Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perkara Basuki Belum Selesai

DUA tahun berlalu, kasus dugaan korupsi impor daging sapi yang melibatkan pengusaha Basuki Hariman masih mengendap di Komisi Pemberantasan Korupsi.

8 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak diterbitkan surat perintah penyelidikan pada 11 April dua tahun lalu, dugaan pemberian uang dari Basuki untuk sejumlah pejabat di Bea dan Cukai ataupun anggota Kepolisian RI itu hingga kini belum ada perkembangan.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penyelidikan kasus tersebut saat ini dalam pemantauan bidang koordinasi dan supervisi lembaganya. Kasus itu masuk ke bagian ini, menurut dia, karena Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya belakangan menangani perkara serupa. ”Untuk perkembangannya, harus saya cek ke bagian koordinasi dan supervisi,” ujar Febri, Kamis pekan lalu.

Komisi antirasuah sesungguhnya sudah banyak bergerak dalam menangani kasus ini. Penyelidik sudah memanggil para pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Tim penindakan juga pernah menggeledah kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.

Ketika memantau kasus ini, tim KPK mendapatkan komunikasi suap yang melibatkan Basuki dan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, pada 6 Oktober 2016. Kasus ini berujung pada penangkapan Basuki dan Patrialis pada Januari 2017.

Saat melakukan penyidikan suap Basuki ke Patrialis, tim penyidik mendapatkan bukti baru berupa catatan aliran keuangan untuk Bea dan Cukai, pejabat Polri, serta instansi lain selama 2011-2016. Buku hitam dan buku merah itu ditemukan penyidik saat melakukan penggeledahan di kantor Basuki di Sunter, Jakarta Utara, pada Januari 2017. Kendati mengantongi bukti baru, komisi antikorupsi tak kunjung menaikkan status kasus korupsi impor daging sapi Basuki yang sejak awal dipantau mereka.

Salah satu musababnya, penyidik Polda Metro Jaya membuka penyelidikan kasus ini baru pada pertengahan November 2017. Sepekan setelah penerbitan surat perintah penyelidikan, Polri mengebon Basuki, yang sedang menjalani hukuman tujuh tahun dalam kasus suap kepada Patrialis, dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta mengatakan kasus dugaan gratifikasi terhadap pejabat tinggi di kepolisian dari Basuki Hariman sudah naik ke penyidikan. ”Kami sudah melakukan penyidikan. Penyidikan tentu membutuhkan wujud klarifikasi,” ucap Adi.

Menurut Adi, penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa anggota staf keuangan perusahaan Basuki, CV Sumber Laut Perkasa, Kumala Dewi Sumartono. Dari hasil pemeriksaan, Adi mengatakan Kumala mendapat perintah dari Basuki untuk mencatat seluruh pengeluaran dana perusahaan. Penyidik kemudian memeriksa Basuki. Berdasarkan keterangan Basuki saat diperiksa di Markas Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, kata Adi, pengusaha itu mengaku menggunakan anggaran perusahaan untuk kepentingan pribadi, seperti perjalanan dan akomodasi ke luar negeri. ”Tujuan mencatat itu agar uang perusahaan bisa digunakan yang bersangkutan (Basuki) untuk kepentingan pribadi,” ujar mantan penyidik KPK itu.

Ia mengklaim Basuki Hariman menyampaikan nama pejabat yang tercatat di buku merah ataupun buku hitam itu tak pernah menerima dana. ”Keterangan dia, dana itu untuk kepentingan pribadi,” kata Adi.

Belakangan, buku merah dan buku hitam itu disita penyidik Polri dari KPK. Polisi berdalih sedang menyidik kasus dugaan perintangan penyidikan yang terjadi di lembaga antirasuah dengan dua terlapor, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun.

Pengacara Basuki, Frans Hendra Winata, enggan berkomentar ihwal aliran fulus untuk pejabat Bea dan Cukai ataupun Polri dari kliennya. Dia juga bungkam ketika dimintai konfirmasi mengenai pemeriksaan Basuki oleh penyidik Polri. ”Saya tidak bisa berkomentar,” ujar Frans.

Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas, mengaku heran terhadap sikap pimpinan lembaga antikorupsi yang menyerahkan buku merah dan buku hitam itu ke Polri. ”Padahal seharusnya mereka bisa beralasan buku itu masih berstatus sebagai barang bukti di KPK untuk mengusut pihak-pihak terkait lainnya,” ucapnya. Kasus korupsi impor sapi Basuki yang sejak awal dipantau KPK, menurut Busyro, sangat membutuhkan barang bukti itu.

LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus