Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Benum Disiksa?

I Putu Benum, bekas kepala LP. Denpasar yang juga membawahi LP. Karangasem dihukum 3 th 6 bln, dengan tuduhan membantu larinya narapidana Donald & David. Tertuduh diperiksa siang malam dibawah siksaan. (hk)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBAS dari tuduhan subversi, 24 Januari kemarin, I Putu Benum SH tak dapat lolos dari dakwaan lain sengaja membiarkan dan/atau menolong narapidana bangsa asing, Donald dan David, kabur dari penjara Denpasar dan Karangasem, Bali (KUHP 426). Untuk kesalahannya itu Putu Benum, bekas Kepala Penjara Denpasar yang juga membawahi Penjara Karangasem, oleh majelis hakim di bawah Sof Larosa SH harus masuk bui 3 tahun 6 bulan potong tahanan. Putu Benum menolak putusan pengadilan dan menyatakan naik banding. Yang menarik dari perkara ini, tentu saja, bukan karena pengadilan harus menjebloskan bekas seoran kepala penjara ke penjara. Tapi kisah-kisah nyata yang tertangkap di sana memang mengesankan. Pertama, cerita tentang kelonggaran dan kemudahan penjara -- yang terbukti seijin dan sepengetahuan kepala penjara -- memperlakukan Donald dan David. Padahal keduanya, Donald terhukum 17 tahun dan David 7 tahun penjara, adalah narapidana kelas berat terbukti sebagai penyelundup dan diduga keras kaki-tangan suatu sindikat narkotika internasional (TEMPO, 27 Januari). Putu Benum mengemukakan alibi bahwa ia sedang bepergian ke Palu ketika narapidananya kabur. Tapi itu tak berhasil meyakinkan hakim untuk melepaskannya dari tanggungjawab. Kemudahan dan kelonggaran yang diberikan penjara sebelum Donald dan David minggat -- seperti penempatan Donald di kamar khusus, bebas ke luar masul penjara untuk belanja atau piknik dan membuka rekening di bank -- oleh hakim dianggap kesalahan yang harus di pikul risikonya dengan masuk penar pula. Kedua yang menarik ialah nasib Putu Benum sendiri sejak ditinggal lari kedua narapidananya. Semuanya telah dikemukakan di muka hakim. Namun, menurut pembela Azhar Achmad SH pengadilan yang sibuk berusaha mengungkapkan kesalahan Putu Benum, ternyata tidak menaruh perhatian apa-apa yang terjadi atas pesakitannya selama dalam proses hukum. "Walaupun sudah kami ingatkan berkali-kali," ujar Azhar. Sehari setelah Donald kabur, atau keesokan harinya setelah David terbang dari Denpasar ke Singapura, 11 Juli 1977, Putu Benum langsung ditahan Laksusda Nusatenggara. Penahanan dan pemeriksaan berlangsung, sampai 20 Agustus berikutnya, sebelum perkara diambil alih polisi. Tapi, menurut Azhar Achmad, dia tidak menemukan sepotong surat penahanan pun yang diteken oleh Laksusda. Untuk ini pembela minta kepada pengadilan agar memerintahkan jaksa mencari surat perintah penahanan untuk melengkapi berkas. Karena, katanya, hal itu "menyangkut hak asasi" kliennya. Beres dengan polisi, 19 September berikutnya, Putu Benum sampai ke tangan Kejaksaan Tinggi Bali. Hingga 11 Nopember, pengadilan mengijinkan kejaksaan memperpanjang penahanannya. Tapi permintaan perpanjangan berikutnya, 9 Nopember, pengadilan menolak. Sbab syarat-syarat yang diminta Sof Larosa, Ketua Pengadilan Negeri Bali, misalnya resume hasil pemeriksaan yang sudah cukup lama berlangsung, tidak dipenuhi oleh pihak kejaksaan. Namun, penolakan ijin perpanjangan penahanan tersebut, kenyataannya, tidak merubah nasib Putu Benum. Lembaga Pemasyarakatan Denpasar, seterimanya penetapan pengadilan, memang terus minta agar kejaksaan membereskan Putu Benum. Tapi kejaksaan tidak bertindak apa-apa. Jadi Putu Benum, 11 Nopember kemudian, terus saja pulang ke rumah. Tapi, belum lagi sampai semalam Putu Benum memperoleh kebebasannya sendiri, malam itu juga ia sudah dijemput petugas kejaksaan yang membekal surat perintah yang diteken oleh Assisten II Kejati juga. Padahal, menurut Azhar, tak ada "perkara baru" yang mungkin bagi jaksa untuk kembali menahan Putu Benum. Itu, katanya, berlawanan dengan penetapan pengadilan, yang mengharuskan memerdekakan Putu Benum -- kecuali jika ada hal-hal lain yang mengharuskannya tetap ditahan. Harus Telanjang Azhar menganggap, penahanan jaksa tersebut "tidak sah". Lucu tidak lucu: 11 Pebruari 1978 Putu Benum "dimerdekakan" dari tahanan, tapi seperti halnya pembebasan sebelumnya, Putu Benum tidak juga dapat menikmati kemerdekaannya. Sebab, begitulah adanya, sehari sebelum surat pembebasan, 10 Pebruari, Kejaksaan telah menyiapkan surat penahanan baru. Jadi, alhasil, Putu Benum mengalami lima kali penahanan dan dua kali pembebasan, "tanpa seharipun sempat menghirup kebebasan" kata Azhar. Keluhan soal penahanan ini, menurut Azhar, lewat begitu saja di muka majelis. Seperti halnya keluhan lain yang cukup mengesankan -- seandainya sempat dibuktikan oleh yang bersangkutan. Untuk memperoleh pengakuan, menurut pembela, dalam pemeriksaan pendahuluan petugas telah memperlakukan Putu Benum dengan kekerasan. Gagal memperoleh pengakuan di meja pemeriksaan, katanya, di tempat tahanan Putu Benum "mengalami siksaan-siksaan yang luar biasa". Tangan terborgol, ia harus berdiri telanjang sampai 24 jam. Ia dipukuli dan pada lengannya ditaruh api. Bahkan organ kelaminnya dibaluri dengan obat gosok -- menurut pembela. "Di bawah siksaan-siksaan itulah tertuduh diperiksa siang malam," kata pembela dari Jakarta itu Hal itu menurut dia mempengaruhi keadaan fisik dan jiwa Putu Benum. Lihat keterangan dokter penjara. Untuk semuanya itu pembela minta agar pengadilan membatalkan saja Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan yang diperoleh dengan cara kejam tersebut. Menurut pembela, hakim berjanji akan memeriksa keluhan Putu Benum. Jika terbukti apa yang dipersoalkan oleh tertuduh dan pembelanya, hakim akan mempertimbangkan harus atau tidaknya pengadilan menggunakan Berita Acara yang disodorkan jaksa sebagai dasar pemeriksaan di pengadilan. Tapi, kepada TEMPO, Hakim Sof Larosa membantah "Saya tak pernah menjanjikan." Sebab, katanya, bukan tugas hakim mengusut yang begituan. "Terserah jaksa atau atasan tertuduh sendiri atau yang dituduh melakukan penyiksaan." Tapi kalau bukan tugas hakim untuk mengusut bagaimana cara-cara pemeriksaan pendahuluan yang diragukan, lalu tugas siapa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus