Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta-Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal hasil asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Layang tersebut diteken oleh Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, Sekretaris Rahmat Muhajir Nugroho, serta Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
"Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan pendapat sebagai bentuk partisipasi masyarakat sipil dan tanggung jawab moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Trisno dalam surat tertanggal 16 Agustus 2021 tersebut, dikutip Rabu, 18 Agustus 2021.
Trisno menuturkan surat dilayangkan menyusul adanya laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI dan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengenai hasil pemantauan dan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam asesmen TWK. Hasil pemantauan dan penyelidikan dua lembaga itu dinilai makin menguatkan dugaan adanya upaya penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu dari KPK.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah pun meminta Presiden Jokowi untuk mengambil alih proses alih status pegawai KPK serta membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan. Mereka menyatakan, Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, serta pejabat pembina kepegawaian tertinggi di Indonesia.
Kedua, mengingat LAHP Ombudsman dan laporan Komnas HAM yang menyatakan adanya dugaan maladministrasi dan pelanggaran hak asasi, mereka meminta Presiden Jokowi memulihkan nama baik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak memenuhi syarat. Sebab, para pegawai yang tak lulus TWK itu telah distigma dengan pelabelan identitas tertentu.
"Presiden diminta untuk mengangkat 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai pegawai ASN di KPK, sekaligus ini merupakan bentuk komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Trisno.
Ketiga, Trisno mengatakan, asesmen TWK tidak sepenuhnya menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020, dan mengabaikan arahan Presiden Jokowi yang telah disampaikan secara terbuka di hadapan publik. Selain itu, pimpinan KPK dinilai mengabaikan konstitusi seperti yang tercantum dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019 dalam alih status pegawai KPK.
Dengan demikian, mereka meminta Presiden Jokowi secara tegas mengevaluasi serta mengambil langkah yang perlu kepada pimpinan kementerian/lembaga yang terlibat dalam asesmen pegawai KPK. "Karena telah mengabaikan prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta tidak memenuhi asas keadilan yang sesuai dengan standar hak asasi manusia," kata Trisno.
Asesmen tes wawasan kebangsaan untuk alih status pegawai KPK dilakukan oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara. Ombudsman RI telah menyatakan adanya maladministrasi serta penyalahgunaan kekuasaan dalam proses tersebut.
Sedangkan Komnas HAM menyatakan ada 11 bentuk pelanggaran HAM, yakni hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Kemudian hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman dalam tes wawasan kebangsaan tersebut, hak atas informasi publik, hak atas privasi, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, dan hak atas kebebasan berpendapat. Muhammadiyah meminta Jokowi membatalkan hasil TWK KPK tersebut.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ROSSENO AJI
Baca Juga: LBH Muhammadiyah Duga Hasil TWK untuk Memecah Belah Pegawai KPK
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini