Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengatakan ikut berperan menyelamatkan pohon dan air. Ini dilakukan lewat pengurangan penggunaan kertas untuk mendukung peradilan hijau atau green court.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sunarto mengatakan, asumsi rata-rata beban perkara Mahkamah Agung rata-rata per tahun adalah 28.000. Dengan penanganan perkara melalui sistem peradilan elektronik (e-Court), potensi pengurangan kertas bisa mencapai 42 ton setiap tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika untuk memproduksi 1 ton kertas memerlukan 17 pohon, dan setiap produksi satu lembar kertas memerlukan 13,5 liter air, maka setiap tahun Mahkamah Agung berkontribusi menyelamatkan 714 pohon dan 113.400.000 liter air," kata Ketua MA Sunarto dalam sidang Laporan Tahunan MA Tahun 2024 pada Rabu, 19 Februari 2025, dikutip dari YouTube Mahkamah Agung.
Dia menuturkan, pada 2024 jumlah perkara perdata, perdata agama, dan tata usaha negara yang didaftarkan lewat e-Court di pengadilan tingkat pertama adalah 410.754. Ini meningkat 30,84 persen dibandingkan 2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak 410.738 perkara atau 99,99 persen telah disidangkan secara e-Litigasi.
Sementara pada pengadilan tingkat banding, jumlah perkara yang telah didaftarkan secara elektronik adalah 10.764. Dari jumlah trsebut ditambah sisa perkara tahun lalu sejumlah 2.354, sebanyak 10.166 perkara telah selesai diputus secara e-Litigasi.
Sunarto melanjutkan, jumlah pengguna layanan e-Court sampai per 31 Desember 2024 tercatat sebanyak 984.814. Ini terdiri dari pengguna terdaftar dari kalangan advokat, serta dan pengguna lainnya dari perorangan, pemerintah, badan hukum, dan kuasa insidentil.
"Data yang diuraikan di atas, menunjukkan akseptabilitas masyarakat terhadap sistem peradilan elektronik, yang juga dapat mendukung peradilan hijau," ucap Sunarto.
Pilihan Editor: Ketua MA Ungkap Kekurangan Hakim di Pengadilan Tingkat Pertama