Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mahkamah Agung Dan

Berdasarkan penetapan Mahkamah Agung, ketua pengadilan negeri Jakarta Utara-Timur merampas 56 kapal berpukat harimau untuk negara. Oleh kejati DKI Jkt, ke-56 kapal itu dihadiahkan pada ditjen koperasi.(hk)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAUNGAN nelayan kecil, yang meras rezekinya dijaring nelayan kaliber pukat harimau, makin didengar. Kiranya tak perlu terjadi lagi pertumpahan darah di laut. Sebab, kapal-kapal yang masih berani melempar pukat trawl di depan hidung nelayan tradisionil, yaitu melanggar batas perairan pantai, beramai-ramai diseret ke hadapan hukum. Dan di sana para hakim tak bimbang lagi. Hakim Bismar Siregar SH. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur, misalnya -- menuruti petunjuk Mahkamah Agung -- tanpa ragu-ragu merampas 56 kapal berpukat harimau untuk negara (TEMPO, 28 Nopember 1978). Pertimbangannya, antara lain, "keresahan yang diakibatkan oleh kapal pukat harimau terhadap nelayan tradisionil sudah sampai puncaknya," kata Bismar. Perkara belum selesai -- sebab para pemilik kapal menolak putusan Bismar. Tapi di Mahkamah Agung pun nasib perkara kapal pukat harimau tersebut sudah dapat diperhitungkan: para pemilik kapal jangan berharap banyak pada putusan kasasi. Sebab, tanda-tanda mereka --rela tak rela -- harus melepaskan hak miliknya, sudah jelas tergambar mulai sekarang. Lihat saja. Tanpa menunggu lagi turunnya putusan kasasi, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah 'menghadiahkan' ke 56-kapal yang belum jelas status hukumnya itu kepada Ditjen Koperasi, tengah bulan lalu. Apa dasar hukum penyerahan begitu? Jaksa Tinggi Soerono SH tak pernah menjelaskan panjang lebar. "Kami hanya melaksanakan penetapan Mahkamah Agung saja," katanya. Jadi, "dasar hukumnya," katanya, "tidak lain penetapan Mahkamah Agung itu sendiri." Penetapan Mahkamah Agung itu memang ada, No. MA/PAN/105/XII/78 (23 Desember 1978), yang mengiinkan Ditjen Koperasi mendayagunakan 56 kapal pukat harimau -- sambil menunggu keputusan kasasi. Dengan demikian, apakah pemilik kapal-kapal tersebut masih harus menunggu putusan kasasi? "Merampok" Oleh penetapan Mahkamah Agung begitu di luaran, jadinya, muncul macam-macam suara tidak enak. Tak kurang Direktur Pembinaan Sarana Ditjen Koperasi sendiri, Mamit Maryono, mendengar selentingan bahwa Pemerintah telah "merampok" kapal melalui putusan pengadilan. Padahal, katanya, "koperasi hanya mendayagunakannya saja sambil menunggu kepastian status hukumnya." Sebab, kapal-kapal sitaan yang diparkir di pelabuhan Kalimati, jumlahnya sekitar 217 buah, keadaannya payah. Selain rusak di sana-sini, 11 di antaranya malah telah tenggelam. "Kan mubazir namanya? Untuk itu Ditjen Koperasi harus mengadakan dana sekitar Rp 15 juta untuk mereparasi sebuah kapal saja sebelum didayagunakan. Bismar ikut gembira. "Tindakan yang aik sekali," pujinya kepada Mahkamah Agung. Sebab, katanya, "kapal-kapal itu mempunyai fungsi sosial, jadi jangan dibiarkan tidak ada gunanya, jadi besi tua nanti." Bagaimana dengan kapal-kapal selebihnya yang masih berproses di tangannya? "Kalau kejaksaan minta penetapan yang serupa akan saya kabulkan!" Tunggu apa lagi? Bahkan pembela sekelompok nelayan trawl, Budhi Sutrisno SH, juga menyetujui kebijaksanaan Mahkamah Agung. "Dari pada kapal-kapal itu tenggelam," katanya. Cuma, tetap harus diingat, sebelum kapal-kapal itu resmi pindah tangan, koperasi harus menjaganya baikbaik. "Supaya tidak ada tuntutan dari pemilik, kelak jika kapalnya dikembalikan atas putusan kasasi atau grasi Presiden," saran Budhi. Pembela kelompok yang lain, Soenarto Soerodibroto SH, tetap tak mau mengerti. Penetapan Mahkamah Agung dinilainya, "telah mengandung makna merampas sebelum perkara kasasinya diputus," katanya. "Itu tidak adil!" Betapapun tipis harapan, seperti diakuinya sendiri, "kami akan tetap berjuang sampai, kalau perlu, minta grasi Presiden." Padahal, sekarang, tampaknya tidak ada ampun bagi si pukat harimau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus