Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa ia memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi polisi wanita (polwan) untuk mengembangkan karier hingga puncak tertinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan tersebut disampaikan Jenderal Listyo Sigit dalam acara Gender Mainstreaming Insight: Equality in Action, Insight in Policy serta peluncuran Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri di Gedung Tribrata, Jakarta, pada Selasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya kira, saya Kapolri, tidak membatasi terkait dengan ruang bagi rekan-rekan polwan untuk bisa berkarier setinggi-tingginya,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Dirinya mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan Kapolri selanjutnya berasal dari kalangan polwan. “Kita juga menginginkan ke depan ada Kapolri dari polwan. Kualitas polwan tidak kalah dengan laki-laki,” kata dia
Upaya pengaderan menjadi langkah prioritas untuk mencetak polwan berkualitas, salah satunya melalui Direktorat PPA-PPO yang berfokus pada isu-isu perempuan, anak, dan kelompok rentan.
“Tentunya Direktorat PPA-PPO itu jadi salah satu yang dipersiapkan untuk pengaderan mulai dari pangkat paling awal untuk kepolisian yang lulus Akpol. Pangkat Perwira Pertama (Pama), Perwira Menengah (Pamen), dan Perwira Tinggi (Pati) bisa di situ,” ucapnya.
Jeanne Mandagi. Dok Tempo
Siapa Jenderal Polisi Wanita Pertama?
Polwan Indonesia pertama kali dibentuk 73 tahun yang lalu melalui Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Pada saat itu, peluang diberikan kepada perempuan pilihan untuk mendapatkan pendidikan dan menjadi polisi.
Pada 1991, Brigadir Jenderal Polisi Jeanne Mandagi, S.H., menjadi polwan pertama yang meraih pangkat Jenderal bintang satu. Jeanne, perempuan berdarah Manado kelahiran 2 April 1937, merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1963. Selama kuliah, ia aktif di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Jeanne memulai karier di akademi kepolisian dan resmi diangkat menjadi polwan pada 1 Desember 1966. Selanjutnya, ia bekerja di pengadilan militer sebelum menjabat sebagai Kepala Bagian Hukum Polda Maluku.
Pada 1970, ia diberi tanggung jawab sebagai Kepala Seksi Pembinaan Anak, Pemuda, dan Perempuan Polda Metro Jaya, sambil menjalankan tugas sebagai hakim Pengadilan Militer Jakarta-Banten.
Pada 1974, Jeanne menunjukkan minatnya dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika dengan mengikuti kursus regional yang diselenggarakan PBB tentang pengendalian narkotika. Setahun kemudian, ia menghadiri pelatihan penegakan hukum narkotika di Washington, DC. Setelah mendapatkan berbagai sertifikasi, Jeanne bergabung dengan kantor narkotika di Markas Besar Polri pada 1976.
Pada 1980, Jeanne Mandagi memperoleh pangkat kolonel setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI. Pada 1985, ia melanjutkan kariernya sebagai Narcotics Desk Officer di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Pada 1989, selama tujuh bulan, ia menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Bimbingan Masyarakat Polri sebelum kemudian diangkat menjadi Kepala Divisi Penerangan Polri, yang kini dikenal sebagai Divisi Humas Polri.
Setelah mencapai pangkat jenderal, Jeanne Mandagi tetap aktif berkontribusi sebagai penasihat ahli bagi Jenderal Polisi Tirto Karnavian. Selain itu, ia memimpin Asosiasi Purnawirawan Penegak Hukum Anti Narkotika Indonesia dan turut mendirikan Yayasan Permadi Siwi, sebuah pusat rehabilitasi untuk pecandu narkoba. Mandagi juga pernah menjadi konsultan ahli di Badan Narkotika Nasional (BNN) sebelum wafat pada 7 April 2017 di Jakarta.