SULIT dipercaya ada maling bahan peledak besar milik Pangkalan Utama Angkatan Laut. Aksi itu sudah berjalan 25 kali tanpa ketahuan, terjadi di teluk Pantai Marunda, Jakarta Utara. Si maling adalah tukang reparasi kunci, Kamariyanto. Ia dibantu Suparmin, Suparno, dan Hundori. Pencurian itu melibatkan dua oknum di Angkatan Laut. Gara-gara membobol gudang Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) itulah, Kamis pekan lalu Kamariyanto dan kawankawan diseret Jaksa Rostianingsih ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dari tersangka, Jaksa berhasil menyita tiga gulung sumbu ledak, dua setengah peti peluru AK47, dan perkakas yang dipakai untuk membobol gudang amunisi. Sedangkan 76 peti peledak berat (TNT) dan dua peti detonator sudah dilego. Bahan peledak itu dikabarkan dibeli oleh nelayan untuk menangkap ikan. Pencurian itu terbongkar setelah Kamariyanto dan kawankawan menghentikan operasinya. Awalnya, Suparmin, 21 tahun, mendapat order dari Samba -- seorang penadah. Tergiur dengan imbalan uang, pada malam awal Desember 1991 Suparmin dengan dua temannya menyatroni gudang Lantamal. Kamariyanto sendiri, yang biasanya menjadi ujung tombak pencurian, saat itu mudik ke Jawa Tengah. "Karena saya dijanjikan diberi Rp 150.000," kata Suparmin. Mungkin karena tak disertai Kamariyanto, pencurian ternyata gagal. Saat melintasi persawahan, beberapa ratus meter dari gudang Lantamal, Suparmin dikagetkan oleh sorotan lampu senter. Rupanya, pada malam itu ada warga setempat yang sedang memeriksa saluran air. Ketiga pencoleng itu lantas lari terbiritbirit. Sementara itu, tiga peti TNT yang digondolnya ditaruh begitu saja, dan baru tiga hari kemudian ditemukan penduduk. Dari petunjuk bahan peledak tadi, Kamariyanto, 28 tahun, dan kawanannya diciduk petugas pengamanan Lantamal, Januari lalu. Selain menangkap mereka, petugas juga berhasil menangkap Sersan Satu Eddy Mulyono dan Kopral Satu Suwani. Dalam penuturan Kamariyanto, ia membobol gudang amunisi itu setelah diajak Kadir, juragan ikan di Cilincing, Agustus 1989. Dari aksi perdana, ayah dua anak ini berhasil menyikat 75 meter sumbu peledak. Sebagai imbalannya, Kamariyanto mendapat uang Rp 50.000. "Uang itu habis untuk keperluan seharihari. Sekarang saya menyesal," kata Kamariyanto kepada TEMPO. Sumbu tanpa bahan peledak ibarat mobil tanpa ban. Mungkin karena itu, pada bulan yang sama mereka kembali melakukan aksi dan berhasil menggondol empat peti TNT. Hasil curian itu, kata Kamariyanto, mereka angkut dengan sepeda motor langsung dari gudangnya. Kok mulus? Dari BAP (berita acara pemeriksaan) diketahui: pencurian dilakukan pada saat gudang dijaga Sersan Satu Eddy dan Kopral Satu Suwani. "Saya cuma terlibat 15 kali dengan imbalan Rp 3 juta," kata Eddy kepada petugas pemeriksa. Meskipun Kadir meninggal karena kecelakaan pada awal 1990, pencurian bahan peledak berjalan terus. Kali ini order datang dari Nyonya Norma, istri Kadir. Seperti ketika Kadir masih hidup, aksi pencurian berjalan mulus hingga Januari 1991. Oleh Nyonya Norma bahan terlarang itu dijual kepada Samba. Dan orang inilah yang kemudian melempar ke pasar gelap. Amunisi itu dijual Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per kilogram. Pencurian di gudang Lantamal itu ternyata bukan hanya terjadi satudua kali. Enam bulan sebelum aksi Kamariyanto, misalnya, tiga peti TNT dan 5.000 detonator lenyap dari gudang tersebut. Namun, selain pencurian yang berjalan mulus, kasusnya juga tak pernah muncul ke permukaan. Bambang Aji dan Taufik T. Alwie
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini