Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AIR susu dibalas dengan air tuba. Itu mungkin yang dilakukan Gerson Pandie, 23 tahun. Ia, yang dari kecil dipungut anak oleh pasangan Thofilus Pingak, 75 tahun, dan Marselina Pingak Soru, 60 tahun, tega membantai kedua orangtua angkatnya hanya karena ingin merampok harta orangtua itu. Tak hanya itu, Gerson bersama dua komplotannya juga menghabisi dua saudara angkatnya, Memory Abraham Pingak, 8 tahun, dan Asty Pingak, 4 tahun, karena khawatir bocah itu akan membongkar kejahatan tersebut. Sabtu pekan lalu, "tuba" Gerson dibalas setimpal oleh Pengadilan Negeri Kupang, yang bersidang di Baa, Lombalain, Pulau Rote. Majelis hakim, yang diketuai Daniel Zakarias, Sm.Hk., menjatuhkan hukuman mati untuk Gerson dan dua temannya, Dance dan Fredik: Seorang kawannya, Erwin Bessie, yang mengetahui rencana itu tapi tak melaporkannya, diganjar hakim dengan hukuman 9 bulan penjara. Pada malam 7 Februari lalu, sekitar pukul 19.00 WITA, sepi sudah mencekam Dusun Oelau, Desa Lekik, Kecamatan Rote Barat Daya, Kupang. Di rumahnya, Kakek Thofilus Pingak tampak menyantap hidangan malamnya. Ketika itulah Gerson Pandie, yang sudah pamit tak pulang malam itu, muncul. Gerson mengaku hendak mengambil dompetnya yang ketinggalan. Ternyata, mengambil dompet itu cuma alasan Gerson. Di luar rumah, sudah menunggu dua temannya, Dance Soru, 27 tahun. dan Fredik Soru, 23 tahun, lengkap dengan tafa - sejenis parang panjang. Rupanya, sudah mereka putuskan, Pingak harus mati malam itu. Tak disangka, Gerson mengayunkan afa itu ke arah tengkuk dan dahi bapak angkatnya yang sedang menikmati hidangan malamnya tadi. Kakek itu rebah untuk selamanya. Ketika itu pula Dance Soru masuk ke dalam rumah dan langsung mencari Marselina, yang sedang tiduran di kamarnya. Akibat luka menganga di dahi, perut, dan tengkuk, Marselina menyusul suaminya ke alam baka. Masih belum cukup, komplotan itu kemudian juga menghabisi dua anak angkat Pingak yang lain, Abraham dan Asty. Setelah itu, Dance naik ke loteng rumah Pingak untuk menjarah harta orang tua itu. Kepada Fredik, Dance mengatakan tak menemukan apa-apa di loteng. Padahal, sebenarnya ia menemukan uang Rp 100 ribu dan peniti emas bersusun tiga. Harta benda dan sejumlah uang tunai itulah yang telah lama diincar kawanan Gerson Pandie. Di dusun itu, Pingak, yang tak punya keturunan, sudah lama dikenal sebagai rentenir, yang suka meminjamkan uang dengan bunga sampai sepuluh persen sebulan. Sebab itu, Gerson menyusun rencana jahat itu. Niatnya semakin kuat ketika Januari lalu ia memecahkan lampu motor Pingak. "Gara-gara itu, saya dicaci maki," kata Gerson kepada TEMPO. Tak cuma Pingak, Marselina juga ikut mendampratnya. Kepada teman-temannya itu, Gerson menjanjikan masing-masing sebuah sepeda motor, kalau uang Rp 6 juta bisa dimilikinya. Ternyata, setelah seisi rumah menemui ajalnya, ketiga kawanan itu tak menemukan harta yang dicarinya. Kawanan itu memang sial. Begitu penduduk Desa Lekik gempar, esok harinya polisi dari Polsek Rote Barat Daya segera mencari Gerson Pandie - satu-satunya anak angkat Pingak yang masih hidup. Semula Gerson berkeras membantah membunuh bapak angkatnya. Tapi suatu ketika ia meminta kakaknya, Dina Ndun Soru, yang jadi pendeta di Gereja Bethel di Oelau, agar mendoakan keselamatannya, ketika Dina menjenguknyat, di tahanan. "Percuma saya mendoakan, kalau kamu tetap tak mengaku membunuh," jawab Dina. Gerson pun luluh. Ia pun mengakui semua perbuatannya. "Saya memang membunuhnya. Saya jengkel karena dimarahi gara-gara menjatuhkan motor," kata Gerson kepada TEMPO, setelah ia divonis mati. Soal uang Rp 6 juta itu? "Tadinya akan dibagi rata. Kelak akan saya belikan motor. Sekarang saya menyesal," ujar Gerson sendu.Toriq Hadad (Jakarta) dan Supriyanto Khafid (Pulau Rote)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo