Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Liku-Liku Bisnis Bath

Letkol ciptadi penasehat pt jarut tertipu sarjit sing bath, warga negara singapura dalam bisnis batu bara. kerugian rp 37 juta. kejaksaan agung membebaskan. kepolisian tetap menahannya.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG perwira polisi, Letkol Ciptadi, perwira pada Oditurat Jenderal Mabak, rupanya dapat juga mengeluh soal perlakuan hukum di sini. Sebab, begitu ceritanya, lawannya yang bernama Sarjit Sing Bath, seorang warganegara Singapura yang diadukannya ke kantor Kejaksaan Agung sebagai penipu, ternyata telah dibebaskan dari tahanan tanpa syarat. Padahal, seperti kisah drs. Ciptadi ini, tuduhan penipuan sebenarnya cukup dianggapnya terbuktl: Bath telah menggaet uang perwira kepolisian ini sebanyak kurang lebih RI 30 juta. "Kejaksaan telah begitu mudahnya membebaskan tersangka tanpa kelihatan sedikitpun berusaha menemukan bukti yang telah kami berikan petunjuknya. Bahkan paspornya pun tidak disita," katanya. Tentu saja perwira ini jadi kesal hati. Ia merasa telah diperlakukan tidak adil. Itulah sebabnya Ciptadi kelihatan terus mendongkol dan mengancam: kalau persoalannya tak juga dibereskan oleh para penegak hukum di sini, mending ia berhenti saja dari dinas kepolisian. Ceritanya dimulai sejak bulan Mei 1976. SS Bath, pemuda keturunan India berumur 26 tahun ini, bersama rekannya Mike Jeganatha, membicarakan soal impor batu bara untuk keperluan Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan Ciptadi. Bath mengaku sebagai Executive Director dari sebuah perusahaan bernama APEC di Singapura. Sedang Ciptadi berbicara sebagai sponsor keuangan dan penasehat PT Jasa Rimba Utama (PT Jarut). Sepert Dihipnotis Janji SS Bath cukup muluk. "Saya dijanjikan akan memperoleh keuntungan 23 dolar setiap ton batubara," kata Ciptadi. Sedangkan batubara yang akan didatangkan dari Amerika jumlahnya cukup menggiurkan: 15 ribu metrikton. Moda]nya? Garnpang - Bath telah menjanjikan hutang sebanyak 1,8 juta dolar dari sponsor keuangannya di New York. Asal pihak PT Jarut menyediakan modal permulaan, yang disebutnya perfor mance-bond, 5% dari jumlah modal: sekitar Rp 37 juta. Ciptadi setuju syarat itu. Apalagi jalan bisnis batubara ini tampak licin: PGN sudah teken kontrak untuk menerima batubara, kemudian mengolahnyamenjadi gas dan hasil sampingannya (cokes) akan dipasarkan kembali ke pabrik-pabrik gula oleh PT Jarut. Bahkan dalam bisnis ini PGN sudah sampai menyingkirkan pensuplai batubara sebelumnya, PT Mashur, untuk memberi peluang kepada PT Jarut mendatangkan batubaranya. Perjanjian antara Bath dan PT Jarut pun diteken bulan Juni 1976, di Hotel Indonesia. Segala syarat keuangan segera dipenuhi oleh Ciptadi. "Sampai saya harus pinjam dari teman-teman dan kredit dari bank segala," ucapnya. Mulamula Bath menerima uang dalam bentuk deposito Bank Bumi Daya sebesar Rp 8 juta. Deposito itu, kemudian, dapat dicairkan oleh Bath di bank BBD Kebonsirih. Bahkan bulan berikutnya Bath makin merogoh kantong PT larut: ia berhasil menguangkan cek pada BNI cabang Singapura sebanyak Rp 22 juta. Pihak Ciptadi kelihatannya memang begitu gampang mempercayai Bath? "Saya seperti dihipnotis saja," tutur Ciptadi. Apalagi, ketika minta agar cek bisa diuangkan, Bath ada menunjukkan bukti bahwa ia telah membuka L/C dari APC Singapura kepada pensuplai batubara Hansen Neuerburg di Hamburg (Jerman Barat), sebanyak 1.110 ribu dolar. Walaupun berikutnya Ciptadi telah pula memenuhi syarat keuangan lainnya, yaitu menyerahkan bank-garansi senilai Rp 7 juta dari cabang Singapura, impor batubara yang direncanakan tak kunjung dapat dilaksanakan. Sementara PGN sudah kalang-kabut kehabisan batubara . L/C Palsu Orang PT Jarut mulai mencium bau hangus martabak SS Bath. Kertas L/C yang pernah diiming-irningkan SS Bath mulai diselidiki. Diam-diam Direktur PT Jarut, Bambang Suharto, memfotokopi kertas L/C itu. Itu tak begitu sulit dilakukan. Sebab, dengan alasan untuk memperpanjang masa kontraknya dengan PGN, Bambang Suharto dapat membujuk Bath untuk meminjamkan sebentar kertas 'berharga' itu. Lalu berbagai pihak dihubungi untuk mencek kebenaran L/C. Ternyata, begitu hasil penyelidikan, baik perwakilan pensuplai batubara di Indonesia, Klockner Indonesia, maupun pihak bank FNCB sendiri menyatakan: L/C semacam yang dibawa SS Bath itu tak pernah diterbitkan. Begitu mengetahui hasil penyelidikannya, Pr Jarut membuat hubungannya dengan Bath jadi perkara. Itulah sebabnya Bath tak dapat begitu saja dapat meninggalkan Indonesia. Setelah melalui beberapa proses hukum, "yang wajar saja," kata Ciptadi, Bath masuk tahanan kejaksaan. Bath tidak tinggal diam dan apalagi menyerah begitu saja. Lewat kedutaanbesar Singapura di Jakarta ia minta bantuan hukum pengacara Yap Thiam Hien. Protes Bath terhadap kerja para penegak hukum di sini (disebutnya: "telah menyandera") didukung oleh pengacaranya. Sampai-sampai Ciptadi, sebagai polisi, harus berurusan sebentar dengan teguran atasannya atas tuduhan Yap: telah mencampuri urusan perusahaan swasta. Proses hukum berjalan. Kejaksaan Agung telah menahannya lebih dari 3 bulan. Cuma, seperti yang diherankan Ciptadi, "tampaknya pihak kejaksaan tidak banyak berbuat untuk perkara ini." Tak ada barang-barang bukti, seperti yang disarankan oleh pihak pengadu, yang dipegang oleh jaksa. Ciptadi khawatir, "janganjangan barang bukti yang diperlukan sudah tak ada lagi di sini -- termasuk L/C yang saya katakan palsu itu." SS Bath dapat bebas dari tahanan atas jaminan seorang instruktur karate kejaksaan. Bagaimana karateka ini dapat menjadi penjamin bagi kebebasan Bath? Entahlah. Ciptadi sendiri tak habis mengerti -- sementara pihak Kejaksaan Agung yang dihubungi TEMPO belum bersedia memberi keterangan. Keluar dari tahanan bukan berarti Bath dapat lenggang-kangkung kembali ke negaranya. Kepada TEMPO ia mengeluh: Mula-mula ia masih terhambat di kantor imigrasi. Ia tak diizinkan meninggalkan Indonesia. Tapi Bath dan pengacaranya bukan maingigihnya. Akhir Mei lalu ia mengirim surat kepada Jaksa Agung - yang tembusannya dikirimkan juga kepada Menteri Kehakiman, Menteri PAN, Menlu Singapura sampai Parlemen di sana -- yang isinya agak mengancam: "Kalau tidak diizinkan meninggalkan Indonesia untuk kembali ke tanah air sebelum tanggal 31 Mei, maka bertekad untuk menjalani puasa sampai izin diberikan atau sampai mati ...." SS Bath, katanya, memang betul-betul puasa sampai datang surat dari kejaksaan 2 hari kemudian. Agaknya kejaksaan tak begitu pusing dengan keributan antara Ciptadi dengan Bath itu. Tepat 1 Juni lalu Kepala Direktorat Reserse Kejaksaan Agung mencabut surat permintaan penghambatan warganegara asing ini yang pernah ditujukan kepada kantor imigrasi. Alasannya: "Pemeriksaan atas dirinya (SS Bath) telah selesai." Tapi Bath, hingga berita ini turun, ternyata masih juga terhambat kakinya di Jakarta. Lepas dari pemeriksaan kejaksaan, rupanya ia jatuh ke tangan kepolisian. Ia, untungnya, tak ditahan lagi. Ia menginap di sebuah hotel. Agaknya perwira polisi, yang punya urusan dengannya, tak akan melepaskan orang ini begitu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus