DENGAN teriakan "kembalikan Jaspar Tampubolon, kembalikan Jaspar
Tampubolon" sekitar 300 penduduk Desa Simarhompa Kecamatan
Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara memenuhi halaman kantor
Koramil Sipahutar 6 April lalu.
Kantor itu kosong. Mereka lalu beralih ke kantor Camat. Jaspar
Tampubolon, nama seseorang yang mereka cari, rupanya tak pula
ada di sana. Konon dibawa ke Kodim 0208 di Tarutung.
Jarak Sipahutar-Tarutung (ibukota Kabupaten Tapanuli Utara) 28
Km. Begitu pentingnya rupanya mereka akan orang bernama Jaspar,
jarak tadi bukan halangan untuk segera ditempuh dengan jalan
kaki. Hanya menurut seorang petugas Kodim 0208 kemudian, jarak
itu tidak seluruhnya ditempuh tanpa kendaraan. Setelah 8 Km
pertama jalan kaki, selanjutnya naik bis. Memasuki kota Tarutung
jalan kaki kembali. "Dengan maksud barangkali untuk memancing
perhatian umum," kata seseorang. Dan karena di sepanjang jalan
orang-orang itu berteriak-teriak serta Desa Simarhompa diingat
orang pernah menjadi basis BTI, tak ayal mereka
disangkut-pautkan dengan praktek-praktek organisasi tani
terlarang itu.
Apapun ceritanya kemudian, penduduk Desa Simarhompa ketika itu
resah. Tahun anggaran 1978/1979 Dinas Kehutanan Tapanuli Utara
melaksanakan reboisasi pada areal yang sebagian milik mereka.
"Banyak penduduk yang mengaku memiliki sebagian tanah tersebut
merasa belum menyerahkannya kepada Dinas Kehutanan," ir PM
Siahaan, Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan Tapanuli I di Tarutung
menjelaskan.
Buntut dari pertentangan tadi, 29 Maret dan 2 April lalu
penduduk beramai-ramai membakar dan mencabuti pohon tusam dan
pinus muda yang ditanam Dinas Kehutanan di tanah seluas 17
hektar. Sebelumnya, pondok-pondok petugas reboisasi terbakar.
Jaspar Tampubolon, sehari-hari Guru SMP Sipahutar, dianggap
menjadi biang keladi aksiaksi penduduk tersebut. Komandan
Koramil memanggilnya.
Dolok Saribu
Malam 6 April itu Jaspar kembali ke rumah. Dan Dim 0208 Tapanuli
Utara Letnan Kolonel SY Simanjuntak mengatakan, Jaspar sekedar
dimintai keterangan. "Masyarakat mungkin punya prasangka lain
sehingga berbuat hal seperti tadi," ucap Simanjuntak kepada
Bersihar Lubis dari TEMPO.
Setelah Jaspar bebas, sebuah pernyataan bersama ditandatangani
19 wakil penduduk dan pejabat berbagai instansi tingkat desa,
kecamatan maupun kabupaten. Isinya, penduduk Simarhompa berjanji
"tidak akan mengulangi tindakan main hakim sendiri." Di samping
ada beberapa hal menyangkut ketentuan pelaksanaan reboisasi.
Reboisasi di kabupaten ini tampaknya sedikit terantuk-antuk.
Seminggu setelah "aksi" penduduk Simarhompa, persisnya 12 April,
menyusul lebih 80 orang penduduk Desa Dolok Saribu Kecamatan
Parmonangan kabupaten yang sama menemui berbagai instansi
tingkat kabupaten Mereka mengadukan kepald desanya. Tuduhan
menjual 1640 hektar tanah penduduk kepada Dinas Kehutanan tanpa
sepengetahuan yang bersangkutam Kebakaran pondok-pondok petugas
kehutanan di Desa Dolok Saribu terjadi juga. Dua di antara
penduduk, Binsar dan Kalati, berurusan dengan polisi. "Kasus
Dolok Saribu ini akan sampai di Pengadilan," kata seorang
anggota DPRD Tapanuli Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini