Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Memiting Bekas Tangan Kanan

Dari penjara, Jaksa Kito Irkhamni bersumpah akan membeberkan miliaran rupiah cek gelap yang pernah diterima Jaksa Agung M.A. Rachman.

12 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUMUMAN itu lebih terdengar seperti sebuah serangan balik ketimbang upaya penegakan hukum. Selasa pekan lalu, tiba-tiba saja Kejaksaan Agung melansir pengumuman. Mereka telah menahan Kito Irkhamni, seorang jaksa bekas tangan kanan Jaksa Agung M.A. Rachman, atas keterlibatannya melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Kito kini meringkuk di Penjara Cipinang sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Meski rumah tahanan di Kejaksaan Agung kini kosong melompong, ia tak dibui di sana. Banyak yang sulit percaya, semata karena alasan itulah Kito dijebloskan ke bui. Kito jelas bukan malaikat. Catatan kariernya pun dinodai aib di sana-sini. Ia, misalnya, pernah diadukan terlibat pemerasan saat berdinas di Jawa Timur. Tapi di sisi lain Kito diyakini merupakan saksi kunci yang bisa menyingkap sisi gelap di balik gelimang harta Rachman. Menurut rencana, pekan ini?hanya seminggu sebelum ia ditahan?Kito akan dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi di balik laporan harta Rachman ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. Karena itulah, pengumuman penahanannya menyisakan bau tak sedap. Awalnya, ketika Rachman menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum hingga di masa awal ia menjadi Jaksa Agung, Kito bukan hanya seorang bawahan yang loyal. Menurut sumber-sumber TEMPO, mantan Kepala Seksi I Pidana Umum ini juga lama dipercaya sebagai ?bendahara pribadi? yang tahu hitam-putih keuangan Rachman. Tapi belakangan, setelah bersengketa ihwal pembangunan rumah Rachman di Graha Cinere, Kito pula yang membongkar isi perut atasannya itu ke Komisi Pemeriksa. Berdasarkan laporan dan dokumen autentik yang ia serahkan, Komisi menemukan berbagai petunjuk adanya tindak pidana di balik harta Rachman, dan mengoper kasusnya untuk disidik kepolisian. Tommy Sihotang, pengacara Kito, telak-telak menyatakan kliennya sengaja dikerangkeng untuk melembekkan kesaksiannya. ?Penahanannya itu juga menghambat kerja polisi dalam menyidik kasus Rachman,? ujarnya. Efeknya memang langsung terasa bukan hanya untuk Kito. Sebagaimana dikutip Koran Tempo, Soekotjo Soeparto, anggota Komisi Pemeriksa, mengungkapkan telah banyak saksi lain yang mundur teratur setelah jeri melihat bagaimana Kito ?dipiting? Rachman. Tapi Antasari Azhar, juru bicara Kejaksaan Agung, mati-matian menolak tudingan itu. Dijebloskannya Kito, kata dia, tak ada kaitannya dengan kasus bosnya. Lagi pula kejaksaan juga tak punya alasan untuk tak memberi izin polisi memeriksa Kito. Antasari juga susah payah menjelaskan bahwa penahanan Kito bukan order dari Rachman, melainkan murni karena proses yuridis. Lalu, bagaimana sebetulnya kasus yang mengantarkan Kito ke balik jeruji besi? Saat ditemui TEMPO di Penjara Cipinang Kamis pekan lalu, Kito mengungkapkan versinya. Menurut dia, persoalan bermula dari kontrak pembangunan rumah antara dirinya dan Aty Mulyati, warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Selain jaksa, Kito memang berdwifungsi sebagai kontraktor. Sepakat, keduanya lalu meneken perjanjian pada 31 Januari 2000. Disebutkan, Kito akan membangun rumah sampai jadi di Puri Cinere, Jakarta. Bangunannya seluas 350 meter persegi, dengan harga sekitar Rp 390 juta. Dijanjikan pekerjaan bakal rampung dalam tempo 6-7 bulan. Di tengah jalan, Aty minta bangunan diperluas jadi 500 meter persegi. Saat itu, masih menurut Kito, rumah telah 70 persen selesai dibangun. Untuk perluasan, Kito minta tambahan biaya Rp 120 juta. Aty telah menyerahkan Rp 90 juta. ?Sisanya bakal diberikan setelah kunci diserahkan,? ujar Kito. Di titik inilah persoalan muncul. Kata Kito, Rachman tiba-tiba minta dibelikan sebuah sedan Toyota Soluna. Rachman hanya menyerahkan duit Rp 60 juta, padahal harga sedan itu Rp 126 juta. ?Mbok sisanya kamu talangi dulu,? tuturnya, menirukan Rachman. Tak kuasa menolak perintah si bos, Kito lalu memakai sebagian duit Rp 90 juta yang dibayarkan Aty. Belakangan, mobil itu lalu diatasnamakan salah satu putri Rachman, Cut Meutia Rahmi. ?Toyota Soluna itu pun tak dimasukkan dalam laporan kekayaan,? Kito menambahkan. Celakanya, saat itulah Aty datang menagih janji, sementara pembangunan rumah terbengkalai karena kurang dana. Tapi, setelah berkali-kali bertemu, Kito mengetahui Aty telah menjual rumah itu kepada orang lain. Karena itulah dia bergeming tak menyelesaikan pembangunan karena, menurut dia, kalau merujuk kontrak, penjualan rumah harus atas sepengetahuan dia juga. Aty keheranan mendengar dalih Kito. Urusan menjual rumah tentu merupakan haknya sebagai pemilik. Lagi pula, sekalipun telah dilego, tak berarti tindak pidana Kito jadi lenyap. Menurut Aty, Kito telah diberi tenggang sampai 10 Januari 2001. Tapi, karena sampai lewat waktu belum juga selesai, sebulan kemudian Aty melaporkannya ke Kepolisian Resor Cilandak. Menurut kuasa hukum Aty, Peter Pangaribuan, sekitar Maret 2001 Kito sempat dipanggil guna pembuatan berita acara pemeriksaan. Tapi entah kenapa perkara itu seakan masuk laci. Besar kemungkinan, kata Peter, karena saat itu Kito memakai pengaruhnya sebagai orang dekat Rachman yang ketika itu sudah menjabat Jaksa Agung Muda. Berkas itu baru dikeluarkan kembali dari laci polisi setelah skandal Rachman terbongkar. Peter sendiri mengaku selama ini tak pernah meminta pihak mana pun agar mempengaruhi polisi guna memproses lagi pengaduan kliennya. Menurut dia, ?Kejaksaanlah yang tampaknya mengambil inisiatif membuka kembali kasus itu.? Soal ini kembali dibantah Antasari. Penahanan Kito, menurut dia, semata tindak lanjut dari pemeriksaan Kepolisian Sektor Cilandak pada Juli 2002 lalu. Antasari mengatakan, melalui kuasa hukumnya, pada 27 Desember 2002 justru Aty-lah yang meminta Kejaksaan menyelesaikan kasus Kito secepatnya. Bagi Kito, alasan penahanannya dirinya tetap saja tak masuk akal. Saat diperiksa polisi sebelumnya, kata dia, buktinya dia tak ditahan. Karena itulah, lewat pengacaranya, Rabu pekan lalu ia telah menyampaikan surat permohonan penangguhan penahanan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Poerwanto. ?Dia kan saksi penting dalam kasus dugaan korupsi dan kolusi Jaksa Agung,? ujar Pengacara Tommy Sihotang. Sepenting apa kesaksian Kito, masihlah harus ditunggu. Tapi, kepada TEMPO, bekas tangan kanan Rachman ini telah bersumpah akan membongkar secara rinci segala patgulipat Rachman di pengadilan nanti. Antara lain, dia bakal memblejeti perselingkuhan Rachman dengan Suryo Tan dan Najib Attamimi?dua pengusaha yang disebut Rachman sendiri di depan Komisi Pemeriksa sebagai ?agen perkara?. Salah satu buktinya, kata Kito, adalah ketika Rachman akhirnya membayar juga utang biaya pembangunan rumahnya di Graha Cinere senilai Rp 300 juta. Dalam sebuah pertemuan di Hotel Mulia, Senayan, duit diserahkan Najib. ?Tapi saya melihat jelas Suryo Tan hadir di sana, berdiri di belakang Najib,? ujar Kito. Dia hakul yakin, duit yang dibayarkan Rachman kepadanya itu memang berasal dari dompet Suryo. Kepada majalah ini, baik Suryo maupun Najib, meski sama-sama mengaku mengenal dekat Rachman, berkali-kali tegas membantah telah menjadi makelar perkara di Gedung Bundar. Lebih gawat dari itu, Kito juga akan membuka sebuah kartu truf. Di penjara?meski sebelumnya selalu berkelit ketika ditanya soal ini?kini dia terang-terangan mengaku: Rachman memang pernah memberinya sejumlah cek. Dan ini bukan sembarang cek. Kertas berharga itu diteken sejumlah taipan beken yang lagi dibelit perkara di Gedung Bundar. Sayang, mengenai rinciannya, Kito belum bersedia mengungkapnya. Tapi, sebelumnya, sejumlah anggota Dewan pernah mengaku melihat dengan mata kepala sendiri berlembar-lembar salinan cek itu, yang ditunjukkan Kito senilai total kurang-lebih Rp 7 miliar. Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan, Julius Usman, salah satu yang pernah melihatnya, di beberapa cek itu, ?Tertulis jelas ditujukan kepada M.A. Rachman.? (Lihat TEMPO Edisi 11 dan 18 November 2002.) Yang jelas, kata Kito, segepok bukti gawat itu masih ia simpan rapi untuk dibeberkan di mahkamah kelak. Semua ia jamin autentik karena memang dialah yang ditugasi Rachman untuk mengelolanya. Meski, tentu saja, semuanya juga tak halal karena, kata Kito menirukan ucapan Rachman kepadanya, ?Itu duit setan.? Nezar Patria, Bagja Hidayat (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus