Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Soal Penarikan Lagu Sukatani, YLBHI Desak Kapolri Tegur Aparat yang Mengancam Musisi

Kapolri dan Prabowo harus menjamin seluruh kritik, seluruh seni, budaya, aspek pendapat dari masyarakat.

21 Februari 2025 | 07.30 WIB

Aktivis melakukan aksi demonstrasi mendukung band punk Sukatani dalam aksi Kamisan di depan Mapolrestabes Bandung, Jawa Barat, 20 Februari 2025. Aktivis menilai Sukatani telah menjadi korban represi atas kebebasan berekspresi dan berkesenian. Dugaan represi mengemuka usai personel Sukatani mengumumkan penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform pemutar musik, termasuk ungkapan permintaan maaf kepada institusi Kepolisian. Tempo/Prima mulia
Perbesar
Aktivis melakukan aksi demonstrasi mendukung band punk Sukatani dalam aksi Kamisan di depan Mapolrestabes Bandung, Jawa Barat, 20 Februari 2025. Aktivis menilai Sukatani telah menjadi korban represi atas kebebasan berekspresi dan berkesenian. Dugaan represi mengemuka usai personel Sukatani mengumumkan penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform pemutar musik, termasuk ungkapan permintaan maaf kepada institusi Kepolisian. Tempo/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengecam tindakan kepolisian yang mengintervensi musisi Sukatani atas penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar.' Ia menilai tindakan aparat tersebut melanggar konstitusi dan membahayakan demokrasi. Oleh karena itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menurut Isnur, harus turun tangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Kapolri harus menegur aparatnya yang mencoba melakukan intervensi seperti ini. Kapolri dan Prabowo harus menjamin seluruh kritik, seluruh seni, budaya, aspek pendapat dari masyarakat, sekasar apa pun," kata Isnur saat dihubungi Tempo, Kamis, 20 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Isnur menegaskan, polisi tidak boleh membungkam ekspresi seni dengan cara intimidasi. Menurut dia, seni adalah bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi. Ia juga menyoroti adanya perbedaan sikap antara Kapolri yang sebelumnya menerima kritik secara terbuka dan aparat yang justru bertindak represif.

"Sebelumnya Kapolri sudah memberikan contoh, misalnya dia di-roasting di acara HUT Polri. Mengapa sekarang ada seperti ini?" ujarnya. Artinya, lanjut Isnur, ada perbedaan sikap antara Kapolri Listyo Sigit dengan aparat yang mengintimidasi musisi seperti ini. 

Ia pun meminta Kadiv Propam Polri segera turun tangan memeriksa anggota yang mengancam dan memaksa musisi meminta maaf serta menghapus lagu yang mengkritik Korps Bhayangkara itu. Isnur menilai, tindakan seperti ini mengingatkan pada era Orde Baru yang menakutkan, saat kritik dalam seni dan sastra oleh masyarakat dibungkam. "Tidak boleh tipis kupingnya, apalagi mengancam seperti ini dan memaksa orang men-take down lagunya."

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan kepolisian tidak pernah memerintahkan band punk Sukatani menarik lagu mereka yang berjudul 'Bayar Bayar Bayar'. Trunoyudo mengklaim bahwa Polri tidak antikritik dan terus berupaya menjadi organisasi yang modern.

“Komitmen dan konsistensi, Polri terus berupaya menjadi organisasi yang modern yaitu Polri Tidak Anti Kritik,” kata Trunoyudo melalui pesan tertulis, Kamis.

Trunoyudo mengatakan sikap menerima kritikan itu menjadi semangat Polri di bawah pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia mengatakan, Kapolri kerap mengingatkan anak buahnya untuk menerima setiap masukan dan kritikan. “Kapolri selalu menegaskan hal tersebut kepada seluruh jajaran,” ujarnya.

Sebelumnya, grup band bergenre punk asal Purbalingga, Sukatani, mengumumkan penarikan lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform pemutar musik. Salah satu lagu yang dirilis dalam album Gelap Gempita itu berisi kritikan terhadap polisi. 

Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan oleh personel band Sukatani di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam unggahan itu, dua personel Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis) menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri dan institusi kepolisian.

Mereka tampil tanpa topeng, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kedua personel Sukatani memang memilih untuk jadi anonim di depan publik.

“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” kata Lutfi.

Dalam pernyataan itu, dia mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik terhadap anggota kepolisian yang melanggar aturan. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” ujarnya.

Dia juga meminta pengguna media sosial untuk menghapus video atau lagu yang sudah terlanjur tersebar di sosial media. “Karena apabila ada risiko di kemudian hari sudah bukan tanggung jawab kami dari Sukatani,” ujar Lufti.

Di akhir pernyataan tersebut, mereka mengakui permintaan maaf dan penarikan lagu itu tanpa paksaan dari siapa pun. “Pernyataan yang kami buat ini dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, dari siapapun, kami buat secara sadar dan sukarela,” ujar mereka.

Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Intan Setiawanty

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus