidikan perkara ini kepada publik.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta sama sekali tak menanggapi permintaan konfirmasi Tempo. Ia menyerahkan kepada Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono. Dalam beberapa kali kesempatan, Argo hanya menjawab singkat. ”Saya belum dapat info,” ucapnya.
Dua penegak hukum di KPK mengatakan sudah empat penyidik dan pegawai lembaganya yang diperiksa Polda. Salah satunya Rufriyanto Maulana Yusuf, penyidik kasus Basuki Hariman yang dipindahkan ke Bagian Koordinator dan Supervisi KPK.
Rufriyanto mengakui pemeriksaan ini. Melalui surat elektronik, ia mengatakan sudah menyampaikan peristiwa dugaan perusakan barang bukti itu kepada penyidik Polda dan Pengawas Internal KPK. Namun mantan polisi yang beralih status menjadi pegawai tetap di KPK pada 2015 ini enggan menceritakan ulang keterangannya tersebut. ”Saya tidak bisa bicara detail karena dikhawatirkan dapat mengganggu penyidikan Polri,” katanya, Kamis pekan lalu.
RUSMAN PARAQBUEQ, M. ROSSENO AJI, ADAM PRIREZA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo