WARNI yang berkulit hitam dan bertubuh tinggi gempal itu sangat jengkel kepada istrinya, Sukartiningsih. Itu sebabnya lelaki 26 tahun itu membunuhnya. Sesudah itu, ia menyebadani mayat Ningsih. Penduduk Desa Mergayu, Kecamatan Bandung, Tulungagung itu kemudian dihadapkan ke Pengadilan Negeri Tulungagung, Jawa Timur. "Apa kamu bisa ereksi?" tanya Malikus Supardi, ketua majelis hakim. "Ya, enggak bisa, Pak Hakim," jawab Warni. "Bagaimana bisa kamu menyetubuhi istrimu?" Malikus bertanya lagi. "Lebih dulu saya beronani, Pak," ujar Warni. Pengunjung sidang yang mendengar ceplosan itu tertawa terkakahkakah. "Kenapa kamu setubuhi dia?" ujar Malikus lagi. "Saya jengkel, dan juga untuk kenangkenangan bagi hidup saya," jawab Warni. Ia juga mengaku "mencapai puncak" setelah melakukannya selama satu menit. Kisah ini bermula pada 24 Maret lalu, saat Warni baru pulang dari Medan, setelah lima bulan menjadi buruh bangunan di sana. Kakak iparnya, Sadi, mengabari hal Ningsih yang suka berbuat serong. Warni tak membalas surat itu, tetapi pulang. Ia menemukan tandatanda itu ketika istrinya menolak berhubungan intim. Kecurigaan Warni memuncak ketika lusa malamnya pintu jendela kamar diketuk orang. Waktu itu mereka sedang bersama di tempat tidur. Warni keluar rumah dengan alasan beli rokok. Tapi diamdiam ia menguntit istrinya yang berusia 20 tahun itu. Ia menemukan Ningsih berdiri gelisah dekat sumur Balai Desa. "Kamu mau ke mana?" tanya Warni, tiba-tiba. Karena kaget, Ningsih telanjur berkata dalam bahasa Jawa, "Aku arepe ngondol" (Saya mau melacur). Kontan darah Warni mendidih mendengar ucapan yang menyengat itu. Lantas, leher perempuan berkulit kuning itu dicekiknya dengan tangan kanan. Selang tiga menit, Warni terkesiap. Tubuh bininya melemah dan tidak bernapas. Pelanpelan ia membaringkan tubuh Ningsih, lalu mengguyurinya dengan air. Maksud lelaki yang tidak tamat SD ini agar istrinya hidup lagi. "Tapi siasia," katanya. Kemudian, ia membuka baju Ningsih, dan membopong jasad istrinya ke ruang Balai Desa. Di situlah tubuh dingin itu disebadaninya, hingga ia tertangkap. Adakah Warni mengidap kelainan jiwa? "Sejak awal ia normal saja," kata Ma'arif, pengacara Warni, kepada Edy Hafidi dari TEMPO. Menurut dia, Warni hanya dilanda perasaan kesal yang mendalam, kemudian melampiaskan emosinya secara aneh. Malikus sependapat. "Ia tidak perlu diperiksa dokter jiwa," katanya. "Lelaki mana yang tidak jengkel setelah lima bulan berpisah, tetapi tak bisa melepas rindunya. Apalagi sebelumnya Ningsih yang berbuat serong," ujarnya. Ternyata, banyak tetangga mengaku sering melihat Ningsih dibawa lelaki lain. "Terkadang ia berboncengan sepeda motor," katanya. Petunjuk lain, Ningsih mengikuti kursus salon kecantikan tiga kali seminggu di Tulungagung, yang berjarak 25 km. "Dari mana uang transpornya, mengingat orang tuanya terbilang miskin?" tanya Suwarminanto, jaksa yang menuntut Warni. Sedangkan hakim menilai Warni tak tergolong lelaki jahat. "Ia membunuh bininya dalam kualitas tidak sengaja. Tindakannya itu manifestasi dari rasa kejengkelan yang berlebihan saja," ujar Malikus Supardi. Menurut hakim berdarah Madura itu, ketika Ningsih lemas sudah tak berkutik, Warni mengguyurnya dengan air. "Sebenarnya, ia tak ingin istrinya mati," kata Malikus. Untuk perbuatannya itu, Warni divonis 5 tahun penjara, pertengahan bulan lalu. Bersihar Lubis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini