ADA yang bilang, hanya dengan merasa tua, orang bisa benar-benar tampak tua -- kendati usia belum 40 sekalipun. Apalagi bila peri laku orang tersebut ikut menunjang. Sikap kebapakan, misalnya, membuat orang kelihatan lebih matang dari teman-teman seusianya. Juga kebiasaan kurang baik yang sulit untuk diubah, mengomel, umpamanya. Ataupun hobi menasihati orang, meskipun tidak diminta. Menyadari besarnya pengaruh tingkah laku terhadap ketahanan fisik dan penampilan, maka banyak orang lanjut usia yang kini berusaha menata kembali peri laku mereka. Tujuannya bukan sekadar untuk tidak kelihatan tua renta, tapi lebih dari itu: agar tidak cepat pikun alias uzur. Caranya? Membiasakan hidup aktif, serba teratur, dan dekat dengan alam. Terapi ini dilakukan delapan warga Kanada, Agustus lalu. Agar bisa lebih dekat dengan alam, mereka berkelana ke laut, gunung, dan hutan. Pada suatu hari di bulan Agustus itu, mereka menikmati pelayaran dengan perahu Bugis. Berawal di Carita, Jawa Barat, perahu Bonita yang mereka tumpangi melaju ke suaka alam Pulau Peucang. Dari situ mereka merambah hutan, sampai ke ujung pantai Karang Copong. Terik matahari tak dirasakan, peluh menetes tak diacuhkan. Tebing didaki lurah dituruni, pokoknya maju tak gentar. Dan mereka tidak sekadar lewat. Biawak, rusa, burung merak, dan ribuan burung lainnya diamati. Juga tikus-tikus hutan. Rombongan kakek-nenek bule ini malah meneruskan ke Cikuyak -- dekat Ujungkulon -- Cidaun, dan Krakatau. Mereka bergairah, meskipun harus melalui medan yang sulit. Bahkan seluruh penjelajahan antarbenua itu -- sejak dari Kanada, Sumatera, Jawa, sampai Bali, yang memerlukan biaya sekitar 4.000 dolar Kanada -- seolah menjadi obat kuat mereka. "Semua yang kami lakukan ini terbukti memperlambat proses kepikunan kami," kata Madelon A. Schouten, 59 tahun, fisioterapis senior dalam rombongan itu, kepada Rini P.W.I. dari TEMPO. Madelon sendiri adalah pendiri klub pecinta alam White Rock -- anggota World Wild Life Fund -- yang beranggota sekitar 200 orang. Pertemuan rutin antaranggota diisi diskusi soal-soal flora, fauna, dan pengalaman mereka. "Kebanyakan pengikut klub kami adalah mereka yang sudah pensiun. Delapan puluh persen umur mereka adalah 50 sampai 70 tahun," kata Madelon. Dalam diskusi soal burung, misalnya, para kakek-nenek itu mengawasi, mencari, mempelajari kepustakaan, dan mencatat semua burung yang pernah mereka lihat. Mereka juga membuat data dan foto yang dipresentasikan dalam pertemuan. "Mau tak mau, selain fisik mereka terlatih, pikiran pun dilatih untuk tetap memiliki ingatan yang kuat. Buktinya, mata dan telinga mereka masih tajam. Kontraksi otot dan fungsi saraf mereka tetap peka," tambahnya. Pendapat ini dibenarkan dr. Sadoso Sumosardjuno. Dokter ahli kesehatan olahraga ini mengakui bahwa olahraga teratur dan makanan bergizi berpengaruh baik pada kesegaran dan daya ingat seseorang. Menurut Sadoso, setiap bagian tubuh -- termasuk otak -- akan mengalami proses degenerasi (kemunduran) yang tak bisa dicegah. Proses ini hanya bisa diperlambat dengan gizi dan latihan olahraga yang teratur. "Latihan olahraga yang teratur dan cukup takarannya sangat perlu, supaya peredaran darah ke otak tetap baik, sehingga kepikunan bisa dihambat," ujar Sadoso. Resep ini rupanya dipakai pula oleh Prof. Soenario, S.H., Menteri Luar Negeri Kabinet Ali Sastroamidjojo (1953-1955) yang kini berusia 86 tahun. Setiap hari, dosen Ilmu Sosial Politik dan Hukum Internasional di Universitas Jayabaya dan Universitas Pancasila ini melakukan berbagai kegiatan fisik. Tiap pagi ia menyempatkan berjalan kaki di sekitar rumahnya. Di dalam rumah pun ada saja yang dilakukannya, mulai dari membaca koran, menyimak TV dan radio, serta berbagai pekerjaan lainnya. Tidur pun rata-rata di atas pukul 01.00 dinihari, dan bangun lagi pada pukul 05.00. Ini semua memang bukan sulapan yang diperoleh dalam sekejap. Sejak belia, eksponen Sumpah Pemuda ini gemar olahraga, di samping ikut gerakan pandu dan berkelana mengenal alam. Di usia tua, meski tidak lagi sekuat dulu, fisiknya masih tegap. Kendati rambut memutih, ia tampak bersemangat. "Yang penting fisik dipelihara. Makanan diperhatikan. Buah dan sayuran bagus sekali buat badan. Selain itu, harus dibantu dengan iman, ilmu, dan amal," ujarnya sungguh-sungguh. Menurut psikiater dr. Yul Iskandar, kepikunan (demensia) memang bisa dihambat. Yakni jika penyebabnya adalah kemunduran fungsi otak akibat penyakit pembuluh darah otak (serebrovaskuler). Menurut Yul, akibat gangguan ini, terjadi pula infark-infark (kematian jaringan) yang tersebar di otak. Ini, misalnya, muncul akibat tekanan darah tinggi atau gangguan peredaran darah. "Untuk jenis ini, memang kepikunan dapat diperlambat dengan hidup sehat, misalnya dengan olahraga, tidak merokok, menjaga badan tidak kelewat gemuk, dan lingkungan hidup yang baik," kata Yul. Dengan aktivitas fisik yang baik, lebih-lebih di udara alam terbuka, orang tentu bisa mendapat oksigen yang segar. Kata Yul, oksigen ini mempercepat proses pembakaran dalam tubuh, termasuk pembakaran sampah-sampah metabolisme. Dengan demikian, segala sampah -- termasuk yang namanya kolesterol -- tidak akan menumpuk dalam pembuluh darah. Hingga peredaran darah tetap lancar, termasuk yang menyuplai sel-sel saraf di otak. Sementara itu, demensia yang disebabkan alzheimer, misalnya, tak mungkin dicegah. Alzheimer ini merupakan penyakit otak yang sampai sekarang belum jelas penyebabnya. Sedangkan pada demensia yang timbul akibat gangguan serebrovaskuler, kejadiannya relatif lebih cepat: seorang kakek yang bulan lalu masih pintar, bisa saja tiba-tiba bulan ini menjadi pikun. Untuk itu, Yul menyarankan peri laku yang sehat. "Mereka yang berperi laku sehat, risiko terkena penyakit jiwa seperti demensia menjadi lebih sedikit," kata Yul. Syafiq Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini