Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Main Mata Mafia Tanah Takapuna

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menyidik jaringan mafia tanah yang merugikan Bank Tabungan Negara sebesar Rp 14,7 miliar. Saling lempar tanggung jawab.

6 November 2021 | 00.00 WIB

Situasi di Takapuna Residance, 4 November 2021/TEMPO/ Sahat Simatupang
Perbesar
Situasi di Takapuna Residance, 4 November 2021/TEMPO/ Sahat Simatupang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pengusaha properti di Sumatera Utara terjerat perkara korupsi Bank BTN senilai Rp 17,4 miliar.

  • Ada dugaan keterlibatan mafia tanah.

  • Siapa saja yang terlibat?

PULUHAN rumah toko di perumahan Takapuna Residence, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, terlihat kosong pada Kamis, 4 November lalu. Spanduk bertulisan “Dijual” terpasang di sejumlah bangunan. Kompleks ruko yang menempel di perumahan seluas 5.000 meter persegi itu tengah terjerat masalah mafia tanah. “Banyak di antara pemilik yang ingin melepas ruko karena sertifikatnya bermasalah,” ujar Cici, salah seorang penghuni kompleks, pada hari itu.

Para pemilik baru mengetahui ruko bermasalah setahun lalu. Kala itu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara membongkar kejahatan pengembang Takapuna Residence, PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA). Direktur PT Krisna Agung, Canakya Suman, 41 tahun, diduga menggelapkan 35 sertifikat lahan.

Menurut jaksa, ia kemudian menjual sertifikat itu kepada 19 orang senilai Rp 14,7 miliar. Ada 151 ruko yang berdiri di atas 35 sertifikat tersebut. Canakya lalu mengagunkan sertifikat itu ke Bank Tabungan Negara cabang Medan. Ada dua perkara akibat sengkarut sertifikat ini.

Untuk kasus pertama, Pengadilan Negeri Medan menyatakan Canakya bersalah dan dihukum 28 bulan penjara pada Desember 2020. Ia terbukti menjual semua sertifikat ke pihak lain di tengah proses peralihan hak tanggungan, hak atas jaminan atas penguasaan tanah. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni tiga tahun enam bulan penjara.

Melanjutkan kasus ini, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara membuka perkara baru pada Mei lalu. BTN merasa rugi karena kredit itu macet. Manajemen bank pelat merah ini baru belakangan mengetahui 35 sertifikat yang sudah diagunkan itu dijual ke pihak lain. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 14,7 miliar, senilai dengan penjualan 35 sertifikat tersebut.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus