Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mempertanyakan Praperadilan

Hampir semua ahli hukum di seminar LBH, Bandung, mengatakan ketidakpuasan tentang pelaksanaan praperadilan. Para peserta mengemukakan kelemahan-kelemahan pelaksanaan praperadilan.(hk)

2 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMBAGA praperadilan, yang memberi wewenang kepada hakim untuk mengontrol instansi penyidik dan penuntut, kini dipertanyakan keampuhannya. Hampir semua ahli hukum di seminar yang diselenggarakan LBH Bandung, Sabtu pekan lalu, menyatakan ketidakpuasannya atas pelaksanaan praperadilan. Padahal, hukum acara baru, KUHAP, yang dilahirkan lebih dari dua tahun lalu, dinilai sebagai "karya besar", karena mencantumkan ketentuan tentang praperadilan. Para ahli hukum, Yap Thiam Hien, Albert Hasibuan, Satiipto Rahardio. Mulya Lubis, yang menghadiri seminar itu menilai, praperadilan berjalan tidak seperti yang diidam-idamkan. Selain banyaknya pembatasan terhadap hak pesakitan, seperti jumlah ganti rugi, para peserta juga mengkritik putusan-putusan hakim. Banyak keputusan hakim, menurut sebagian peserta, lebih menguntungkan aparat penegak hukum yang digugat dan merugikan pesakitan yang menuntut. Selain itu, kritik mereka, hakim-hakim ternyata tidak seragam dalam melaksanakan proses KUHAP. Sebab itu, hampir semua peserta berkesimpulan, KUHAP perlu disempurnakan. Dan, "Seminar ini bermaksud mencari jalan keluar sebaik-baiknya," ujar Ny. Amartiwi Saleh, S.H., direktur LBH Bandung. "Dalam pelaksanaannya, praperadilan belum memenuhi harapan para penyusun undang-undang. Masih banyak yang perlu diperbaiki, misalnya pengawasan terhadap tindakan hakim," kata Albert Hasibuan. Misalnya mengenai ketentuan bahwa sidang harus selesai dalam waktu tujuh hari, dan keputusan hakim tak boleh dibanding, untuk menutup kemungkinan berlarut-larutnya perkara. "Tapi melihat keputusan-keputusan praperadilan selama ini, mungkin saja dapat dilakukan kasasi," kata Albert lebih lanjut. Cuma, repotnya, keputusan sidang praperadilan selama ini tidak seragam - justru lantaran hakim dibenarkan menafsirkan dan "memberi warna" undang-undang. Pengadilan Negeri Jakarta Barat, misalnya, mengambil bentuk penetapan, sementara Pengadilan Negeri Bandung memilih putusan. Untuk penetapan tidak bisa dimintakan kasasi, sedangkan untuk putusan bisa dimintakan kasasi. Selain itu, para peserta seminar juga menunjuk kelemahan-kelemahan lain: Tersangka tidak dihadirkan ke sidang. Atau terdakwa "hilang" sebelum sidang praperadilan berlangsung. Sidang semacam ini pernah terjadi di Pengadilan Negeri Bandung: Udin yang "hilang" (TEMPO, 31 Maret) dan Djamaluddin Malik yang tidak dihadirkan (TEMPO, 19 Mei). Dalam sidang seperti itu, bagaimana hakim mencari kebenaran materiil, karena tersangka sebagai obyek tidak hadir? "Hakim tidak boleh memutus bila tersangka tidak dihadirkan dalam sidang," kata Albert Hasibuan lagi. Para penegak hukum sendiri rupanyaharus menghadapi ranjau-ranjau. Misalnya, ketika dua pengacara, O.C. Kaligis dan Denny Kailimang, mengajukan gugatan praperadilan dalam kasus kepala Dispenda Bogor Brongkos Sya'ban, kuasanya dicabut oleh keluarga terdakwa atas desakan pejabat tertentu. "Dalam hal penangkapan, gugatan praperadilan itu efektif. Tapi dalam hal penyitaan, masih terdapat kejanggalan. Terdakwa mungkin bebas, tapi barang yang disita tidak kembali," kata Kaligis. Keputusan hakim biasanya dianggap melindungi penguasa, seperti pengalaman Pengacara Ronggur Hutagalung. Menurut Ronggur, karena yang digugat pejabat pemermtah yang dikaltkan dengan lembaga tempat ia bekerja, muncul kecenderungan melindungi kewibawaan instansi itu. "Padahal yang diperiksa sesungguhnya bukan instansi, melainkan tindakannya," kata Ronggur. Karena itu, Ronggur menyarankan agar yang digugat "pejabat yang berwenang". Siapa? "Terserah kepada hakim untuk menentukan," jawabnya. Dari berbagai tinjauan para peserta, sasaran utama tertuju pada hakim. "Memang masih diperlukan kontrol dari lembaga yang lebih tinggi, seperti Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Selain itu, para hakim harus mengubah sikap, tidak semata melindungi penguasa. Dan yang terpenting, KUHAP, terutama pasal-pasal mengenai praperadilan, harus segera diubah," kata Amartiwi Saleh. Mengubah KUHAP? "Itu memerlukan waktu panjang. Yang penting sekarang ialah hakim harus mampu melahirkan keputusan-keputusan dengan meniabarkan pasal-pasal KUHAP itu hingga hukum bisa berkembang," kata Albert. "Ini penting karena keputusan hakim dapat dijadikan yurisprudensi," tambahnya. Mulya Lubis setuju, bahkan menglmbau agar praperadilan (dengan segala kelemahannya itu) didayagunakan untuk mengurangi jumlah penangkapan, penahanan, dan penyiksaan sewenang-wenang. "Pasal-pasal praperadilan tidak boleh dibuat pingsan karena merupakan kontrol yang inherent dalam hukum itu sendiri," katanya. Para hakim praperadilan tentu berkeinginan menjamin hak asasi sebaik-baiknya. "Saya memutus perkara dengan berpegang ketentuan undang-undang," ujar M.S. Lumme, S.H., wakil ketua Pengadilan Negeri Bandung. Dalam memutus gugatan praperadilan terhadap Laksusda Ja-Bar yang diajukan LBH Bandung, Lumme menolak gugatan, karena ketika itu belum lahir SEMA 15/1983 yang memperkenankan gugatan terhadap pejabat militer. Terhadap sikap seperti itu, Yap Thiam Hien berujar keras. "Membebaskan para perampas kemerdekaan orang tidaklah membantu penegak hukum melaksanakan tugas lebih baik," katanya. Memang tidak semua aparat dapat melaksanakan tugas dengan baik. Karena itu, diperlukan perbaikanperbaikan, meskipun harus memakan waktu lama. "Roma tidak selesai dibangun dalam satu malam," kata Mulya Lubis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus