Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lumrah, Tapi Jangan Keterlaluan

Sinyalemen adanya mafia peradilan yang terorganisir dalam berbagai kelompok ditanggapi oleh beberapa tokoh peradilan dan pemerintahan. (hk)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOHAN, tersangka penyelundup tekstil di Jawa Timur, lolos beberapa jam sebelum tim anti penyelundupan (Tim 902) menyergapnya. Jejaknya dinyatakan lenyap. Hanya bukti kejahatannya, berupa tekstil selundupan, diurus sebagaimana mustinya -- menjadi sebuah perkara tanpa tersangka. Benarkah jejak Mohan lenyap? Tapi Adnan Buyung Nasution mendapat kontak. "Dia ada di Singapura," ujar Buyung. Dan pengacara ini telah diminta untuk mengurus perkaranya. Tapi menurut Buyung, ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya: ahli hukum ini harus mengurusnya dengan 'tenang', tak perlu ada heboh, juga tak ada publikasi. Lalu apa tugasnya sebagai pengacara "Tak banyak," kata Buyung "hanya jadi pengacara proforma saja." Segala sesuatunya sudah ada yang mengatur, yaitu "sekelompok orang yang terorganisir." Misalnya begini: Pengadilan akan menyidangkan perkara Mohan ini secara in-absentia (tanpa hadirnya tersangka). Tuntutan dan hukuman dapat diatur. Tugas Buyung bersama kelompok "yang sekarang kita sebut sebagai mafia peradilan," menyelamatkan harta tersangka. Buyung menolak kerjasama begitu. "Saya mau jadi pengacaranya," katanya, "bila perkara akan berjalan sesuai dengan hukum -- artinya saya minta agar Mohan menyerahkan diri." Kerjasama batal. Apa yang terjadi dengan perkara Mohan tersebut? "Lihat sendiri, berjalan sesuai dengan rencana diadili secara in-absentia, hukumannya ringan (kalau tak salah 1« tahun penjara) dan barang-barang tersangka lainnya, misalnya toko-toko, selamat." Dan Buyungpun terakhir mendengar kabar: Mohan sudah bolak-balik ke Indonesia dengan paspor lain. Begitu cerita Buyung Nasution. "Saya hanya ingin menunjukkan, sebagai sinyalemen mafia peradilan itu di sanasini memang kelihatan terorganisir dalam beberapa kelompok, yang harus segera diungkapkan," kata Buyung. Begitu juga dari kasus Soenarto ditambah dengan beberapa kejadian seperti tersangka terpaksa berganti pembela "yang itu-itu juga." Bukan bukti, "tapi haruslah dianggap suatu ejala tidak baik dalam dunia peradilan dewasa ini," kata Buyung Nasution. Sudah sedemikian seriuskah masalah mafia peradilan? Di bawah ini beberapa tanggapan: Ali Said SH, Jaksa Agung Persoalan itu masih di antara Peradin saja. Yang satu bilang "ya", yang lain mendebat. Lha kok saya harus mencampuri? 'Kan tidak enak. Biar mereka selesaikan dulu. Tapi jangan diartikan saya tidak menaruh perhatian. Lihat saja nanti. Kalau ternyata jaksa terlibat? Tidak usah sangsi, saya tindak --ini pasti. Tapi kalau hanya pembela yang main itu murah dalam rangka membela kliennya. Tapi bermainnya itu jangan keterlaluan. Prof. Oemar Seno Adji, Ketua Mahkamah Agung Saya berani jamin 100% majelis hakim yang mengadili Budiadji tidak kena suap. Hakim terpilih dan mempunyai integritas. Saya tahu benar. Hukuman yang mereka jatuhkan buktinya berat, seumur hidup, berarti lebih berat dari tuntutan jaksa yang 20 tahun penjara. Yang menarik, mengapa terdakwa tidak apel (menolak putusan hakim dan naik banding -- itu satu tanda tanya. Mr Yap Thiam Hien, advokat, anggota Dewan Kehormatan Peradin Karena saya katanya orangnya kaku, tidak supel, tidak ditawari perkara. Pernah juga ditawari perkara 902 tapi tidak saya layani. Jaksa menawari perkara pada kita tentu ada apa-apanya. Belajar dari yang sudah, biasanya perkara yang ditawar-tawarkan itu yang gede-gede yang ada uangnya. Isyu mafia peradilan hanya soal persaingan antar advokat saja? Pengacara tak perlu takut kompetisi bisnis -- sekedar buat nafkah cukup. Saya mulainkan dari bawah, sebelum kejatuhan bulan seperti sekarang. R.O. Tambunan, advokat, anggota MPR Mafia peradilan itu, kalau bentuknya seperti yang dibicarakan Peradin, memang betul-betul ada. Motifnya bisa macam-macam. Bisa sekelompok pemeriksa ingin agar apa yang dituduhkan gol, tidak mendapat kesulitan dari pembela. Jadi menyangkut soal karir jaksa yan bersangkutan. Bisa juga memang target pemerintah dalam perkara itu harus demikian. Motif lain tentu saja uang, bisnis. Tersangka mendapat jaminan perkaranya lancar? Sepintas lalu demikian. Buat tersangka memang, pokoknya perkaranya beres. Pengacara harus membantu. Tapi ya jangan sampai mengorbankan lembaga peradilan yang harus kita hormati. Advokat harus punya prinsip. Jangan gampang distir jaksa atau klien sendiri. Atau mau jadi pengacara cepot yang hanya mau main sandiwara di pengadilan? Andi Mochtar, Ketua Komisi III/DPR-RI Jaksa Agung harus mengusut soal mafia peradilan itu. Membuktikannya memang sulit. Tapi pemerintah harus mempunyai kemauan politik untuk itu. Istilah mafia itu sendiri tak perlu diributkan. Yang penting sudah ada pelanggaran. Kalau persoalannya didiamkan saja bisa jadi semacam preseden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus