Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lembaran Baru Kardus Durian

Kertas berkop surat Komisi Pemberantasan Korupsi itu tiba di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, akhir Juli lalu.

19 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Massa berunjuk rasa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera meng­usut kembali mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigra­si, Muhaimin Iskandar.
Perbesar
Massa berunjuk rasa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera meng­usut kembali mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigra­si, Muhaimin Iskandar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Surat itu meminta Musa Zainuddin menerangkan dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014 kepada penyelidik. Direktur Penyelidikan Iguh Sipurba yang meneken surat tersebut. “Diharapkan membawa surat atau catatan terkait dengan dugaan aliran suap kepada Abdul Muhaimin Iskandar,” begitu bunyi penggalan surat yang diperoleh Tempo itu.

Musa Zainuddin mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Ia menjadi terpidana suap pengaturan anggaran dan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan hukuman sembilan tahun penjara. Musa mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa. Muhaimin—yang kini ingin dipanggil Gus AMI, singkatan dari nama lengkapnya—memimpin PKB sejak 2005.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, membenarkan jika lembaganya disebut tengah mengusut dugaan suap yang berkaitan dengan Muhaimin Iskandar saat menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. “Ada penyelidikan yang sedang berjalan,” kata Febri, Kamis, 17 Oktober lalu.

Kasus itu bermula saat KPK menangkap sejumlah orang, yakni Dharnawati, seorang pengusaha, Sekretaris Direktur Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja I Nyoman Suisnaya, serta Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan Dadong Irbarelawan pada Agustus 2011. Dharnawati diduga menyuap kedua pejabat demi mendapatkan alokasi dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah untuk empat kabupaten Provinsi Papua di Kementerian.

Muhaimin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2009-2014. Saat menggelar operasi tangkap tangan dan menangkap ketiganya, penyidik menyita uang Rp 1,5 miliar yang dibungkus kardus durian. Saat bersaksi di pengadilan, Dharnawati mengatakan ia menyerahkan uang itu kepada Nyoman Suisnaya. Rencananya, uang tersebut disetorkan kepada Muhaimin untuk persiapan Lebaran. “Katanya sih akan diserahkan ke Pak Menteri,” ujar Dharnawati saat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Februari 2012.

Muhaimin berkali-kali membantah akan menerima suap. Ia mengaku tak mengetahui proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. “Proyek itu saya tidak tahu, apalagi commitment fee-nya,” ucap Muhaimin saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pengadilan memutus Dharnawati, Nyoman Suisnaya, dan Dadong Irbarelawan bersalah. Hakim menghukum ketiganya masing-masing tiga tahun penjara. Majelis hakim terdakwa Dadong dan Nyoman mencoret nama Muhaimin dalam surat putusan.

Seorang penegak hukum memastikan KPK sudah membuka penyelidikan baru dalam kasus uang suap kardus durian ini. Mereka tengah mengendus penerima dan pemberi suap serta membuka kemungkinan untuk tersangka di luar itu. Febri Diansyah menyebutkan penyelidik tetap bekerja hingga maksimal. “Penyelidik tengah menelusuri bukti dan aliran uang,” ujar Febri. Bukti baru soal aliran uang ini yang menjadi dasar KPK kembali membuka penyelidikan dugaan suap dalam kardus durian tersebut.

Penyelidikan KPK sempat limbung saat Ali Mudhori meninggal pada 9 Agustus 2013. Ali adalah saksi kunci dalam kasus suap ini. Saat itu, Ali menjabat anggota staf asistensi Menteri Muhaimin. Ia yang memperkenalkan para pengusaha kepada Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan. Ali sempat menghilang dan tak menghadiri panggilan persidangan dengan alasan sakit. Penyelidikan soal dugaan penerimaan dalam kardus durian pun akhirnya mangkrak.

Saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada akhir Agustus 2013, Ali menyebutkan sebagian uang suap Rp 1,5 miliar digunakan untuk menggantikan ongkos dan akomodasi serta tambahan buat tunjangan hari raya kepada anggota staf lain. “Alhamdulillah, itu bagian dari zakat kita,” ucapnya di persidangan kala itu.

MUSTAFA SILALAHI

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pengawal ‘Jatah’ Partai

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus